Mohon tunggu...
Toyibin S.Pd
Toyibin S.Pd Mohon Tunggu... -

Guru SMP N 3 Talang kabupaten Tegal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum 2013 yang Setengah Hati

23 Agustus 2014   09:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:47 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Memasuki tahun 2013, dunia pendidikan dihiasi dengan beberapa sekolah yang telah melaksanakan kurikulum 2013 dan dilaksanakan secara serentak mulai tahun 2014. Mencermati isi kurikulum 2013 memang diakui bagus isinya dibanding kurikulum sebelumnya, tetapi karena berbagai sarana penunjang yang belum disiapkan oleh pemerintah dengan baik sehingga berjalan di sekolah-sekolah hanya setengah hati.

Bagaimana mungkin pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, jika sumber belajar  utama berupa buku siswa belum dipegang oleh siswa. Sementara pembelajaran dalam kurikulum sangat menekankan aktivitas siswa. Guru juga bingung harus melakukan pembelajaran model apa untuk mengajarkan materi sesuai yang diharapkan dalam kurikulum 2013. Masih banyak guru-guru dilapangan yang belum dibekali dengan pelatihan kurikulum baru tersebut, yang akhirnya para guru tersebut memilih untuk kembali pada pembelajaran lama (kurikulum 2006). Namun demikian banyak pula guru yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menerapakan pembelajaran sesuai kurikulum 2013.Tanpa sarana pendukung yang memadai rasanya sangat sulit bagi guru untuk memperoleh hasil yang maksimal dari adanya perubahan kurikulum 2013.

Banyaknya administrasi penilaian dalam kurikulum 2013 juga merupakan salah satu penghambat guru untuk beraktivitas lebih dalam pembelajaran. Menurut saya, dengan banyaknya penilaian telah menjatuhkan esensi dari kurikulum 2013 itu sendiri karena lebih mementingkan penilaian dibandingkan pembelajaran itu sendiri bagi guru. Guru dalam pembelajaran merasa dikejar-kejar oleh penilaian yang cukup banyaknya tiap-tiap KD. Inilah yang harus diperbaiki oleh pemerintah agar pelaksanaan kurikulum berjalan sesuai arah yang dikehendaki.

Sistem konversi nilai dari skala 100 ke skala 4, kalo kita cermati buat apa harus dikonversi? rasanya tidak ada manfaatnya... kalo mau membuat nilai A, B, C, D atau E bisa saja membuat panduan nilai dari skala 100 lalu dibuat rentang tertentu untuk nilai A, B, C, D atau E. Ini yang membuat saya berpikir kenapa pemerintah harus membuat nilai skala 4 yang tiada arti dan  juga masih simpang siur ketentuannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun