Peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta pada 12 Mei 1998 atau yang dikenal sebagai Tragedi Trisakti selain meninggalkan kenangan pahit bagi keluarga korban. Juga pertanda lemahnya pemahaman tentang perhormatan atas Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan-nya. Khususnya berkaitan dengan Lambang Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah sebagai lambang perlindungan bagi petugasnya di saat terjadi konflik. Aturan yang termasuk dalam ranah Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) ini kemudian menjadi sumber inspirasi Pusat Kajian Hukum Universitas Trisakti Jakarta melakukan kajian akademik dan usulan kepada Pemerintah untuk menguatkan dasar hukumnya dengan nama RUU Lambang.Â
Selama ini, dasar hukum organisasi kemanusiaan yang hadir pada masa pra kemerdekaan RI dan para Petugas PMIdi masa menegakkan Proklamasi sampai sekarang yaitu Keppres (Perpres) No. 25 tahun 1950. Aturan ini juga menjadi Panduan Keselamatan bagi suka relawan PMI. Dalam struktur hukum nasional, posisi Keppres relatif rendah. Apalagi dibuat atau dikeluarkan pada masa Indonesia Serikat.Â
Selain alasan di atas, Pusat Kajian Hukum Universitas Trisakti Jakarta termotivasi memberikan Tanda Kehormatan Khusus bagi Korban Tragedi Trisakti yang salah satunya, Hery Hartanto, adalah anggota Korps Suka Rela (KSR) PMI Unit Universitas Trisakti itu yang sedang bertugas dan memakai atribut PMI . Masalah ini kian rumit dengan kehadiran BSMI yang sebenarnya "hanya underbow" sebuah partai politik.Â
Hal inilah yang memicu perlawanan sukarelawan PMIdi media sosial maupun secara riil dalam demonstrasi nasional sukarelawan PMI di Gedung DPR R yang baru pertama dan mungkin hanya sekali terjadi . Setelah empat tahun, RUU Kepalangmerahan akhirnya disahkan menjadi Undang-undang.
*****
Perjalanan Singkat Menuju Gedung DPR RI
Media sosial Facebook dipilih sebagai forum diskusi yang mudah dan murah. Meskipun WA sudah ada, belum seluas pemakaian saat ini. Ada halaman utama  yang dipakai sebagai ajang diskusi. Yakni KampoengRelawan atau biasa disebut KR. Media ini semula saya dedikasikan bagi semua Relawan PMI yang ikut dalam penanganan Gempa Jogja di Markas PMI Kabupaten Bantul Yogyakarta khususnya. Di tempat ini gagasan mencermati perkembangan proses pembahasan RUU Kepalangmerahan dimulai. Inisiator utama adalah Tri (Semarang), Seno Suharyo (Surabaya), alm. Mas Bambang Puspo dan Seto (Bantul), Eko Legok (Sleman), Hafiludin (Hafil Dayak - Banjarmasin), Misno (Banjar-Jabar), Rere dan Bambang (Palembang), Adi (Jambi), Mustarif (Tulungagung) dan saya. Beberapa utusan PMI Pusat, khususnya Deni Prasetyo yang pernah jadi Direktur Operasi Tanggap Darurat Gempa Yogyakarta 2006, ikut hadir sebagai peninjau serta diminta informasi terkini proses pembahasan RUU itu.Â
Sementara itu Seno dan kawan-kawan di Jatim bertugas menyiapkan posko induk yang harus menyewa kepada pengelola obyek wisata Waduk Selorejo. Â Seto dan kawan-kawan Jogja membawa kendaraan dan perbekalan tambahan. Suasana kebersamaan dalam kesukarelaan begitu kental . Apalagi dengan kedatangan dua pentolan RPI Jakarta , Alvis Syamsi dan Andi Gumelar.Â
Kabar terus menyebar ke segala penjuru tanah air. Dukungan moral menjadi modal utama kami dalam bergerak. Konsekuensinya, kami kembali harus berjibaku dengan dana dan waktu. Semua sumber digali dan dimanfaatkan. Saya cukup terbantu oleh kakak kandung, Kusmantoro, yang juga pegiat aksi buruh di Serikat Kerja Krakatau Steel (SKKS). Singkat kata, rencana aksi 3 Desember 2013 akhirnya terwujud ketika saya atas nama Relawan PMI se Indonesia membacakan Pernyataan Sikap Relawan PMI se Indonesia di hadapan Ketua DPR RI, Marzuki Alie.
#7PrisipDasarÂ
#RelawanMandiri tak menagih janji, tetapi berbakti untuk negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H