Mohon tunggu...
trecy bedkowska
trecy bedkowska Mohon Tunggu... -

Hai! Senang rasanya bisa menyapa kompasianer lagi setelah sejenak menenggelamkan diri dalam aktivitas lain. Kali ini, saya ingin merasa lebih dekat dengan Kompasianer. Dan mungkin ini akan merubah sedikit format tulisan saya menjadi lebih personal. Enjoy:)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Oleh-oleh Auschwitz-Birkenau (2)

8 Juni 2010   13:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:40 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_161946" align="alignleft" width="300" caption="“Arbeit Macht Frei” ( work shall set us free)"][/caption] Kompasianers, sejenak kemarin saya memeriksa koleksi foto- foto kunjungan ke Auschwitz dan Birkenau yang diambil alakadarnya dari telpon genggam ( demi mencari foto gerbang yang bertuliskan “Arbeit Macht Frei” ( work shall set us free)). Ya, tentu saja saya menemukannya, hanya saja settingnya tidak pas, karena penuh dengan kerumunan orang. Foto tersebut akhirnya membawa memori saya kembali ke saat -saat kunjungan ke kamp tersebut. Aushcwitz Kunjungan yang di jadwalkan pada bulan April lalu, gagal karena Poland mencanangkan hari berkabung nasional. Akhirnya kunjungan di jadwalkan pada bulan Mei. Kami berangkat bersama dari stasiun kereta Api pusat ( Warszawa Centralna) dengan harga promosi tiket ungu untuk Warsawa - krakow pulang pergi,sebesar 70 PLN (setara dengan Rp. 240 ribu). Mahasiswa mendapat diskon lima puluh persen, jadi hanya membayar setengahnya saja. Pagi itu Warsawa hujan gerimis. Yang ternyata gerimisnya menjadi sepanjang hari. Dingin dan gelap. Masih di tambah lagi dengan mengunjungi tempat mencekam seperti Auschwitz - Birkenau dengan jadwal kegiatan yang padat mulai pukul 07.00 - 19.00. Kereta melaju agak cepat pagi itu. Setelah tiga setengah jam, samapailah kami di stasiun Krakow glowna. Setelah menunggu beberapa saat, datanglah supir beserta bus berkapasitas 27 orang mengangkut kami ke Oswiecim ( di baca: oswiencim) yang masih berjarak kurang lebih 30 kilometer dari krakow ( di baca: krakuv). Dingin, mendung, gelap dan basah. Setiba di Auschwitz, kami langsung menuju lobi museum yang cukup luas untuk menampung para pengunjung ( yang konon bisa mencapai tiga juta orang per tahun). Dosen kami (yang sekaligus menteri plenipotentiari untuk urusan Hubungan Internasional Yahudi Poland - US) langsung mengatur segala urusan administrasi, dan tiba -tiba seorang pemandu wisata menyambut kami. Segera kami di giring ke tempat pendaftaran untuk mendapatkan alat dengar dan transmitter. Rupanya di Auschwitz ini, sistem panduan di berikan secara langsung oleh pemandu wisata yang berbicara menggunakan mikrofon, dan peserta tur harus menyesuaikan gelombang transmisi masing -masing dengan si pemandu. Kunjungan pertama adalah eksebisi dalam gedung. Kami di bawa untuk melihat -lihat beberapa peninggalan bersejarah, mulai dari denah, pemahaman interior dan eksterior Auschwitz, termasuk rute transportasi para korban dari berbagi penjuru Eropa ke Auschwitz. Kami juga di suguhi pemandangan yang menyayat hati, seperti rambut para korban yang di gunduli setelah di habisi di ruang gas, berikut peninggalan para korban seperti  sepatu, koper, pakaian bayi, sikat gigi, alat masak, sisir, kacamata ( yang ajaibnya, sisir dan kacamata tersebut, semua mirip). Kami di bawa juga mengunjungi foto -foto korban Holocaust yang terdaftar hanya berusia tinggal selama dua atau tiga bulan di Auschwitz, terhitung mulai dari hari mereka di daftar dan di beri tato (yang merupakan kombinasi angka) sampai mereka di exterminasi. Kami juga di suguhi foto -foto para korban yang masih bertahan pada saat Uni Soviet membebaskan kamp tersebut. Di situ terlihat foto -foto manusia yang hanya tinggal kulit dan tulang, namun hidup. Banyak dari mereka yang selamat, kemudian mengunjungi Auschwitz,  tidak mampu mengenali dirin mereka pada saat itu lewat foto dan menerima kenyataan bahwa mereka semenderita itu. Kemudian kami melakukan kunjungan luar museum, untuk melihat barak -barak bekas tentara militer Poland yang di jadikan kamp konsentrasi itu. Diantara nya, ada gedung di mana Mangele, seorang dokter yang bertugas di Auschwitz memanfaatkan sumber daya ( para korban) sebagai kelinci percobaan eksperimentasi nya. Atau gedung yang di jadikan tempat eksekusi tawanan yang dianggap bersalah, dengan cara di berondong peluru atau di gantung pada pergelangan tangan sampai si korban mengalami rusak di ke dua sendi bahu, baru di turunkan dari 'cantolan' tersebut. Di tempat itu juga, konon para bayi yang baru di lahirkan di jadikan bola sepak, yang di sepakkan ke tembok. Kami juga di bawa ke ruang bawah tanah, di mana para tawanan di detensi dengan cara di masukkan ke ruangan yang sempit, pendek dan gelap, yang membuat para tawanan harus berjongkok selama masa detensi. Dari tempat itu, kami di bawa ke ruang gas kecil yang hanya memuat ratusan korban saja ( di Birkenau, ruang gas di rancang untuk mengeksekusi 2000 orang sekaligus). Pemandu kami sering berkomentar " kalian lihat, tempat ini sekarang tampak sedemikian asri seiring dengan tumbuhnya pohon -pohon tersebut, seolah -olah mengesankan bahwa tempat ini sama sekali inoccent". Hari sudah menunjukkan pukul 14.00, yang berarti kami sudah memutari Auschwitz selama kurang lebih tiga jam. Saat beristirahat tiba. Kami di berikan waktu sekitar empat puluh menit untuk beristirahat di sekitar museum ( ada banyak restoran di sekitar museum, di museum pun ada fasilitas restoran). Namun Dosen kami masih memiliki satu kunjungan lagi di Auschwitz, yaitu ruang konservasi benda -benda bersejarah yang tidak pernah di buka untuk umum, namun bisa di kunjungi. Dan kami harus berkumpul kembali pada pukul 15.00. Dalam hati saya bertanya. Ada begitu banyak Foto di pertontonkan di museum tersebut. Foto -Foto yang menunjukkan keceriaan para Yahudi yang sedang di mobilisasi dari ghetto ke kamp konsentrasi. Pemandu kami mengatakan bahwa NAZI sangat berhati -hati dalam melakukan semua pekerjaan tersebut, agar mereka tidak panik dan selalu terlihat gembira. Oleh karenanya, para NAZI memberikan janji-janji muluk kepada para Yahudi, yang konon berhasil membuat mereka percaya dan berharap akan terwujudnya  janji indah itu, dan begitulah senyum -senyum lugu mereka tergambar dalam beberapa foto di Auschwitz. Tidak hanya para NAZI yang berhati -hati untuk tidak menimbulkan kepanikan massa. Para korban pun demikian. Terutama mereka yang telah berkeluarga. Apapun yang ada di dalam pikiran setiap orang, terutama para kepala keluarga, mereka mengatakan bahwa yang paling penting adalah menjaga agar suasana tetap tenang. Bahkan sampai mereka tiba di kamp konsentrasi pun, mereka belum sadar akan hari -hari gelap yang akan mereka jalani dan mengoyak harkat mereka sebagai manusia. Bagaimana tidak? Ketika datang, mereka di sambut dengan musik gegap gempita, yang memberikan ilusi kepada mereka bahwa suasana di sekitar mereka begitu menyenangkan. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa kemudian sebagian dari mereka tidak lagi pernah melihat ayah, ibu, saudara atau anak mereka lagi, dan tidak pernah tahu kemana mereka pergi atau berakhir, kendati mereka tahu bahwa mereka mencium bau daging terbakar dan melihat kepulan asap yang terus menerus. Waktu sudah menunjukkan pukul 16. 45, kami hanya punya 15 menit untuk beranjak ke Brzezinska atau Birkenau, yang hanya berjarak kurang lebih satu kilometer lagi. Sampai berjumpa di, 'Birkenau'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun