Mohon tunggu...
Totok Handoko
Totok Handoko Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

tinggal di jember

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bisa Saja!

23 Desember 2012   18:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:08 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya sering bertemu orang hebat. Tapi, saya tidak diberi kesempatan untuk menyaksikan kehebatannya. Desas-desus yang kerap saya dengar, ingin saya membuktikannya langsung. Tapi kenyataan di lapangan berkata lain. Dari kebanyakan mereka, malah menunjukkan ketidak seriusannya di hadapan saya. Alhasil, tidak sedikitpun hikmah dapat saya petik. Tetap saja liku perjalanan saya jalan ditempat.

Nampaknya saya tidak bisa begini terus. Waktu terus berjalan maju. Saya tidak mau ketinggalan jauh. Apa sebenarnya yang bisa membikin seseorang nampak hebat? Perlahan saya bisa mereka-reka dan mengukur kedalaman pikir otak orang lain. Dan kenapa orang tersebut bisa demikian. Tapi itu pun masih sangat samar.

Mungkin terlalu banyak ucapan saya yang mengalir masuk ke hati. Padahal komposisinya adalah untuk asupan otak. Dan naasnya ini akan menimbulkan sebuah penyakit semacam ketidaksenangan. Lantaran salah memasukkan. Sebenarnya mudah saja. Menempatkan sesuatu pada seharusnya. Pasti tidak akan ada yang dirugikan.

Orang seperti apa yang seperti saya? Sedikit cerdas banyak malasnya. Dan apa yang cocok buat orang macam saya? Berpikir dan melakukan yang tak banyak dikerjakan orang. Emosional tingkat tinggi dengan tekanan darah dibawah rata-rata.

Apa yang menggembirakanmu? Orang lain susah atau orang lain senang? Jih, tak peduli amat. Senang dinikmati sendiri, susah harus diobral kesetiap tempat.

Ingin rasanya segera mengumbar nafsu setan yang selama ini tengah merah-merahnya. Apalagi selalu dibumbui tetek-bengek yang sangat ironi. Trisulanya kian tusuk-sulut amarah berbau dendam.

Bukan perkara saya lantas disamakan dengan dia. Ini bagi saya hanya sebuah hokum alam yang layak dan patut dijalankan. Senang saya balas senang. Apapun akan saya balas. Itu sudah janji langit kepada bumi. Yang hina untuk tidak ditepati.

Maka jangan salahkan saya yang tengah belajar. Menyemai benih-benih permusuhan yang sebenarnya sudah dahulu kau semai. Dan silahkan saja menikmati sakitnya ditusuk-tusuk pada punggungmu oleh orang dihadapanmu.

Anggap saja sebagai kado natal. Dariku dan hanya untuk kamu saja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun