Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Saat Musisi dan Pekerja Musik Harus Uji Kompetensi

31 Januari 2019   15:41 Diperbarui: 31 Januari 2019   15:58 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musisi Gombloh www.cepamagz.com

Para musisi ramai-ramai mengkritik Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan yang diusulkan oleh Komisi X DPR RI. Mereka menilai ada klausul yang rentan menjadi 'pasal karet'. Aturan "karet" yang dimaksud adalah Pasal 5. Isinya tentang beberapa larangan bagi para musisi: dari mulai membawa budaya Barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif. 

Sebagaimana diulas tirto.id ,  sejumlah masalah akan menjadi ganjalan bagi para musisi dan pekerja musik untuk mengekspresikan diri, terutama karya-karya musikalnya jika RUU ini tidak segera direvisi. 

Berbagai ungkapan sinis atau satiris meluncur dari pernyataan musisi seperti Danilla yang mengemukakan contoh betapa seorang Elvis Presley (almarhum) yang dinobatkan sebagai Raja RocknRoll Dunia harus melakukan uji kompetensi jika akan memasuki ranah musik dan diakui profesionalitasnya di negeri ini. Atau Gombloh yang juga sudah almarhum harus mempertanggung-jawabkan karya kreatifnya dalam lagu Doa Seorang Pelacur karena berisi syair yang menggambarkan suasana panas setelah bersetubuh dengan pelacur.

Bagi orang awam, seperti saya yang bukan musisi atau pekerja seni musik,  memandang usulan RUU Permusikan dari Komisi X yang  salah satu anggotanya adalah Anang Hermansyah (musisi, pencipta lagi, pemandu bakat musik dan lainnya) merasa ada yang "aneh". Bagaimana mendefinisikan sebuah sisi negatif kebudayaan Barat khususnya yang ada dalam syair lagu, apa parameter yang kelak akan digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan dan sebagainya. 

Membuat Undang-undang artinya menyiapkan sebuah "peradilan umum". Mengadili budaya sama dengan mengacak-acak pikiran dan perasaan manusia yang bisa mengembara tak berujung pangkal. Seberapa mampukah hal itu dilakukan oleh penyidik Kepolisian, jika yang bersangkutan mengidolakan musisi atau penyanyi yang tersangkut perkara permusikan? Jangan-jangan... ada ketakutan yang berlebihan dari para anggota Dewan yang terhormat di Komisi X tidak dianggap bekerja dalam Prolegnas? Meminjam istilah Kompasioner pendukung garis keras Timnas PSSI, Pebrianov, Aku sih rapopo. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun