Saya bukan asli Manado, saya pendatang dari Medan yang mencoba peruntungan di tempat ini sejak sekitar satu setangah tahun yang lalu. Sebenarnya sudah kira-kira seminggu ini setiap hari pasti hujan di Manado. Â Saya kerja di sebuah perusahaan modal asing di kaki gunung Klabat, tapi saya kos di Manado.
Tapi berbeda dengan yang saya rasakan dua hari yang lalu. Â Malam itu sekitar pukul 9 - 10, saya rasakan curah hujan yang turun tidak seperti biasa. Â Angin begitu kuat dan petirnya membuat bulu tengkuk berdiri. Â Saya lihat aplikasi cuaca di selular pintar saya. Â Disitu statusnya yang tertulis: thunderstorm dengan temperatur udara tertinggi 26C. Â Saya lihat ramalan untuk besok dan seterusnya. Â Sampai Jumat 17 Januari 2014 besok masih sama.
Perasaan saya jelas tidak enak. Â Dan mati lampu lagi.
Saya putuskan malam itu juga, sekitaran pukul 11 - 12 untuk bergerak saja ke pabrik di kaki gunung Klabat. Â Saya ambil semua yang bisa dimuat di bangku depan mobil Pick Up yang biasa saya kendarai. Â Beberapa potong pakaian saya masukkan di ransel. Â Kemudian laptop, semua gadget (Selular dan kamera). Â Tak ketinggalan 8 kotak plastik koleksi benih tanaman jualan saya. Â Masih ada beberapa order yang belum saya kemas. Â Dikerjakan di pabrik saja. Â Oh ya... di pabrik ada semacam mass yang bisa ditempati staff senior seperti saya. Â Dari rumah kayu khas Minahasa yang apik dan nyaman.
Saya beruntung bertindak cepat. Â Tak saya sesali walau menerjang badai untuk mencapai Lembean (desa di kaki gunung Klabat) tempat saya bekerja. Â Pohon-pohon banyak yang tumbang. Â Anginnya luar biasa.
Sampai pabrik, hanya ada securiti. Â Beliau saya ajak meringkuk ke rumah kayu, daripada kedinginan di pos kecil. Â Tidak ada siapa-siapa di pabrik. Â Kebetulan pabrik belum beroperasi karna liburan Tahun Baru.
Gelap dan hujan petir. Â Kami lewati malam itu dengan tidak tidur. Â Ngopi dan ngobrol saja. Â Sambil was-was, soalnya rumah kayu ini juga tak henti-hentinya berderak-derak.
Keesokan harinya terdengar kabar dari pak Ello teman kerja saya yang tinggal di Winangun - Manado (kawasan sedikit di pinggiran kota yang cukup tinggi) bahwa Manado sudah lumpuh. Â Longsor di banyak ruas jalan dari Amurang dan Tomohon. Â Jembatan banyak yang runtuh dan beberapa kawasan sudah terendam air sampai seleher.
Pak Ello sendiri terlihat was-was. Â Maklum, istrinya baru melahirkan anak pertamanya bulan Desember lalu. Â Jam 9 pagi, pabrik belum beraktifitas full. Â Seperti biasa saya membuat kopi untuk sarapan pagi. Â Sambil ngobrol dengan pak Ello, was was menatap langit yang seperti hendak jatuh, dan hujan yang tak henti-henti serta petir yang menggelegar terus.
Telepon masuk di selular pak Ello. Â Maitua (istri) beliau memanggil, katanya tembok belakang rumah mereka sudah ambrol. Â Air sudah masuk ke rumah menghanyutkan apa saja. Â Pak Ello terlihat panik. Â Kopi belum diseruput sudah teriak teriak manggil James (supir).
Sekitar jam 9 malam baru pak James pulang dengan wajah sangat shock. Â Katanya macet di Ringroad. Â Macet luar biasa. Â Jembatan di depan Mantos sudah rusak berat. Transportasi dialihkan semua ke Ringroad.