Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Mahatma Gandhi dan Pembangunan Human Capital dari India

24 Januari 2025   11:26 Diperbarui: 24 Januari 2025   11:26 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret CEO Alphabet, Sundar Pichai asal India. (sumber: kompas.com)

Belajar dari Mahatma Gandhi dan Pembangunan Human Capital dari India

Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan kenegaraan ke India dan sekaligus memenuhi undangan sebagai chief guest pada perayaan Hari Republik India ke-76. Undangan ini merupakan simbol kehormatan yang luar biasa untuk bangsa Indonesia.

Kunjungan kenegaraan ini juga dijadwalkan mencakup pertemuan bilateral dengan Presiden India Draupadi Murmu dan Perdana Menteri Narendra Modi. Agenda tersebut akan membahas berbagai isu strategis, termasuk penguatan kerjasama kedua negara.
Banyak hal yang patut ditiru dari kemajuan India dan pengembangan kebudayaan yang ada di sana.
Indonesia juga patut belajar dari sejarah pemimpin besar bangsa India yakni Mahatma Gandhi yang telah mengajarkan kepada rakyatnya tentang arti Swadesi dengan cara memproduksi barang-barang untuk kebutuhan sendiri. India adalah bangsa besar yang jumlah penduduknya nomor dua di dunia namun mampu melakukan swadaya berbagai barang dan berhasil mengembangkan teknologi tepat guna.
Indonesia sebaiknya belajar dari India terkait dengan teknologi tepat guna dan tentang sistem pendidikan di sana yang menghasilkan SDM unggul di tingkat global. Kondisi teknologi tepat guna di Indonesia kini terpinggirkan karena kebijakan pengembangan teknologi dan inovasi yang terlalu berorientasi kepada kepentingan asing. Para ahli teknik kini lebih suka mengabdi kepada vendor asing yang produk teknologinya merajalela di negeri ini.
Bahkan kapasitas inovasi daerah juga sudah terkooptasi oleh kepentingan produk asing sehingga melupakan teknologi tepat guna yang sangat dibutuhkan bagi usaha rakyat. Berbagai macam krisis bahan pangan, seperti krisis garam, kedelai, tepung singkong semuanya merupakan kutukan teknologi tepat guna yang telah terpinggirkan.

Mahatma Gandhi sedang menenun kain sendiri senagai gerakan Swadesi rakyat India (image source: economictimes.indiatimes.com)
Mahatma Gandhi sedang menenun kain sendiri senagai gerakan Swadesi rakyat India (image source: economictimes.indiatimes.com)
Semangat Berdikari Bangsa India

Sejarah membuktikan bahwa konsistensi terhadap pengembangan teknologi tepat guna yang diikuti semangat berdikari telah mengantarkan suatu bangsa menjadi bangsa mandiri. Seperti negara India yang sepanjang sejarahnya memiliki komitmen tinggi terhadap teknologi tepat guna. Sejak awal kemerdekaan negara tersebut telah diperlihatkan oleh pemimpin besarnya Mahatma Gandhi dengan aksi nyata menenun kain untuk dipakai sendiri dengan mesin sederhana yang bernama khadi.
Indonesia perlu mempelajari pengembangan human capital di India. Serta cara negara itu membangun intelektual bangsanya dan menyiapkan angkatan kerja berdaya saing global. Begitu juga dengan sistem pendidikan India yang sangat adaptif dengan tuntutan zaman.
Saat ini tren dunia menunjukkan bahwa pengelolaan SDM telah bertransformasi dari human resources menjadi human capital. Dimana manusia tidak lagi menjadi pekerja pasif, tetapi secara aktif mengembangkan diri mencari sesuatu, berkreasi dan berinovasi untuk terus bersaing.          
India berhasil membangun modal intelektual bangsanya. Salah satunya terlihat dari strategi yang agresif dalam industri penerbitan. Betapa seriusnya Pemerintah India mengembangkan industri penerbitan.
Terlihat dengan usaha pengembangan National Book Trust (NBT). Lembaga semacam BUMN yang dibentuk pada 1957 oleh Perdana Menteri pertama Jawaharlal Nehru. Buah dari keseriusan pemerintah India adalah tingginya minat baca masyarakat disana. National Book Trust of India sukses dalam mempromosikan buku dan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat India. Kesuksesan diatas diikuti dengan berkembangnya industri perbukuan India yang omsetnya lebih dari 30 miliar rupee India (setara dengan 685 juta dollar AS) yang didukung oleh sekitar 15.000 penerbit. Dengan jumlah penerbit sebesar itu, India dapat memproduksi sekitar 70.000 judul buku per tahun dan 40 persen di antaranya adalah buku-buku berbahasa Inggris.

Potret CEO Alphabet, Sundar Pichai asal India. (sumber: kompas.com)
Potret CEO Alphabet, Sundar Pichai asal India. (sumber: kompas.com)
SDM India Diminati Perusahaan Global

Perlu belajar dari India dalam mencetak angkatan kerja yang berkualitas dunia dan banyak diminati oleh perusahaan multinasional. Hingga kini tenaga kerja dari India paling banyak diminati dan dicari oleh perusahaan-perusahaan multinasional.
Seperti Microsoft yang memiliki lebih dari 2000 karyawan yang berasal dari India. Begitu juga Intel Corp yang memiliki 1200 karyawan berasal dari lulusan perguruan tinggi di India. Tenaga kerja ahli dari India juga banyak mengisi tempat di perusahaan-perusahaan teknologi di Korea Selatan ataupun Taiwan. Sekedar catatan India merupakan negara yang menghasilkan jumlah insinyur paling banyak di dunia melampaui Tiongkok.
Dilain pihak, kondisi pengembangan SDM di Indonesia tergambar dalam perluasan lapangan kerja merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global. Selama ini pemerintah pusat dan daerah kurang mampu merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan. Dimana ada jenis profesi kerja yang sudah usang dan jenuh terus diperhatikan. Sementara jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan belum dipersiapkan secara baik.
Perlu meniru cara India dalam merebut potensi outsourcing global. Keniscayaan, arah ketenagakerjaan di Indonesia harus terkait proses bisnis di dunia sekarang ini yang telah mencapai tingkat efektifitas yang luar biasa. Dan tingkatan itu bisa diraih salah satunya karena faktor outsourcing. Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan oleh berbagai negara yang memiliki SDM yang tangguh.
 India adalah contoh negara yang mampu merebut potensi global tersebut. Karena SDM disana dipersiapkan dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.
Untuk mengejar potensi globalisasi itu Indonesia sebaiknya memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini. Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang andalan outsourcing global. Para mahasiswa di perguruan tinggi juga harus dipersiapkan agar lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dibutuhkan oleh perusahaan multinasional.
Selama ini Indonesia mengabaikan pangsa pasar non-tradisional. Padahal pasar ekspor tradisional sudah stagnan, mestinya kita segera memperluas sayap untuk menciptakan pasar baru.  Antara lain di Asia Selatan, Timur Tengah dan benua Afrika.
Kunjungan Presiden Prabowo ke India mencuatkan arti perlunya menggarap potensi yang selama ini terabaikan. Meskipun negara di Asia Selatan adalah negara berkembang yang didera masalah kependudukan yang rumit, tetapi memiliki hubungan yang istimewa sejak Indonesia merdeka dan potensi perdagangan yang luar biasa.
Ada delapan negara yang terletak di Asia bagian selatan yaitu India, Pakistan,Bangladesh, Afganistan, Bhutan, Maladewa, Nepal dan Srilanka. India adalah negara terbesar di kawasan ini dengan wilayah terluas dan jumlah penduduk terbanyak.
Kemitraan Indonesia dengan negara Asia Selatan seperti India cukup signifikan. Indonesia perlu saling mempelajari terkait pembangunan manusia, terutama pengembangan SDM di India. Serta cara India membangun intelektual bangsanya dan menyiapkan angkatan kerja berdaya saing global dan para diasporanya mampu menarik investasi yang berbentuk proyek outsourcing global. Begitu juga sistem pendidikan India yang sangat adaptif dengan tuntutan zaman.
Indonesia layak belajar dari diaspora India. Banyak diantaranya yang  berhasil menjadi  pemimpin korporasi dan organisasi global di luar negeri. Diaspora India berkontribusi bagi negaranya sekitar 180 miliar dollar AS per tahun. Sementara diaspora Indonesia baru bisa mendatangkan devisa sekitar 9 miliar dollar AS.
Saat ini tren dunia menunjukkan bahwa pengelolaan SDM bangsa telah bertransformasi dari human resources menjadi human capital. Dimana manusia tidak lagi menjadi pekerja pasif, tetapi secara aktif mengembangkan diri mencari sesuatu, berkreasi dan berinovasi untuk terus bersaing. (TS)* 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun