Penulis sering mendengar orang-orang mengatakan "Waktu adalah Uang" atau yang disebut juga Time is Money. Mungkin bukan hanya penulis yang sudah pernah mendengarkan kalimat tersebut tetapi juga sudah tidak asing bagi rekan-rekan pembaca artikel ini. Ketika menuliskan tulisan ini, Â penulis sebelumnya sudah banyak memikirkan dan menggumuli apakah memang benar waktu yang setiap hari kita lalui adalah uang? Apakah uang memang berperan begitu penting dalam kehidupan manusia? Lantas, benarkah "Uang" yang telah menguasai "waktu" yang dimiliki oleh manusia? Hal ini telah menjadi pergumulan penulis sendiri. Karena betapa mirisnya bila manusia hanya berpikir dan berangan-angan tentang uang.
      Memang benar bahwa manusia tidak dapat bertahan hidup secara biologis tanpa uang. Karena untuk bisa bertahan hidup secara fisik tentunya perlu untuk makan dan memenuhi kebutuhan yang lainnya. Pembohongan kalau kita mengatakan bahwa kita tidak butuh makanan, tidak butuh minum, tidak butuh pakaian, dan lain sebagainya. Namun, disamping itu semua haruskah manusia menjadi budak dari uang tersebut? Haruskah manusia menjadi diperbudak oleh waktu yang seharusnya manusialah yang mengendalikan waktu tersebut. Coba kita pikirkan berapa persenkah manusia yang mengingat Tuhan-nya ketika baru bangun di pagi hari? Berapa persenkah manusia yang langsung memikirkan Tuhan-nya dan berdoa mengucap syukur kepada-Nya? Apakah 20 %? 50 %? 80 %? 100 %? Ataukah tidak ingat sama sekali dan langsung beranjak dari tempat tidur karena mengingat pekerjaan yang akan dilakukan pada hari itu?
Tidakkah kita menyadari bahwa kita dapat bangun di pagi hari, dapat melakukan pekerjaan pada hari itu dan mampu melakukan segala rencana kita, itu semua berkat pekerjaan dan campur tangan Tuhan yang luar biasa. Kita dapat bernafas hari ini semua itu karena Kasih dari Tuhan. Tetapi manusia sering melupakan bahkan tak mengingat yang telah Tuhan lakukan bagi kita. Semua hal itu dikarenakan mungkin beberapa manusia yang hidup di bumi ini memiliki persepsi bahwa Time is Money. Beranggapan bahwa pekerjaan yang akan dilakukan pada hari ini akan menghasilkan uang.
      Dalam persepsi manusia yang menganggap bahwa "waktu adalah uang" cenderung melakukan pekerjaan dan kegiatannya serba terburu-buru dan tergesa-gesa. Padahal, sesungguhnya orang yang tergesa-gesa amat cenderung rawan untuk tersandung. Kebiasaan bagi orang-orang yang sering tergesa-gesa dan terburu-buru akan berdampak langsung ke hampir seluruh bidang kehidupan. Bahkan tak sedikit orang yang ketika sedang berada dalam sebuah peribadahan kebanyakan perhatiannya direnggut oleh jam dinding yang tergantung atau kepada jam tangan yang menempel pada pergelangan tangannya. Perputaran waktu dari jam tersebut mengisyaratkan kegelisahannya bahwa akan ada sebuah kegiatan, pekerjaan dan pertemuan yang ingin dihadiri. Akibatnya, Tuhan menjadi nomor yang kesekian dan bukan lagi menjadi yang utama.
      Sayangnya, semakin maju zaman, semakin tinggi keinginan manusia membuat waktu tidak lagi menjadi hal yang sakral dan dipergunakan bagi Tuhan. Namun sebaliknya, waktu kita pergunakan untuk membuat kita lebih efisien dalam pekerjaan, dan sebagainya. Dalam berbagai hal, waktu membuat sebagian manusia hidup dengan anggapan seolah-olah tidak ada Allah yang sesungguhnya telah bekerja untuk kehidupan manusia. Tanpa-Nya manusia bukanlah apa-apa.
      Ketika dunia berkata "Time is Money", tetapi penulis sebagai orang kristen percaya bahwa "Time is grace" atau waktu adalah anugerah dari Tuhan dan waktu adalah kasih. Karena Anugerah dari Tuhan bukanlah "uang" dan juga tidak bisa dibeli dengan uang. Tugas yang sekiranya benar menurut penulis adalah mampu mensyukuri waktu pemberian Tuhan dan hidup dalam dan menggunakan waktu dengan bijaksana.
Tidak ada yang salah ketika melakukan pekerjaan, namun perlu keseimbangan yang benar. Perlu untuk menjaga keseimbangan karena bagi orang-orang yang berlebihan bekerja sebenarnya akan lebih identik dengan menyiksa diri dan bagi orang yang menjadi hamba uang tidak mengenal siang dan malam karena ia akan bekerja terus menerus. Seperti sebuah falsafah hidup yang mengatakan "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian", menurut penulis kalimat ini perlu dikaji dengan benar. Jika acuannya membuat orang menjadi "gila kerja untuk uang" maka yang terjadi bisa saja "bersakit-sakit dahulu, tersiksa kemudian".
Manusia bukan mesin, bahkan mesin pun bisa rusak. Maka dari itu, manusia hidup bukan untuk membuat uang membukit. Namun untuk bertahan hidup secukupnya bukan selebihnya. Karena bisa bernafas pada hari ini adalah anugerah Tuhan yang luar biasa. Kita harus mengingat dan mengubah persepsi kita bahwa "time is grace"yang artinya waktu adalah anugerah bukan "time is money"yang artinya  waktu adalah uang. Mari memahami setiap waktu dan kesempatan hidup yang Tuhan berikan bagi kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H