Coreng Moreng PON 2024, Perlu Audit Total dan Usut Tuntas Modus Korupsi
Seperti penyelenggaraan yang lalu, pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-21 kali ini juga diwarnai dengan coreng-moreng berbagai persoalan. Antara lain ketidakberesan pembangunan infrastruktur stadion dan sarana pertandingan, keributan pemain dan wasit, serta buruknya menu makanan untuk atlet dan official. Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu segera turun tangan untuk menemukan modus penyelewengan dalam penyelenggaraan PON.
Penyelenggaraan PON dari waktu ke waktu diwarnai penyimpangan anggaran. Tahun lalu Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan empat orang tersangka penyimpangan dana penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX 2021 di Papua senilai Rp 2 triliun. PON sebelumnya yang diselenggarakan di Provinsi Riau juga menyisakan masalah keuangan. Hal itu sempat dikemukakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dana PON XVIII 2012. Yang mana banyak temuan yang mengindikasikan terjadi pemborosan dan penyimpangan dengan nilai puluhan miliar rupiah.
Pemborosan terjadi di hampir seluruh kegiatan PON. Mulai dari proyek-proyek pembangunan infrastruktur pendukung, seperti venue-venue sampai anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan. Seperti untuk seremoni pembukaan dan penutupan. Termasuk terjadi pemborosan untuk anggaran konsumsi. Ada sejumlah temuan pemborosan yang nilainya cukup besar terkait dengan anggaran untuk bidang penyiaran, Terutama untuk siaran langsung final sepakbola, telah terjadi wanprestasi oleh perusahaan televisi swasta.
Mestinya PON menjadi barometer pembinaan dan prestasi olahraga daerah, serta menimbulkan spirit kemajuan bangsa dan memupuk semangat persatuan bangsa. Namun, PON 2024 ternyata jauh dari harapan publik.
Penyelenggaraan PON selain untuk mempersatukan bangsa juga untuk mendongkrak prestasi olahraga Indonesia di kancah SEA Games dan Asian Games yang hingga kini juga masih mengecewakan. Rakyat menuntut agar modus korupsi dan pemborosan yang luar biasa, baik korupsi terhadap pembangunan venue cabang olahraga maupun korupsi pada pembangunan infrastruktur pendukung diusut tuntas. Perlu audit total terhadap pembangunan stadion dan pelaksanaan pertandingan, serta ketidakberesan logistik dan akomodasi oleh panitia. Modus korupsi besar atau kecil mesti ditindak tegas tanpa pandang bulu.
Masih hangat kasus pembiayaan PON ke-19 di Jawa Barat tahun lalu yang menghabiskan dana sekitar Rp 3 triliun. Saat itu pembiayaan juga mencuatkan kontroversial karena sebagai tuan rumah Gubernur Jawa Barat sempat mengalihkan dana bantuan desa masing-masing sebesar Rp 100 juta untuk 5.319 desa di Jawa Barat dengan total Rp 531,9 miliar untuk membiayai PON. Terjadi gugatan oleh kepala desa dan masyarakat terhadap kebijakan gubernur tersebut.
Publik mencium ada yang tidak beres dengan PON XXI. Tampak. jalan becek, lapangan berdebu dan menu makanan yang tidak enak bahkan basi. Dimata publik terlihat tempat pertandingan atau venue yang belum rampung hingga persoalan teknis lainnya mencoreng ajang olahraga paling bergengsi di Tanah Air. PON diselenggarakan di dua provinsi secara bersamaan, yakni Aceh dan Sumatera Utara. Event ini berlangsung selama 12 hari pada 9-20 September 2024. Anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat mencapai Rp811 miliar. Dana itu untuk membangun dan merenovasi 18 unit infrastruktur olahraga di Aceh.
Selain itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga RI juga mengucurkan dana senilai Rp 516 miliar untuk menyukseskan event ini. Jumlah tersebut dialokasikan untuk penyelenggara di Aceh dan Sumut masing-masing Rp 72 miliar dan Rp 74 miliar, serta kebutuhan untuk panitia, pengawas, hakim, dan keabsahan Rp30 miliar. Kemudian untuk opening ceremony di Aceh senilai Rp60 miliar dan opening ceremony di Sumut senilai Rp41 miliar, serta anggaran untuk sarana pertandingan di Aceh Rp138 miliar dan di Sumut Rp 101 miliar.
Sebagai catatan, PON 2024 mempertandingkan 65 cabang olahraga dan diikuti total 12.919 atlet dari 39 kontingen, termasuk Ibu Kota Nusantara atau IKN. Sebanyak 6.294 atlet bertanding dalam 33 cabang olahraga di Aceh, sebanyak 6.625 lagi bertanding dalam 34 cabang olahraga di Sumut.