VITO CORLEONE (Marlon Brando) menghela napas panjang, dengan sangat tenang ia merespons seluruh laporan hasil dari tim bisnisnya sambil tersenyum.  Betapa ia mengerti bahwa kompetisi dengan "musuh" bisnisnya merupakan jalan yang harus dilalui dengan kekuatan dan ketenangan maksimal, dengan itulah ia mempunyai prinsip yang kuat dan tepat dalam  mengambil keputusan. Â
Ketika Corleone mendengar nada-nada miring mengenai dan tentangnya, framing yang membabi buta tentang kegagalannya, Corleone dengan nada yang tak lantang dengan gesture yang autentik telah menunjukkan bahwa prinsipnya adalah, tidak mau terlihat bodoh, lebih mengutamakan logika daripada emosi.
Selepas laporan diterima dan Corleone mengetahui siapa saja musuh-musuhnya ia bersikap rasional dan dingin. "Buatlah temanmu dekat, tapi musuhmu lebih dekat lagi", ungkapnya tenang. Â
Dan ia malah mendatangi sebuah pesta yang diadakan oleh musuhnya, membuat sebuah pertemuan dan mengakhiri permusuhan secara logis, sebab ada yang lebih besar dari itu semua, yaitu kejayaan dan cita-cita bersama yaitu mewujudkan sebuah kondisi yang saling menguntungkan dan membuat nyaman seluruh kota. Etika kepada musuh inilah salah satu kekuatan dari keluarga Corleone.
##
Sebagaimana yang dilakukan Yoyok Sukawi dan Joko Santoso (Yoyok-Joss) dalam program kerjanya sebagai kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Semarang, Â dengan mengusung program Semarang Mulyo tentu bukan persoalan mudah. Â Ada banyak hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang. Â
Membangun central business district, penyediaan lapangan kerja berkualitas, membangun sentra galeri kreatif, pemberdayaan dan bantuan modal UMKM di setiap RT tentu tidak cukup. Â
Masih banyak hal lagi yang harus diimpikan untuk menjadi "Semarang Mulyo", maka sebagaimana Corleone, Yoyok-Joss tidak begitu peduli dengan framing yang meruntuhkan semangat untuk mewujudkan program prioritas ini.
Ketika dalam survey baru-baru ini sentimen negatif ke Yoyok-Joss meningkat, ia justru menyambangi semua kalangan untuk mengingatkan pentingnya kebersamaan, memberikan ruang istirahat dan menyediakan makan minum gratis bagi siapa saja yang datang ke posko "bocahe dewe". Â
Yoyok-Joss agaknya mengerti benar bahwa menguatkan kerja sama dan kolaborasi terus menerus tidak hanya akan membuat Semarang Maju saja, tapi akan lebih menjadi kota yang bermartabat. Â
Yoyok-Joss lebih mengedepankan keakraban berwarganegara sebagai jalan untuk melakukan dialog secara terus menerus, hingga mencapai kepakatan-kesepakatan untuk terwujudnya Semarang Mulyo ini.
Dalam hal lain, Roman Abramovic membutuhkan bertahun-tahun untuk menjadikan FC Chelsea menjadi kekuatan baru di liga Inggris hingga ia tergantikan dan membuat Chelsea tidak begitu menantang. Â
Sheikh Mansour bin Zayed al Nahyan perlu menggelontorkan stimulus yang besar, untuk membuat Manchester City Berjaya seperti sekarang. Hal itu menandakan bahwa mengelola sebuah klub sepak bola tidak segampang yang dikira. Maka caci maki dan nyiyiran yang ditimpakan kepada Yoyok Sukawi sebagai CEO PSIS dianggap sebagai stimulus untuk terus menerus meningkatkan performa, sejalan dengan ungkapan Vito Corleone, "Great man are not born great, they grow great." Ya, semua membutuhkan proses yang melelahkan dan panjang untuk menjadi maju dan bermartabat.
Pun cita-cita besar dalam Hasta Karya yang diusung oleh Yoyok-Joss memerlukan visi dan misi yang kudu disengkuyung bersama. Tak ada jalan lain bahwa program yang sudah dirancang sedemikian rupa ini akan menemukan ketepatannya ketika masyarakat Semarang juga ikut mempelajari, mendukung, dan mewujudkan secara bersamaan. Â
Sekali lagi tentu tidak gampang, Yoyok-Joss akan menuai banyak kritikan dan kecaman ketika memulai proses pengenalan ini di masa kampanye.
Yoyok-Joss akan selalu menganggap sebagai bocahe dewe, karena apapun itu adalah segala tindakan untuk mencapai kemajuan, sebagaimana nasihat Vito Corleone kepada anaknya Michael Corleone ketika menerima banyak cacian makian dan hujatan dari musuh-musuhnya dalam film Godfather yang memukau sepanjang masa.
"Terimalah rasa sakit, tersenyumlah jika dihina, rangkullah rasa sakit, karena dalam sakit itu adalah ujian untuk mencapai sukses. Ujian untuk mewujudkan dirimu bermartabat. Dan yang harus kamu ketahui, dari rasa sakit itulah muncul satu-satunya pertanyaan, apakah kamu benar ingin mewujudkan tujuanmu atau kamu adalah seorang yang omong kosong?" (wartosae)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H