Menuju Kepolosan Kedua

BEBERAPA hari belakangan ini mencermati pergerakan kampanye calon Wali Kota Semarang, Yoyok Sukawi dan pasangannya Joko Santoso (Yoyok-Joss) di media massa, yang intens terjun ke segala lapisan masyarakat dari berbagai profesi, usia dan golongan mencerminkan kesungguhan pasangan ini untuk segera membuat Kota Semarang menjadi maju dan bermartabat adalah keniscayaan. 

Dengan konsep "bocahe dewe" Yoyok-Joss melakukan immersion journey dalam proses pergerakannya tersebut.  Istilah immersion berarti membenamkan atau mencelupkan, menyerap atau terlibat dalam sebuah aktivitas masyarakat untuk bersama-sama menjadi kelompok baru yang paham dengan konsep pembelajaran, komunikasi dan berlatih hingga semuanya bisa berhasil dengan baik.

Kesungguhan Yoyok-Joss untuk mendekatkan program Hasta Karya dan 7 program prioritas dalam setiap kesempatan kepada masyarakat seolah menemukan gayanya yang neumenon dan impresif. 

Pada awalnya Hasta Karya akan sulit terpahami, Semarang Pinter Lan Sehat, Semarang Ngopeni, Semarang Mulyo, Semarang Keren, Semarang Tentrem, Semarang Ijo Royo-royo, Semarang Mbangun, dan Semarang Berseri seolah berada di luar jangkauan, sulit terealisasi dan merupakan program yang belum jelas (implied programs). 

Namun Yoyok-Joss menuangkan seluruh pemikirannya dan mengarahkan dirinya pada koherensi dalam lingkungan yang paling akhir dan ultim.  Hingga suluk Hasta Karya ini mengutarakan form of world coherence-nya, yaitu aspek menyeluruh tentang lanskap Kota Semarang dan lingkungannya, yang juga keseluruhan terhadap dirinya dengan merajut account giving yang tidak melulu untuk sekadar senang, namun juga mengutarakan pilihannya untuk kita semua, yaitu Semarang Maju dan Bermartabat.

Atas pilihan dan jawaban Yoyok-Joss, baik itu berupa saran, kritik dan bahkan "serangan" dalam setiap kesempatan ketika bertemu dengan warga Kota Semarang, baik secara langsung atau melalui media sosial, nampaknya pasangan ini mengungkapkan pilihannya pada "kepolosan kedua"(Second Naivete), sebuah kajian yang pernah dilontarkan Paul Ricoeur mengenai "beyond the desert (Rational stage) of criticism, we wish to be called again". 

Artinya Yoyok-Joss telah membingkai pandangan hidupnya lebih utuh, menggabungkan rasio dan sumber ketidaksadaran,  peka terhadap fakta, bahwa hidup lebih merupakan anugrah pemberian daripada sebuah upaya rasional. 

Inilah yang disebut dengan "kerendahan hati" epistomologis.  Ya, Hasta Karya  adalah sesuatu yang membahas atau merencanakan dengan kedalaman mengenai proses usaha manusia dalam memperoleh ilmu, seperti sumber, struktur, macam metode dan validitas pengetahuan menuju kearah kemajuan dan bermartabat.

Mencermati "kepolosan kedua" Yoyok-Joss yang dituangkan dalam Hasta Karya dan 7 program prioritas tentu tidak muncul ujug-ujug.  Ada sebuah proses yang dilalui, dalam hal ini adalah  kesadaran diri (self awareness) yaitu kapasitas untuk memahami diri, kesadaran terhadap pikiran, evaluasi diri, memahami kekuatan, kelemahan, nilai, dorongan dan dampaknya bagi orang lain.

Seseorang yang mempunyai self awareness yang baik akan lebih bisa mengontrol emosinya dengan mudah, selain itu akan bisa membaca situasi sekitar, mudah memahami orang lain, serta mengerti harapan dan ekspektasi orang lain terhadap dirinya.