Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggapai Kenangan Masa dalam Asa

3 Desember 2018   19:54 Diperbarui: 3 Desember 2018   19:58 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengingat peristiwa dalam bingkai asa masa lalu adalah hal yang wajar. Karena hidup ini merupakan proses perjalanan yang saat-saat tertentu perlu menjadi kenangan. Terlepas dari cara memperlakukannya, masa bersekolah di tingkat apapun adalah waktu yang paling indah untuk dikenang. Kenangan manis bersama teman sebaya, mungkin juga cinta pertamanya. Karena itu, reuni sekolah acapkali dianggap sebagai ajang CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali). Yang ini sungguh terjadi dan membuat Panitia kalang kabut. 

Di balik sisi "samar-samar" yang menjadi satu daya tarik seseorang mengikuti reuni, ada beragam sisi terangnya. Benar-benar menjalin tali silaturahiem agar senantiasa dekat dengan nikmat sehat. Dengan cara itu, kita setidaknya akan tersenyum simpul jika disebutkan kenakalan, keisengan atau sesuatu yang membuat orang lain tetap mengenal diri ini. Dan nama panggilan baik yang diberikan teman atau bawaan rumah, itu juga sesuatu yang istimewa. 

Memang tidak dapat dipungkiri, ada saja yang memanfaatkan situasi nostalgia untuk kepentingan dirinya. Menunjukkan "sukses dan segala atribusi yang dibawa serta", menampilkan perubahan kesan dan mengail di air keruh. Motivasi setiap orang bisa sangat berbeda tapi tujuan utamanya tetap mengenang  masa lalu. 

Sebenarnya reuni di luar lingkungan sekolah, kuliah, kursus, diklat dan sejenisnya adalah hal yang biasa juga. Seperti halnya reuni 212  yang dikesankan" menakutkan" dan bernuansa politik sektarian juga merupakan peristiwa biasa. Menjadi luar biasa justru kesan yang dibuat seolah-olah memang akan terjadi begitu. Ketika kesan itu tak menjadi realita, apakah peristiwa itu kehilangan keluar-biasaannya? Silakan menilai sesuai takaran masing-masing. Seperti reuni yang lainnya kan? 

Jika semula dilandasi oleh niat baik, untuk hal baik (beribadah) dan hanya bertujuan melakukan koreksi diri atau muhassabah, pada akhirnya akan mencapai kebaikan pula. Tidak hanya di dunia yang penuh tipu daya, tapi ada tujuan akhirat yang hanya diketahui oleh Sang  Mahatahu, Mahaadil dan Mahabijak yang dapat menakarnya. Usaha dan daya itulah batas kemampuan manusiawi. Selebihnya bukan urusan kita. Mahluk bernama manusia. 

Membangun dan mengembangkan prasangka baik jauh lebih penting dari pada membiarkan diri terjebak dalam stigma politik adu domba yang sukses menghambat proses pemerdekaan diri menjadi satu bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia. Sejarah jadi saksi perjalanan itu. Juga terhadap jargon-jargon yang menyertainya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun