Saat mendapatkan tiket promo Jakarta-KL pp seharga 125 ribu rupiah, saya membeli delapan buah tiket dalam dua kali pemesanan. Berhubung kurang teliti, pemesanan kedua memiliki tanggal dan jam penerbangan yang lebih lambat dua jam dibandingkan pesanan pertama. Waduh, gimana ini? Ya sudahlah ngaku dosa aja ama teman-teman yang nitip tiket belakangan. Perjalanan kali ini lumayan menantang, karena setengah dari grup ini adalah non traveler, apalagi backpacker. Dari awal saya sudah wanti-wanti bahwa kita akan menginap di backpacker hostel dengan bunk bed / tempat tidur bertingkat, meminimasi biaya transportasi dengan banyak menggunakan kendaraan umum atau berjalan kaki, tapi budget untuk makan normal karena saya suka menikmati berwisata kuliner. Semua setuju dengan syarat dan ketentuan yang saya ajukan, tetapi saya masih tetap khawatir. Tiga hari sebelum keberangkatan, kedua teman saya belum selesai bikin paspor dan kemungkinan akan jadi minggu depan. Mereka menyerah dan memutuskan tidak ikut. Sehari sebelum keberangkatan, suami tiba-tiba membatalkan keberangkatan karena ada pekerjaan urgent. Di hari H, berangkatlah kami berlima pukul 8:30 pagi dari Jakarta dan sampai di Kuala Lumpur pukul 11:30 waktu setempat.
Â
Berhubung pakai penerbangan murah, kami mendarat di LCCT KLIA. Teman yang pertama kali naik penerbangan murah ini mengeluh bahwa posisi duduknya yang di dekat sayap bergetar saat sangat bising Di sini ada dua counter penjual tiket bus untuk ke pusat kota, yaitu Aerobus (RM8 sekali jalan, RM14 pp) atau Skybus (RM9). Tadinya saya mau beli tiket Aerobus seperti biasa, tapi tidak seperti yang diiklankan, saat ini mereka cuma menjual tiket sekali jalan. Jadilah saya beli tiket Skybus, selain karena merasa ‘tertipu‘ dengan penawaran Aerobus, saya juga ingin membandingkan kedua bus tersebut. Keluar dari bangunan bandara, kami langsung dikerubuti calo penjual tiket bus. Saat kami melambaikan tiket, mereka baru bubar. Naik ke Skybus, ternyata perbedaan RM1 tidak terasa. Bus-nya sama dengan Aerobus yang pernah saya pakai. Nggak kecewa juga sih, kan kalo nggak pernah nyoba nggak akan tau bedanya. :p Lumayanlah bus ini ber-AC, jadi bisa tidur sekitar satu jam perjalanan menuju pusat kota. Sampai di KL Sentral kami makan nasi lemak (semacam nasi uduk) di salah satu food court, teman-teman pakai lauk daging rendang sementara saya lebih memilih sotong yang khas sini. Selesai makan kami membeli tiket LRT untuk ke Pasar Seni, yang hanya satu stop dari KL Sentral. Sesampainya kami di stasiun LRT Pasar Seni, salah satu teman mulai ragu-ragu karena daerah ini tampak kumuh. Kamipun berjalan menuju daerah Chinatown, dan berhenti untuk menyeberang jalan. Saat saya beritahu bahwa akan menginap di sini, teman saya tidak dapat lagi menyembunyikan kekagetannya. Dia langsung menanyakan apakah tidak ada tempat lain untuk menginap, hehe... Terpaksa saya bujuk supaya mau masuk dulu dan melihat kondisi kamar yang sudah dipesan. Kami pun check in, dan mendaftarkan paspor pada resepsionis. Saat melihat kamar kami yang berisi tiga tempat tidur tingkat, teman saya semakin kecewa, karena meskipun sesuai dengan foto di situsnya, kamar ini lebih sempit dari yang dia bayangkan. Sayapun memberi pengertian bahwa toh kita hanya akan butuh tidur disini, jadi tidak perlu kamar yang luas. Setelah menyimpan backpack, kami kembali berjalan ke Pasar Seni untuk pakai LRT kembali ke KL Sentral.
Â
Di KL Sentral kami membeli tiket KTM Komuter Train menuju Batu Caves. Kereta yang setiap jendelanya berhiaskan stiker bendera Malaysia ini berjalan dengan frekuensi dua hingga empat kereta tiap jam-nya. Baru terlihat bukit-bukit cadas dari jendela kereta, dan sampailah kami di Batu Caves. Wow, waktu perjalanan jauh lebih singkat dari yang kami perkirakan. Keluar dari stasiun kereta, kami disambut oleh patung setinggi 15 meter, yang langsung kami tebak sebagai Hanuman. Selama ini saya terbiasa melihat Hanuman yang digambarkan sebagai kera putih di pewayangan Jawa, jadi saya merasa sedikit aneh melihat Hanuman yang berwarna hijau. Meskipun mengenakan semacam celana berhias kain selendang dan mengenakan mahkota, patung ini berwajah kera dan mengepalkan kedua tangannya yang dilipat didepan dada. Beberapa teman menyempatkan diri berfoto dengan pose yang disamakan dengan patung Hanuman sebagai latar belakang, semoga hal ini tidak menyinggung orang-orang yang beribadah disana. Tak jauh berjalan dari lokasi Hanuman, menjulang setinggi 42,7 meter patung Dewa Murugan berwarna keemasan. Tak sekedar mengagumi patung raksasa tersebut, disebelahnya terdapat kuil Hindu berhias relief patung berwarna-warni. Nggak banyak yang tau, nama resmi kuil yang berlokasi 13km sebelah utara Kuala Lumpur ini adalah Batumalai Sri Subramaniar Swamy Devasthanam. Tampaknya nama Batu Caves alias Gua Batu jauh lebih terkenal. Di pelataran depan kuil, banyak burung gemuk yang makan dan berjalan-jalan. Iya benar, burung-burung itu berjalan dengan kedua kakinya. Saat ada orang lewat, dengan malas mereka terbang rendah, untuk kemudian kembali berjalan-jalan mencari makanan. Diantara kuil dan patung Dewa Murugan, terbentanglah 272 anak tangga menuju goa batu yang sesungguhnya. Nah lho… Saya dan teman-teman saling bertatapan, tertawa bersama, lalu mulai menaiki tangga tersebut satu demi satu. Beberapa langkah pertama saya masih berfoto-foto dengan telepon genggam, tetapi sekelebat saya melihat seekor monyet mengambil kaleng bekas minuman orang, dan berusaha meminum sisa isinya. Buru-buru saya simpan telepon genggam dalam saku dan memegang erat-erat botol minuman, takut diambil monyet.
Â
Dari Batu Caves kami kembali ke KL Sentral dengan KTM Komuter Train lalu ke Pasar Seni pakai LRT. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H