Kepala Daerah yang Pro Lingkungan Hidup dan Mampu Selamatkan Cagar Alam
Debat Pilkada 2024 semestinya bisa berlangsung secara seru dan memberikan spirit kepada generasi muda untuk lebih peduli dengan masa depan daerahnya. Topik terkait lingkungan hidup mesti mendapat porsi yang lebih besar karena kerusakan lingkungan hidup, pencemaran dan masalah sampah telah terjadi di seluruh daerah.
Kepala daerah perlu memiliki manajemen dan komunikasi pro lingkungan yang efektif untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dan industri terhadap lingkungan hidup.
Merujuk pada pengertian yang dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa ( PBB) yakni The United Nations Commission on Sustainable Development (UN CSD) International Work Programme, disebutkan perilaku pro lingkungan didefinisikan sebagai penggunaan layanan dan produk untuk memenuhi kebutuhan dasar dan membawa kualitas hidup yang lebih baik sambil meminimalkan penggunaan sumber daya alam dan bahan-bahan beracun serta emisi limbah dan polutan selama siklus hidup agar tidak membahayakan generasi mendatang.
Definisi perilaku lingkungan dapat dilihat dari dua perspektif yaitu impact oriented dan intent oriented. Perilaku pro lingkungan dalam perspektif impact oriented didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku tersebut mengubah ketersediaan bahan atau energi dari lingkungan atau mengubah struktur dan dinamika ekosistem atau biosfer itu sendiri.
Salah satu contoh, kasus penggundulan hutan dan perilaku membuang sampah rumah tangga sembarangan, yang berdampak langsung terhadap perubahan lingkungan.
Â
Komitmen Dedi Mulyadi
Isu lingkungan hidup, masalah sampah dan pencemaran sungai sangat sensitif dan menjadi perhatian besar bagi pemilih Pilkada 2024. Beberapa paslon Pilkada Jabar belum menunjukkan visi yang kuat terkait isu lingkungan hidup. Baru Dedi Mulyadi yang bicara lebih komprehensif.
Alam dan kemanusiaan menjadi dua fokus visi dan misi Dedi Mulyadi dalam Pilkada 2024. Menurut calon kuat Gubernur Jabar ini, kedua hal itu akan diejawantahkan dalam berbagai kebijakan yang berbasis pada kebudayaan dan filosofi lokal. Maka, dalam ajaran Sunda ada filosofi papat kalimat tunggal. Artinya, manusia yang bertuhan itu bisa men-senyawa-kan empat unsur atau material alam, yakni tanah, air, udara, api atau matahari,
Dalam konteks pembangunan daerah di Jabar, dua fokus itu diterjemahkan dengan memahami empat latar kebudayaan masyarakat Jabar. Ada empat golongan masyarakat Jabar, yakni Sunda lama, Sunda Priangan, Pantura, dan Betawi. Keempat golongan besar ini memiliki latar belakang kehidupan dan budaya yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, pendekatan pembangunan yang akan diterapkan kepada tiap-tiap golongan pun akan disesuaikan dengan corak kehidupan mereka.
Masyarakat pencinta alam dan pemerhati lingkungan di Jawa Barat pernah menggugat kebijakan yang merubah status cagar alam. Masyarakat mendesak agar Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK 25/MENLHK Tahun 2018 segera direvisi.
Pasalnya Keputusan itu telah mengubah status dan fungsi kawasan Cagar Alam Kamojang dan Papandayan. Masyarakat menganggap perubahan status diatas bisa dikatakan sebagai usaha untuk mencaplok kawasan cagar alam oleh kegiatan bisnis dan pariwisata.
Hingga kini di Provinsi Jawa Barat terdapat 26 kawasan cagar alam dan 3 taman nasional. Eksistensinya mesti dijaga dan dilestarikan, bukan malah terdegradasi oleh kegiatan bisnis. Apalagi kegiatan bisnis tersebut berpotensi merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, pencemaran sungai, kebakaran hutan dan bencana kekeringan.
Sudah lama para pelaku bisnis mengincar kawasan cagar alam karena didalamnya terkandung potensi energi panas bumi dan bahan tambang yang jika dieksploitasi bisa mendatangkan keuntungan besar. Selain itu para pelaku usaha pariwisata juga tergiur karena kawasan itu bisa dirombak menjadi destinasi wisata yang sangat eksotik.
kalau dipikir lebih mendalam, sebenarnya potensi bisnis itu nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai konservasi yang terkandung dalam cagar alam. Bagi generasi mendatang kawasan cagar alam memiliki nilai yang sangat berharga terkait pelestarian ekosistem dan sebagai gudangnya ilmu pengetahuan alam.
Cagar alam merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Menurut ketentuan yang ada, cagar alam adalah bagian dari dari kawasan konservasi atau kawasan suaka alam, maka kegiatan wisata atau kegiatan lain yang bersifat bisnis tidak boleh dilakukan di dalam kawasan cagar alam.
Sebagaimana kawasan konservasi lainnya, untuk memasuki cagar alam diperlukan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi). SIMAKSI bisa diperoleh di kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Dengan dibangunnya cagar alam maka sumber daya alam berupa flora dan fauna dapat dilindungi dengan baik oleh negara.
Cagar alam secara ekologis maupun fungsi merupakan satu-satunya level kawasan yang sama sekali tidak memberikan toleransi terhadap pemanfaatan langsung. Sehingga kegiatan ekonomi dan wisata tidak diperbolehkan. Sangat ironis jika pemerintah justru mengubah dan menurunkan lebih dari 4.000 hektar luasan kawah Kamojang dan Gunung Papandayan dari fungsi cagar alam menjadi kawasan taman wisata alam.
Patut dicatat, bencana yang sering terjadi di Kabupaten Bandung dan Garut yakni banjir sungai Cimanuk, hal itu berhubungan erat dengan kerusakan lingkungan di setiap level kawasan kehutanan.
Perubahan status cagar alam tidak semata-mata untuk pengembangan wisata saja. Tetapi juga untuk melegalkan eksplorasi dan eksploitasi energi panas bumi di kawasan Cagar Alam Kamojang dan Papandayan. Pihak organisasi pecinta alam telah menemukan bukti-bukti dokumentasi adanya kegiatan pengeboran oleh kontraktor di lima titik kawasan cagar alam tersebut.
Sudah cukup lama investor mengincar kawasan hutan lindung dan cagar alam yang terdapat di Jawa Barat untuk dijadikan kegiatan bisnis. Sejak tahun 2011 telah terjadi tarik menarik untuk memperoleh perizinan bisnis energi panas bumi di kawasan hutan produksi serta hutan lindung. Usaha ketenagalistrikan geothermal di sekitar Kabupaten Garut dan Bandung sejak awal sebenarnya sarat masalah namun tetap dipaksakan dengan berbagai cara.
Masyarakat sangat sedih melihat kondisi objek ekowisata yang sekaligus cagar alam dan cagar budaya hutan Sancang di Garut Selatan yang saat ini dalam kondisi rusak parah. Dahulu, ribuan Banteng Sancang terlihat begitu riang dan bebas berkeliaran di hutan itu.
Sekarang satwa itu benar-benar musnah. Ekosistem hutan yang dahulu begitu perawan kini menjadi gersang meradang. Hutan Sancang sebenarnya sarat dengan nilai spiritual dan kearifan. Apalagi tempat itu dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat ngahyang atau sirnanya Prabu Siliwangi.
Namun, sekarang ini menjadi kawasan kritis yang sewaktu-waktu bisa mendatangkan bencana ekologis. Seperti banjir, kekeringan, longsor dan kebakaran. Kondisi yang amat menyedihkan diatas merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh kepala daerah hasil Pilkada 2024. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H