Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kecap yang Tak Perlu Ngecap

29 Desember 2018   19:30 Diperbarui: 29 Desember 2018   19:58 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suheni, Kepala Produksi, sedang menunjukkan proses pengaliran kecap jadi sebelum dikemas dalam berbagai bentuk kemasan. Dokpri.

Kecap adalah bumbu dapur dan penyedap rasa masakan yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia dari segala lapisan . Beragam menu masakan kurang sempurna jika tak disertai larutan kental kehitaman ini. 

Ketika akan menikmati soto ayam atau daging berkuah bening misalnya, banyak orang merasa ada yang  "kurang" jika tidak disertai kecap sebagai penyedap rasa, penggugah selera. Kecap memang punya sejarah panjang yang tak bisa dilepaskan dari kuliner Nusantara. Populernya kecap bagi orang Indonesia bahkan hingga dijadikan idiom: tak ada kecap nomer dua!

Di kota Kebumen ada produsen kecap yang punya penggemar setia di berbagai wilayah. Terutama sekitar Kabupaten Cilacap dan Banyumas, termasuk Kota Purwokerto dan DI Yogyakarta.  Dari cerita teman yang seorang dokter dan pemain Bridge di Cilacap, dirinya lebih suka kecap rasa manis - asin buatan Kebumen bermerek Mliwis (lengkapnya Banyak Mliwis) dibanding yang lain. 

Menu yang menurutnya sesuai untuk bumbu dapur maupun penyedap rasa ini adalah masakan khas Purwokerto, Soto Sokaraja. Bahkan hampir semua masakan favorit keluarga semisal oseng kacang, orek tempe dan semur selalu menggunakan kecap itu. Karena penasaran dan letaknya tak jauh dari rumah, saya segera menghubungi pemiliknya. 

Setelah disepakati waktunya, Sabtu (29/12), dengan sepeda kesayangan pagi ini saya langsung meluncur ke lokasi pabrik yang terletak di Jalan Kolonel Sugiono Kelurahan Kebumen. Di ruang sederhana yang jadi kantornya, Nyonya Gunawan menyambut kedatangan saya dengan wajah ceria seperti nampak dalam gambar di bawah ini.

Pendiri dan pemilik usaha produksi kecap rumahan cap Banyak Mliwis Kebumen, Ny. Gunawan. Dokpri
Pendiri dan pemilik usaha produksi kecap rumahan cap Banyak Mliwis Kebumen, Ny. Gunawan. Dokpri
Sebagai pembuka, saya senantiasa berusaha menanyakan kabar kesehatan beliau yang dijawab antusias. Perempuan 70 tahun yang lebih suka dipanggil Nyonya Gunawan kemudian mulai bercerita tentang awal usaha yang dirintis bersama sang suami, Tan Yong Gwan alias Gunawan Sutanto, pada tahun 1971. Hampir setengah abad usia kegiatan memproduksi kecap tradisional yang ilmunya diperoleh dari keluarga besar.  

Perbincangan semakin cair saat saya menjelaskan tentang alasan mengapa usaha keluarga itu jadi perhatian dan keinginan besar saya untuk mengangkat produk lokal yang bertalian dengan budaya. Kemudian beliau saya sodori tulisan  Jejak Dewi Samudera di Kali Luk Ulo .

Saya punya harapan besar agar suatu saat ada komunitas pecinta budaya yang peduli dengan keberadaan satu dari beragam jejak budaya masyarakat keturunan Tionghoa ini. Apalagi dengan telah diselenggarakan Kongres Kebudayaan Indonesia pada awal Desember 2018 lalu.  Yang berangkat dari upaya pemajuan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah. Jejak-jejak budaya seperti halnya kecap tradisional yang identik dengan masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa ini sangat perlu dijaga keberadaannya.

Dalam tulisan berjudul Jejak Kecap Tradisional Membelah Nusantara  diterangkan bahwa kecap tradisional punya penggemar fanatik.  Namun perjuangan mempertahankan keberadaan di tengah persaingan dengan para pabrikan besar dan menggurita bukan hal yang muda. Satu sisi yang acapkali menghambat perkembangan usaha adalah masalah promosi. Untuk mengiklankan produk di TV jelas sangat mahal. Karena itu, Kecap BM masih mengandalkan model pemasaran yang bisa dibilang masih tradisional. Yaitu dari mulut ke mulut. 

Berbeda dari kebanyakan produsen kecap tradisional di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya yang cenderung tertutup bagi " orang luar", Nyonya Gunawan tidak menampik. Tapi tidak juga mengiyakan. Apalagi setelah ada tambahan penjelasan bahwa saya menulis untuk Kompasiana. Sebuah ruang terbuka bagi semua orang yang suka menulis. Blog keroyokan yang diharapkan bisa jadi  Ekosistem Budaya Literasi . Ditambah dengan informasi positif lainnya, beliau semakin antusias setelah sebelumnya agak bersedih karena satu putera lelaki yang digadang-gadang jadi penerus usaha keluarga belum menunjukkan minatnya. 

Salah satu alat masak kecap yang bergaris tengah dua meter. Dokpri
Salah satu alat masak kecap yang bergaris tengah dua meter. Dokpri

Populernya kecap bagi orang Indonesia bahkan hingga dijadikan idiom: tak ada kecap nomer dua! Idiom itu punya setidaknya tiga makna. Pertama, semua pedagang selalu menganggap jualannya adalah produk terbaik. Makna kedua, setiap orang punya kecap favorit masing-masing. Ketiga, idiom ini menunjukkan bahwa kecap sudah jadi bagian tak terpisahkan dari khazanah kuliner Nusantara. Karena idiom ini pula, ada satu merek terkenal yang mengklaim dirinya sebagai "duta" festival jajanan Nusantara. 

Menurut buku History of Soy Sauce yang ditulis oleh William Shurtleff dan Akiko Aoyagi, sejarah kecap bisa ditarik sejak abad ke 3 di jazirah Tiongkok. Kemudian kecap tersebar ke seluruh dataran Asia. Termasuk Indonesia yang dikunjungi armada pasukan Kublai Khan dan meninggalkan jejak-jejak budaya para pengikut Dewa atau Dewi Samudera. Seperti halnya keberadaan Kelenteng Khong Hwie Kiong di bibir Kali Luk Ulo, Pasarpari Kelurahan Kebumen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun