Dalam penanggalan Masehi yang berdasarkan peredaran matahari, Desember adalah bulan terakhir sebelum datangnya bulan baru di awal peredaran waktu. Di minggu, hari, menit atau detik-detik akhir, banyak hal yang dapat dilakukan untuk sekadar mengartikan atau memaknai pergeseran waktu itu. Dan demi waktu, manusia senantiasa merugi jika tanpa berhikmah atas segala karunia-Nya.Â
***
Tahun ini, beberapa peristiwa yang melekat dalam ingatan dan cukup pantas dimunculkan lagi. Sebagai tanda berkhidmat, proses permenungan diri sebagai manusia, mahluk sosial dan bagian dari alam semesta. Karena manusia itu bukan malaikat, apalagi Tuhan Yang Maha segala. Â Mahluk pasti bukan Khalik. Dan sosial bukan individual. Dari titik pijak ini semua menjadi jelas.Â
Sejak awal  tahun sampai minggu ini, hampir setiap bulan ada kasus OTT KPK  terhadap para kepala daerah, anggota legislatif, kepala kantor pajak dan pejabat di lingkungan institusi penegakan hukum. Catatan prestasi lembaga anti rasua ini bukan berita baik. Apalagi dilihat dari banyak sisi yang melingkupinya.Â
Bagi warga masyarakat Kota Malang dan kabupaten termiskin ke dua di Provinsi Jawa Tengah, Kebumen, kejadian itu menampar muka serta sangat melukai rasa keadilan. Bagi Indonesia, meningkatnya kasus korupsi yang berakhir dengan OTT KPK dua kali lipatnya dibanding tahun sebelumnya (2017) dengan IPAK (Indeks Persepsi Anti Korupsi ) yang masih tinggi (3,66 dari skala 5). Artinya tingkat permisifitas korupsi yang cukup tinggi pada masyarakat desa dan berpendidikan rendah utamanya.Â
Tentu kita perlu angkat kembali drama Setya Novanto yang coba mengasihani diri "melukai kepala" agar skenario  "amnesia" bisa jadi alibinya. Sebelum itu, kasus "papa minta saham"  Freeport menguap dengan pengunduran dirinya selaku Ketua DPR RI. Jabatan idaman para petinggi partai politik selain Presiden atau wakilnya dan para menteri.Â
Setelah jadi pesakitan KPK , jurus mengasihani diri masih dicoba dengan keinginan sebagai Justice Collaborator yang gagal total juga. Sosok Setnov mengingatkan saya pada tokoh cerita fenomenal Balada Palu Ongklek , Harmoko. Kedua tokoh berada pada tingkatan dan partai yang sama. Bedanya pada latar belakangnya. Setnov bekas sopir pribadi, Harmoko bekas wartawan dan Ketua PWI.Â
Selain jurus mengasihani diri, para pesakitan KPK juga merupakan aktor kawakan yang sangat mendalami karakternya. Bintang kita masih tertuju pada sosok Setnov yang telah menghuni LPK Sukamiskin. Gara-gara dirinya bertanda ke tetangga, sejumlah gazebo yang berdiri di dalam lingkungan penjara para koruptor itu dirobohkan. Atas pertunjukan ini, ada penonton yang bergumam "jangan-jangan ada hotel bintang lima di bawah tanah".Â
Penanganan kasus-kasus korupsi acapkali disebut dengan istilah fenomena gunung es. Yang nampak lebih kecil dari kenyataannya. Akibat pemanasan global, gunung es mencair dan mengalir ke segala arah. Dengan padanan kata-kata di atas, tidak ada salahnya kita mewaspadai kemungkinan itu dalam proses pemberantasan korupsi. Karena gagasan clean government  juga berasal dari fenomena itu. Ini logika sederhana dan biasa, bahwa jika memandang sesuatu perhatian dengan saksama baik buruknya.Â
Sumber lain : Satu, Dua , Tiga , Empat , Lima , Enam , Tujuh .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H