[caption id="attachment_142964" align="alignnone" width="609" caption="Jalan Raya (KOMPAS/AGUS MULYADI)"][/caption] Mungkin semua orang juga sudah pada tahu bagaimana perilaku para pengguna jalan di Indonesia, suka-suka dan semau gue. Jangan-jangan kita juga termasuk di dalamnya. Yuk kita bahas satu-persatu. Kita urai benang kusut ini. Trotoar & Separator Hahaha..trotoar menjadi jalan alternatif buat pengendara motor menghindari kemacetan. Trus kemana pejalan kaki? ya dengan berat hati minggir menepi ke tembok mencari selamat. Belum lagi ulah pedagang kaki lima. Dengan alasan mencari rezeki memanfaatkan “ketidak-tegaan” hati aparat. Belum lagi aparat itu sendiri yang memelihara dengan menarik pungutan tiap harinya. Jadinya berkesan legal, pas saat digusur teriak-teriak tidak terima. Ya itu alasannya, “sudah bayar iuran” Benar kata mereka “waktu adalah uang”, idiom ini berlaku pula di jalan raya dan banyak dipraktekkan secara sukses. Guna memangkas waktu, separator jalan antara dua lajur diterobos untuk mutar arah, tidak sudi memutar pada tempatnya. Hebat bukan? Separator dan lajur khusus Trans Jakarta atau Bus Way pun bernasib sial yang sama. Sudah tidak perlu dibahas lebih lanjut. Korban sudah banyak berjatuhan, namun masih saja terulang. Pejalan kaki terlindas, pemotor tergilas. Lho kok bisa? kan sudah ada penyeberangan sendiri. Kan sudah ada jalur masing-masing? kan sudah. Kan begitu, Kan…kan…tahu ah! Rambu-Rambu Masyarakat Indonesia memang sangat amat kreatif. Kalau di luar sana patung, hiasan bunga, lampu – lampu indah yang jadi penghias trotoar. Di sini beda, rambu-rambu lalu lintas yang jadi “penghias” tepi jalan. Rambu ada namun selalu dilanggar. Rambu terpasang, namun dianggap tidak pernah ada. Rambu berdiri, namun dibiarkan dan dicuekin. Peraturan dibuat memang untuk dilanggar. Demikian pesannya. Lampu ijo, kuning, merah sering juga menjadi langganan buat mereka yang buta warna. Main serobot aja, tidak paham kalau tindakan bodohnya bisa mencelakakan diri sendiri dan orang lain. Benar-benar melatih insting, sudah pada sakti, mungkin turunan jawara dan pendekar – pendekar pilih tanding jaman dulu, mengasah indera ke tujuh di jalan raya. Kelengkapan kendaraan Sudah bagus-bagus dari pabriknya spion itu terpasang ya sepasang, kanan dan kiri. Ibarat suami istri saling melengkapi. Namun karena alasan modifikasi, spion hanya terpasang satu, entah di kanan atau di kiri. Spion hanya jadi penghias (Sama kayak rambu-rambu lalin), sudah cuma satu, mana kacanya gak ada pula…hahaha.. Ada lagi yang cuma masang satu, trus arah spionnya menunduk kebawah, malu. Ada juga yang mengarah ke atas, sombong. Siapa tahu ada pesawat mau nabrak dari atas. Nampak bodoh namun tidak berasa. Mau tahu tindakan bodoh lainnya? memasang lampu bening/putih pada lampu rem belakang. Hahahaha..gagah katanya, Silau bro! Lampu yang sudah standar warna merah buat lampu rem, dengan sok tahunya diganti dengan lampu bening yang seharusnya dipasang di depan. Memang sudah punya bakat buat membunuh orang lain. Yang lagi nge-trend, memasang bohlam/lampu HID atau yang berdaya besar . Keren sih, terang banget, iya buat situ. Buat saya sih sama saja nantangin pengguna jalan lainnya buat ngejungkel di aspal. Terang memang, namun bohlam itu sangat amat menyilaukan pengendara yang ada di jalur lawan. Apalagi bila tidak ada cut off nya, tidak mau nunduk, lampunya nyorot terus seperti om-om habis minum viagra 3 biji. Extra grengg! Sopan santun Ini yang sering bikin saya kesal. Lampu baru saja berubah hijau dalam sekali tarikan nafas, di belakang, deretan ke-tiga sampai terus di belakangnya sudah pada sibuk pencet klakson, terutama pengguna roda empat. Padahal baris paling depan baru saja akan bergerak. Tidak sabar benar bangsa ini, sok buru-buru. Itu belum seberapa, yang lebih kurang ajar lagi perilaku pengemudi bus lintas propinsi. Kebetulan saya suka turing, meski sekarang sudah tidak pernah jalan – jalan jauh lagi. Mereka para pengemudi benar-benar tidak sopan dan kurang ajar kelewatan saat memaksakan diri buat nyalip kendaraan di depannya. Motor, yang berada di lajur berlawanan, apalagi hanya sebiji dianggap tidak ada, main terobos aja. Mau selamat ya terpaksa menepi ke bahu jalan. Kalau anda latah atau tidak sigap, ya bisa-bisa masuk ke sawah atau terjerembab ke tanah yang ada di pinggir aspal. “Jalan punya kita, yang lain mohon minggir!” Itu mungkin yang ada di benak mereka-mereka yang suka melakukan turing dengan konvoi lebih dari 5 -6 motor ke atas. Selama ini perilaku tersebut sering disorotkan ke muka para pengendara Harley, padahal tidak demikian. Klub motor bebekpun tidak kalah heboh dengan mbahnya, pakai sirine segala. Emang rombongan ambulan apa? Kelengkapan Safety Sadar gak sadar penggunaan helm itu lebih dikarenakan takut kena tilang daripada demi keselamatan kepala si pengendara itu sendiri. Gak percaya? lihat saja di jalan- jalan yang tidak masuk kawasan tertib lalu lintas, atau di jalan kecil yang jarang ada polisi ngapel. Banyak dijumpai pengendara motor tidak pakai helm. Main geber gas tanpa mikir itu otak gak dilindungi. Apa memang gak punya otak? wes mbuh Yang lucu lagi, seperti yang pernah saya tulis mengenai “Jilbab dan Helm, polisipun tersenyum“. Fungsi helm bisa digantikan oleh jilbab, songkok, kopiah, kemben, baju adat. Tidak percaya? berlibur saja ke Bali dan buktikan tulisan saya ini. Maaf ini bukan menyangkut SARA atau kepercayaan tertentu—saya juga muslim—namun ini menyangkut nyawa sampeyan, kawan. Ini menyangkut organ vital, yang mana bila organ ini mati, mati pula tubuh secara keseluruhan. Otak. Pengecualian bila otaknya ditaruh di dengkul, mungkin tidak perlu lagi yang namanya helm, cukup lindungi dengkul sampeyan :p Solusi Itu mungkin segelintir hal perihal yang kelihatannya sepele namun bisa sangat berbahaya bila dibiarkan menjadi kebiasaan akut. Bertindak menurut zona diri sendiri tanpa memikirkan zona orang lain yang juga mempunyai hak yang sama. Kecuali mereka – mereka yang tidak pernah membayar pajak..hehehe. Yang mobilnya keren, mulus seperti paha sapi tapi bodong. Yang motornya kencang sekelebat lemparan upil Superman tapi tidak ada surat-suratnya. Sorry to says, jalan umum bukan tempat kalian berada. Pajang di garasi dan kasih bingkai cantik berwarna pink Safety riding, itu kampanye yang bagus. Namun jangan disempitkan artinya hanya seperti memakai baju zirah, memang mau berangkat perang Bharatayudha? namun artikan safety riding itu sebagai tindakan kita dalam memposisikan diri pada situasi dan kondisi se-aman dan se-ideal mungkin. Buat diri sendiri dan orang lain di jalan tentunya.
- Belajar lagi mengenai rambu – rambu, sadarlah kawan, itu bukan pajangan tapi peringatan dan perintah. Pelajari arti dan amalkan segera.
- Anggap trotoar tidak ada, bayangkan itu pekarangan orang lain dengan rumput hijau ada tulisan; JANGAN DIINJAK, yang di atasnya berlompatan kelinci-kelinci imut nan lucu. Masak tega melindasnya?
- Beli spion baru kalau kawan hanya punya satu. Bayangkan itu diri sendiri, memang enak hidup ngejomblo terus gak ada teman berbagi? Hanya pasang spion satu..hmmm jangan-jangan kawan homo?
- Segera periksa ke dokter mata, apakah terkena buta warna. Ingat, merah itu untuk berhenti, kuning, hati-hati(seringnya malah ngegas sekencang-kencangnya) dan hijau itu buat silahkan pelintir gas dan lajukan.
- Buat yang suka turing, kalau bisa turing itu dengan sedikit anggota yang dipecah-pecah dalam beberapa kelompok turing. Satu kelompok maksimal berisi 4 – 5 motor saja. Lebih aman, lancar dan tidak beresiko mengusik pengguna jalan lainnya.
- Buang ke tempat sampah lampu-lampu yang tidak pada tempatnya, kembalikan fungsi yang seharusnya. Atau memasang reflektor yang sesuai dengan bohlam HID kawan, jadi sorot lampu bisa fokus ke depan tidak menyebar kemana-mana. Boleh gaya-gayaan, namun kalau membahayakan orang lain buat apa?
- Meskipun mau berangkat ke Masjid, mau sembahyang ke Pura dengan menggunakan motor, usahakan memakai helm. Amal ibadah kawan semua tidak bakal berkurang kok berangkat ibadah memakai helm, kan nanti dilepas saat beribadah.
Hati-hati di jalan, semoga selamat sampai tujuan, jangan sampai kita menjadi pelaku “korupsi” di jalan raya. Keep safety!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H