Mohon tunggu...
pramujito totok
pramujito totok Mohon Tunggu... Montir - pengamat sosial

aktif dalam pelayanan sosial di desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paskah dan Makna Eksistensi Gereja

27 Maret 2018   14:53 Diperbarui: 27 Maret 2018   15:11 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semangat paskah di Indonesia oleh PGI dan KWI pada tahun 2018 mengusung tema "KARYA TERBESAR"memberi makna bahwa kehadiran Gereja hendaknya bisa menjadi berkat bagi masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Untuk  mewujudkan harapan tersebut Gereja Katholik  memberikan arah dasar dan  pengembangan Gereja dalam arti luas semestinya semakin menegaskan visi  dan misi Gereja, penegasan peranan jemaat dengan tingkat pemahaman  intelektualitas generasi muda yang semakin mapan dalam menjawab  tantangan jaman dalam berbagai aspek kehidupan, seperti keluarga,  pendidikan formal, lingkungan masyarakat/Gereja, yang berdampak bagi  masyarakat luas. Sedangkan bagi Gereja-Gereja Kristen dilakukan dengan  pengembangan pelayanan diakonia kontekstual yang sesuai dengan kebutuhan  lokalitasnya.

Tema Paskah Tahun 2018 mengajak seluruh umat  kristiani untuk semakin menunjukkan arah akan tugas dan panggilan Gereja  dalam melayani dunia. Merefleksikan Paskah sebagai momentum untuk  membangun, semangat berkorban dan mewujudkan Keadilan, Perdamaian dan  Keutuhan Ciptaan bagi seluruh ciptaan.

Dengan Paskah memberi makna  bahwa eksistensi Gereja hendaknya mampu menangkap makna bahwa melihat  kejadian-kejadian yang dialami Gereja akhir-akhir ini sangatlah bertali  temali dengan tanggapan lingkungan sosialnya, dimana posisi Gereja ada  yang sangat cair dengan lingkungan sekitarnya namun ada juga Gereja yang justru semakin elitis dan menutup diri dengan lingkungan sekitarnya. Untuk itu semua dibutuhkan suatu kreativitas dalam pelayanan secara  okumene sehingga semakin menjawab kebutuhan nyata permasalahan yang  dihadapi Gereja dengan melibatkan seluruh aspek didalamnya.

Dengan  demikian refleksi paskah tidaklah cukup disuarakan saja tetapi perlu  diwujudnyatakan bagaimana merubah sistim dan struktur birokrasi dari  kekuatan dan ikatan-ikatan yang merong-rong KPKC itu sendiri. Hal ini  tidak begitu menjadi masalah bagi Gereja-Gereja presbiterian, namun akan  menjadi tantangan besar bagi Gereja yang memiliki struktur besar.

Gereja  yang hidup adalah yang bersaksi bagaimana mengejawantahkan nilai-nilai  ajaran sesuai dengan semangat injil yaitu mengembangkan kasih bagi  sesama. Menjadi saksi Kristus adalah tugas Gereja dan warganya yang  berlaku sepanjang masa dan bukan hanya bersaksi (marturia), tapi juga  bersekutu (koinonia), melayani (diakonia). Inilah yang disebut tri tugas  Gereja. Gereja dan warganya terpanggil untuk memberitakan berita  kesukaan dari Allah bagi semua orang menjadi percaya dan diselamatkan.

Tugas  besar yang dilakukan Gereja adalah menempatkan Gereja pada karya  keselamatan dari Allah yang ditujukan kepada semua manusia dan ciptaan.  Oleh sebab itu semua kegiatan Gereja harus berhubungan dengan karya  penyelamatan Tuhan bagi dunia ini. Artinya melibatkan secara langsung  warganya pada kehidupan sehari-hari untuk bersosialisasi dan  berkontribusi bagi lingkungan social mereka.

Lalu bagaimana Gereja  menjadi berkat bagi bangsa ? Sebaiknya memang Gereja menyatu dengan  lingkungannya dalam arti tidak atau jangan memisahkan diri dengan alasan  pembenaran apapun, karena kehadiran Gereja bukan dimaknai hadirnya  bangunan megah atau komunitas yang tertutup tetapi Gereja yang terbuka  bagi siapa saja. 

Dengan demikian maka Gereja juga harus menjalankan misi  kemanusiaan. Artinya, Gereja harus punya kepedulian sosial. "Ketika ia  hadir untuk kemanusiaan, itu menunjukaan Gereja yang hidup. Gereja  hendaknya ada sebagai bagian dari komunitas bangsa ini, karena secara  langsung atau tidak Gereja ikut menentukan arah bangsa. Di sini Gereja  harus benar-benar berubah dan mentranformasi diri, menata dan  menempatkan kembali seperti tugas Gereja mula-mula. Gereja jangan  memprioritaskan pelayanan internal jemaatnya semata, tetapi itu Gereja  harus berani lebih terbuka menyatakan kehadirannya sebagai bagian yang  tidak terpisahkan dari lingkungan habitusnya.

Gereja yang Tanggap  akan tugas panggilannya tidak akan terhanyut ikut arus tetapi akan  berubah dan memberi makna bahwa eksistensi Gereja janganlah hanya dirasakan oleh jemaatnya saja, tetapi harus dirasakan semua orang,  karena kita sadar bahwa sebagai bagian dari kehidupan Berbangsa dan  Bernegara wajib mengamalkan Pancasila sebagai kesempatan istimewa bagi  kita untuk makin mampu memahami kehendak Allah bagi bangsa kita,  khususnya terkait dengan kesatuan dan keragaman bangsa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun