Indonesia akan mengalami masa Bonus Demografi yang bermula pada saat ini dan mencapai puncaknya ketika memperingati seabad Kebangkitan Nasional tahun 2028 sampai dengan 2035.  Di masa itu, komposisi penduduk usia produktif akan mencapai angka sekitar 70% dari populasi yang diperkirakan sebanyak 300 juta jiwa. Pada fase ini, peluang Indonesia mewujudkan cita-cita kemerdekaannya sebagai negara yang makmur kian terbuka. Demikian juga sebaliknya.Â
***
Mimpi Sang Kakek
Atlet tertua dalam Kontingen Indonesia pada Asian Games 2018 adalah Michael Bambang Hartono dari cabang olahraga Bridge. Cabang olahraga otak yang memulai permainan dengan proses tawar menawar (bidding). Di dalamnya ada sistem, aplikasi sistem  (taktik atau strategi) dan hasil. Hasilnya adalah kesepakatan atau biasa disebut kontrak. Karena itu, Bridge juga disebut dengan Contract Bridge.Â
Dalam satu kesempatan wawancara dengan media massa sebelum Asian Games 2018 resmi dibuka, Â Bambang Hartono mengatakan bahwa ia punya mimpi agar Indonesia bisa jadi tuan rumah Olimpiade 2032. Mimpinya bukan hanya untuk cabang olahraga yang digemarinya, Bridge. Bukan pula untuk bulutangkis yang ia biayai miliaran rupiah lewat PB Djarum dan Djarum Badminton. Yang ia inginkan adalah sejarah dan prestasi olahraga Indonesia di mata dunia. Sebuah obsesi yang kemudian bak gayung bersambut. Pemerintah lewat Presiden Jokowi mengutarakannya kepada Presiden IOC, Thomas Bach setelah penutupan Asian Games 2018 di Istana Bogor.Â
" Indonesia layak menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 melihat potensinya", kata Bach sebagaimana disampaikan Sesmenpora, Gatot Dewo Broto di tengah seminar bertajuk  Kebangkitan Olahraga Pasca Asian  dan Asian Para Games 2018 . Â
Ditambahkan oleh pakar olahraga pendidikan UNJ, Prof. James Tangkudung, bahwa Indonesia memiliki venue, atlet dan dukungan masyarakat yang luar biasa. "Peluangnya adalah dukungan dari OCA China, ketua IOC dan OCA, dukungan kerja sama dari Singapura dan Malaysia dan sponsorship industri olahraga. Ini yang harus dikelola dengan baik".
Optimisme guru besar kesehatan olahraga itu memang harus dicermati. Dalam teori manajemen, ada pendekatan SWOT (Strength, Weakness, Opportunty , Threathy). Jika ada peluang (Opportunty), tentu ada juga tantangan/ kendala (Threathy). Karena itu faktor kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness)-nya juga harus dipertimbangkan dengan cermat.Â
Salah satu kekuatan utama kita adalah bonus demografi di atas. Jika mengikuti alur pemikiran Kemenpora dalam  Piramida Atletdan dengan asumsi bahwa masyarakat Indonesia yang berolahraga pada saat awal puncak bonus demografi sebanyak 50% populasi penduduk usia produktif atau sekitar 35% (50% x 70%). Dari jumlah itu, potensi atlet yang siap masuk ajang olahraga internasional adalah sekitar 1,75% populasi penduduk Indonesia di tahun 2019 - 2024. Itupun dengan asumsi waktu efektif pembinaan, mulai dari proses pencarian bakat, dapat dilakukan hanya dalam kurun waktu 6-7 tahun.
Untuk tingkat Asia dan melihat dari capaian prestasi di ajang Asian Games 2018 lalu,  Indonesia perlu belajar banyak dari  China yang telah berada di level dunia. Dan  Jepang serta Korea Selatan yang telah memiliki dasar budaya olahraga prestasi yang moderen. Inilah tantangan teknikal yang harus segera direspon cepat oleh masyarakat dunia olahraga kita.Â
Banyak pertanyaan besar yang harus diajukan untuk menjawab tantangan di atas. Disadari atau tidak, kita belum memiliki tradisi kompetitif yang terstruktur untuk membangun sistem budaya prestasi. Dunia olahraga dapat menjadi pemicu hadirnya iklim kompetisi "sehat dan terarah" pada tujuan utama: prestasi dunia. Tentu dengan syarat ketat dan terpercaya.Â