PEMASARAN kontroversial adalah strategi pemasaran yang sengaja memicu perdebatan, provokasi, atau bahkan kemarahan dari publik. Tujuannya bisa beragam, mulai dari meningkatkan kesadaran merek, membangkitkan perbincangan, hingga mendapatkan perhatian media yang luas.
Mengapa banyak perusahaan melakukannya?Â
Dengan menciptakan kontroversi, merek dapat dengan cepat menarik perhatian publik dan menjadi topik pembicaraan hangat, kontroversi mendorong orang untuk berdiskusi dan berbagi pendapat tentang merek, sehingga meningkatkan keterlibatan audiens, kontroversi dapat membantu merek menonjol dan diingat oleh konsumen, dan beberapa merek sengaja menciptakan kontroversi untuk menarik perhatian segmen pasar tertentu yang cenderung menyukai hal-hal yang provokatif.
Kontroversi sendiri mempunyai tujuan untuk mendapat atention dan interest berlebih, yang dalam hal ini sama sekali tidak punyai value. Tujuan terpenting dari kontroversi itu bisa meraih kepopuleran secara instan. Dalam peribahasa Arab dikatakan Khalif Tu'raf, kalau anda ingin terkenal maka yang harus dilakukan adalah menyelisihi orang atau sesuatu yang mainstream. Bahkan secara ekstrem ada jargon mengatakan, jika anda ingin lebih terkenal maka kencingilah air zamzam. Semakin besar kontroversi dibuat akan banyak menuai attention dan interest.
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam menjalankan pemasaran kontroversial ini pertama adalah iklan/konten provokatif bisa berupa vandalism, caci maki atau humor hitam. Kedua, endorsement figure kontroversi yang memenuhi kriteria untuk proses ini sebagai brand ambassador. Ketiga, mengangkat isu-isu yang sensitif seperti politik, agama atau ras. Keempat, strategi Guerrilla yaitu menggunakan taktik yang tidak biasa dan mengejutkan. Pemasaran kontroversial ini sering dilakukan oleh tim sukses pemenangan pada pemilihan umum.
Itulah yang dilakukan Livello Machiavelli ketika menjadi ketua tim pemenangan pemilihan Wali Kota Venesia, ibu kota daerah Veneto. Di atas meja rapat, Machiavelli bersama staf-nya telah menganalisa dengan seksama SWOT (strength, weakness, opportunity and threat) kandidat lawan.
Menemukan dan memilih hal yang paling mungkin untuk mendowngrade lawan mutlak dilakukan, menerapkan kontroversi dan menyerap atensi dan interest dari masyarakat untuk kemudian dikonversikan ke langkah selanjutnya. Dan pilihan itu jatuh pada sepak bola, sebuah dunia yang harusnya penuh sportifitas ditarik dalam ranah politik.
Karena kebetulan Alfonso Signore, calon wali kota kubu lawan adalah manager sekaligus pemilik klub sepak bola FC Venesia yang minim prestasi, capaian terbesarnya meraih juara coppa Italia tahun 1940-1941, mencapai posisi 3 di musim berikutnya dan mengalami puasa gelar teramat lama! Â
Hal inilah yang menjadi amunisi awal Machiavelli untuk menghantam lawan, apalagi FC Venesia pada tahun ini menempati posisi kedua dari bawah pada klasemen liga Seri A, hal pertama dilakukan menyiapkan iklan/konten provokatif, memilih endorsement figure yang kemudian dikonfigurasikan dengan situasi Stockholm Syndrome dan turunannya.
Di media sosial, Machiavelli memunculkan isu-isu yang kadang sama sekali tidak terkait dengan visi misi dan program dalam kampanye, terus melakukan floding dengan ujaran-ujaran tak masuk akal. Â
Sebagai pemilik klub, dipropagandakanlah Alfonso harus cabut dari kepemilikannya, dibenturkan dengan komunitas suporter klub sepak bola dan lain sebagainya. Â Apapun dilakukan dengan tujuan target "audiens tertarik" dan yakin bahwa pesan kontroversial akan resonan dengan mereka. Khalif Tu'Raf!