Mohon tunggu...
trecy bedkowska
trecy bedkowska Mohon Tunggu... -

Hai! Senang rasanya bisa menyapa kompasianer lagi setelah sejenak menenggelamkan diri dalam aktivitas lain. Kali ini, saya ingin merasa lebih dekat dengan Kompasianer. Dan mungkin ini akan merubah sedikit format tulisan saya menjadi lebih personal. Enjoy:)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berpikir Ilmiah dan RITT

12 Februari 2010   17:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:57 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

RITT?  ya, Rasa Ingin Tahu yang Tinggi. Istilah yang populer diantara mereka yang hobi menggauli penelitian di almamater saya.

Merangkai beberapa pikiran yang ditulis oleh kompasioner lain, terutama oleh Bapak Wijaya Kusuma dengan panduan praktis sistematika penulisan ilmiah, sangat menggembirakan hati saya, terutama karena saya secara pribadi berupaya mendekati dunia keilmiahan sejak buku pertama runner up pustakawan Jawa tengah ( yang kebetulan pak de saya sendiri) saya pinjam dan tidak pernah saya kembalikan. Itu ketika saya berumur 15 tahun. Dari buku itu saya mengenal apa itu variabel, hubungan diantara variabel penelitian dan metode penelitian termasuk paradigma keilmiahan

Struktur penulisan bukan sesuatu yang terlalu saya khawatirkan saat itu. La wong namanya anak baru gede, hormon testosteron berlomba dengan hormon estrogen yang menghasilkan sikap berani dan mungkin dumeh atau belagu, sehingga dunia serasa milik sendiri. Itu tahun 1993-1994-an. Masih segar dalam ingatan saya, bagaimana Televisi Nasional selalu menyiarkan mereka, para belia yang berkarya dalam ajang penelitian ilmiah remaja yang kemudian menjadi pemicu bagi merebaknya ekstrakurikuler di sekolah, Kelompok Ilmiah Remaja atau KIR.

Dalam hati, saya ingin menjadi bagian dari mereka, namun pada saat itu, pada umumnya karya yang dianggap bergengsi berkisar pada ilmu - ilmu eksakta, dan di sekolah saya, KIR seolah -olah menjadi legasi para siswa IPA. Pada saat itu saya merasa, bahwa kendati secerdas apapun anak -anak IPS mampu mengunjukkan giginya, ladang ilmiah tetap menjadi wilayah para siswa IPA. Begitu kasarnya. Tentu saja ini tidak eksplisit. Akan tetapi bila kita melihat bagaimana setiap orang tua mendamba anaknya untuk masuk IPA dengan harapan akan menjadi masyarakat istimewa karena terpilih secara intelektual (you're chosen, begitu kalau saya boleh meminjam istilah dari film the island). Belum lagi bimbingan belajar yang saya rasakan benar -benar memrioritaskan mereka yang ingin menjadi bagian dari dunia eksakta itu.

Akhirnya, ketika kelulusan SMU menyaratkan saya untuk menulis sebuah artikel ilmiah dari mata pelajaran sosiologi untuk tugas akhir, secara simultan saya menggunakan ajang latihan konsolidasi kader politik bagi pemilih pemula yang saya selesaikan pada pertengahan tahun tersebut sebagai materi tulisan. Waktu itu saya hanya mencari korelasi saja antara pengetahuan politik para pemilih pemula dengan kesadaran hak pilih mereka. Tentu saja hasilnya signifikan.

Proses studi ilmiah tersebut membuka mata saya akan keadaan ilmu pengetahuan di sekolah saya. KIR saat itu hanya di fokuskan pada proses -proses eksperimen, tanpa siswa pernah di bimbing untuk memahami proses apa yang harus mereka lalui sehingga mereka merasa perlu untuk bereksperimen.

Dalam kasus saya pribadi, mengatur rasa ingin tahu saya untuk menjadi sedikit sopan bagi lingkungan di sekitar saya adalah hal tersulit yang harus saya tata dari waktu ke waktu. Perilaku saya ketika itu saya dapati terlalu aneh bagi standar lingkungan saya, sebuah desa nun jauh di pegunungan kering di Jawa Tengah. Mendapat Nilai bagus (orientasi hasil) seolah -olah menjadi norma banyak keluarga terhadap anak mereka atau sekolah terhadap anak didiknya. Proses bagaimana mereka menuju ke sana, terabaikan.

Namun, kecintaan saya pada ilmu pengetahuan membuahkan hasil. Bagi saya, ini bukan masalah membuat penelitian yang sukses, namun bagaimana kita di percaya lingkungan untuk membantu mereka memahami produk peradaban barat yang satu ini. Saya meluangkan waktu saya secara cuma -cuma di tengah kesibukan saya berprofesi sebagai instruktur kebugaran untuk membantu orang -orang yang berminat dalam penulisan ilmiah. Kendati yang mereka butuhkan adalah keterampilan menulis ilmiah, namun saya justru membantu mereka untuk memahami logika berpikir ilmiah terlebih dulu dan sambil jalan, memupuk rasa ingin tahu yang  sedikit liar, sehingga RITT (rasa ingin tahu yang tinggi) itu mampu menggiring mereka untuk merasa tertekan dan membuat mereka mau  mencari kompensasi dari tekanan RITT itu dengan memburu tulisan, buku, nara sumber, bertanya, atau setidaknya menjadi lebih tajam dalam mengamati segala sesuatu di sekitarnya. Istilah kerennya adalah terjadinya peningkatan kesadaran.

Ini bukan pekerjaan mudah, terlebih saya hanya mampu melakukannya di waktu luang sebagai bagian dari proyek terimakasih. Bayangkan, saya secara nakal harus menyelinap dari Fitness center di mana saya bekerja pada tengah hari bolong, mengganti out fit gym saya dengan blazer dan rok untuk memberikan pengantar bagi logika berpikir ilmiah di sebuah sekolah menengah pertama di Kawasan kebayoran. Ketika itu, anak - anak yang saya hadapi adalah anak -anak kelas atas yang tingkat kecerdasannya di atas rata -rata. Membuat mereka mau memalingkan kepala mereka untuk mendengar saya berbicara benar -benar membutuhkan strategi. Namun kendati singkat (karena harus saya tinggalkan untuk menjalani program bahasa Italia di Siena Itali), kami bekerja sama dengan baik. Mereka ini, memiliki RITT yang sedikit agak tidak sopan. Namun, justru itu!.

Fokus saya pada dasar berpikir ilmiah, di inspirasi oleh kelas -kelas logika ilmiah dan filsafat ilmu, yang salah satunya di bawakan oleh Prof. Jujun Suria sumantri. Buku beliau Filsafat Ilmu adalah salah satu 'good read' yang harus di baca oleh mereka yang tertarik dalam dunia keilmiahan (atau scientifik-tapi saya tidak terlalu suka menggunakan kata scientifik).

Tapi sungguh, RITT itu sangat menganggu. Bayangkan saja, sedang enak -enak  jogging, tiba -tiba terpikir sesuatu dan seperti ada dorongan untuk mencari tahu akan hal tersebut 'detik ini juga!". Atau ketika saya sedang tidur tengah malam, tiba -tiba sebaris kalimat melewati benak saya, dan sontak saya merasa wajib untuk melestarikan kalimat tersebut dalam bentuk dokumentasi. Sayapun segera beranjak untuk mencari kertas dan bolpen sebagai alat yang paling saya andalkan dalam keadaan darurat seperti itu. Erratic atau impulsive?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun