Mohon tunggu...
Toto Legowo
Toto Legowo Mohon Tunggu... -

Saya seorang guru Matematika di SMP N 2 Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ikhlas

9 Oktober 2013   07:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:47 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

IKHLAS

Kisah ini merupakan pengalaman pribadi, yang membuat aku banyak belajar tentang rasa syukur dan ikhlas  dalam hidup ini. Kisah bermula dari terpilihnya aku sebagai peserta beasiswa Pendidikan Profesi Guru di salah satu Universitas di Jakarta. Awalnya stress juga, harus meninggalkan anak dan istri selama 1 tahun. Di pihak lain, tunjangan fungsional harus dipotong, karena Tugas Belajar. Akibatnya jatah gaji di rumah juga berkurang, sementara di Jakarta aku hanya mendapatkan uang bulanan sekitar 1,2 juta rupiah, yang harus bisa dimanfaatkan sehemat mungkin untuk macam-macam, dari uang kos, biaya harian dan lain-lain kebutuhan kuliah. Benar-benar harus prihatin.

Namun keadaan mulai terasa mudah dan menyenangkan, karena dengan berombongan aku dan teman-teman bisa mengontrak sebuah rumah, sehingga biaya bulanan dapat ditekan, karena kita secara bulanan patungan untuk biaya selama di kontrakan. Jadi meski dengan jatah bulanan yang minim dari bea siswa, aku dan teman-teman mampu bertahan, bahkan ada sisa dana yang bisa dipakai untuk keliling Jakarta,, meski hanya naik bis Trans Jakarta.

Kejadian yang benar-benar menginspirasi aku bermula ketika terpilihnya aku sebagai wakil dari Jurusan dan Universitas tersebut untuk mengikuti SHORT COURSE ke Penang Malaysia. Perjuangan dimulai saat harus memenuhi syarat administrasi . Ketika rekomendasiku belum disetujui oleh Jurusan, karena perlu dikonsultasikan dulu dengan Rektorat. Namun karena berkah Allah , Rektorat setuju, meskipun statusku hanya mahasiswa SGJJP ( Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan).

Berbekal persetujuan dari Rektorat tersebut, aku mulai harus memenuhi berbagai Tes. Salah satunya  TOEFL, sebagai syarat ke Luar Negeri  dengan skor minimal 450. Allah menguji lagi, ketika ujian TOEFL yang dilaksanakan oleh Lembaga Bahasa Universitas tersebut dilaksanakan pada saat liburan semester, dimana semua teman-teman pulang ke kampung, aku harus kembali sendiri ke rumah kontrakan, untuk ikut tes tersebut. Alhamdulillah skor aku diatas grade yang ditentukan. Kejadian yang mengharukan , justru temanku yang menangis bahagia ketika tes TOEFLku lolos.

Dengan demikian tinggal syarat administrasi yang lain, tes kesehatan di Rumah Sakit Jakarta, yang cukup mahal buatku karena harus total cek up, dan surat-surat lain yang harus aku kirimkan ke Kemdiknas, dan Kemenlu. Dengan udara Jakarta yang panas dan badan capek, harus kulalui perjalananan bolak balik dari Senayan ke Monas, jalan kaki ke Kemenlu, hanya mencari surat Persetujuan pemberangkatan dari Kemenlu. Petugas di Kemenlu sempat mengatakan bahwa 99.99 % aku jadi  berangkat, tinggal meminta visa ke Kedutaan  Malaysia, yang lokasinya di tengah-tengah dua halte TransJakarta, sehingga kulalui juga dengan jalan kaki.

Hal itu  belum selesai , aku harus mengirim berkas ke Kolombo, Srilanka, karena penyelenggaranya COLOMBO PLAN, lewat TIKI , yang aku kirim malam hari dengan biaya yang cukup mahal hanya untuk beberapa berkas. Alhamdulillah semua sudah kulalui , akupun kembali ke kampung menjelang lebaran.

Kutunggu informasi dari panita penyelenggara, dengan harapan aku masuk dalam Course tersebut. Namun kabar yang aku terima di luar dugaan, ternyata aku tidak masuk dalam Course tersebut, justru orang lain yang berangkat, karena beliaunya sempat meneleponku. Pada saat itu perasaanku datar sekali, aku berpikr ada apa denganku?, dengan semua persyaratan yang telah aku tempuh, aku tidak bisa masuk dalam COURSE tersebut. Aku hanya menerima 0,01% dari kemungkinan pemberangkatanku. Disinilah aku merasa ada ujian dari ALLAH, aku tidak tahu , saat itu aku kecewa atau tidak, namun tidak begitu menyakitkan, ada rasa dalam batinku, bahwa ini bukanlah RIZKIku, bagaimanpun aku telah berusaha semaksinal mungkin, tetapi Allah punya rencana lain. Aku sadar aku harus ikhlas, dengan apa yang terjadi.

Namun hal ini tidak terjadi dengan rekan-rekanku di kampus, mereka tidak terima dengan keputusan ini, demikian juga dosen yang merekomendasikanku sempat menanyakan ke Kemenlu, tapi tetap sia-sia. Hanya satu yang dapat  kusampaikan ke semua rekanku, bahwa COURSE itu bukan rizki buatku, tetapi buat orang lain. Kita harus bisa mengikhlaskan hal tersebut. Syukurlah akhirnya semua rekan bisa memahaminya.

Sekian waktu berlalu, hingga kelulusan kami dapatkan , dan kita kembali kota masing-masing. Tidak disangka dalam waktu yang tidak lama juga, ada tawaran untuk mengikuti Diklat di SEAMEO QITEP FOR MATHEMATICS. Aku berpikir, inilah ganti rizki Allah untukku, Salah satu pintu ditutupNya, tetapi aku dibukakan pintu yang lain, level COURSE di QITEP sama dengan yang di Penang Malaysia. Memang inilah rizkiku. Inilah yang menyadarkanku dengan keikhlasan, Allah akan memberikan apa yang memang rizki kita. Alhamdulillah, hingga saat ini begitu banyak rizki yang tidak disangka-sangka aku terima dariNya. Sehingga hal tersebut aku jadikan pedoman dalam hidupku, Ikhlaslah dengan apa yang terjadi denganmu, Insya Allah, Allah  akan memberikan jalan yang terbaik untukmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun