Sebagai makhluk sosial, manusia punya kecenderungan berafiliasi. Entah bersifat hubungan darah, emosional, formal, institusional dan lain-lain. Dalam berafiliasi ada pengalaman baik atau buruk. Keduanya membawa dampak masing-masing pada kehidupan seseorang.
Pengalaman baik dalam bersosialisasi biasanya akan mengalami pemudaran sampai menghilang ketika kita terus berupaya menggapai hal-hal yang lebih baik. Sementara itu, pengalaman buruk acapkali tertanam dalam kurun waktu yang lebih lama. Ada yang menjadi faktor traumatik. Atau melecut jadi bahan pembelajaran yang berusaha tidak diulangi.
Daya ingat sosial atas pengalaman berinteraksi maupun berafiliasi dengan lingkungan yang bertujuan untuk kebaikan dapat dilatih. Lakukan dengan niat tulus. Jangan pernah berpikir untung atau rugi. Biarkan lingkungan yang mengingatkan untuk kita.
Jika ingin mendokumentasikan, ambil hal yang sekiranya penting. Mungkin akan berguna di saat sebagian besar orang telah melupakannya. Ini semacam album kenangan. Terutama sebagai bahan pembelajaran untuk diri sendiri atau kepentingan lain yang lebih manfaat.
Meskipun telah memasuki era digital, secara kultural, daya ingat sosial kita cenderung pendek. Contohnya peristiwa di seputar gerakan reformasi 1998. Dokumentasi sosial perlu dibuka kembali karena ada sebagian petualang (sebutan lain "pahlawan" kesiangan) yang ingin mengambil keuntungan pribadi dari peristiwa itu. Salah satunya adalah mengangkat kembali jargon "undhuhane". Artinya sama dengan unduhan, tetapi bermakna sindiran.
Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk melatih daya ingat sosial. Tak perlu monumental seperti pemakaian tagar yang menimbulkan kehebohan sosial. Cukup dengan meme yang lebih efektif mengundang respon positif. Atau gaya karikatural, wayang kartun dan sebagainya.
Di era digital yang satu dampak negatifnya adalah kecenderungan meningkatnya phubbing, membangun kecerdasan sosial sangat penting untuk mempertahankan eksistensi manusia sebagai mahluk sosial. Dengan cara sederhana dan efektif sebagai produk budaya semacam meme. Meskipun dengan kemasan yang sederhana pula. Apalagi didasari teladan para pemimpin. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H