Gudang Amunisi Meledak dan Terbakar, Tata Kelola Pergudangan Perlu Dibenahi
Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta (Pangdam Jaya) Mayjen TNI Mohamad Hasan memastikan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ledakan dan kebakaran gudang amunisi milik Kodam Jaya di Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu, 30 Maret 2024. Selain dari warga, ia juga memastikan tidak ada korban jiwa dari prajurit TNI yang bertugas di gudang nomor 6 yang meledak sekitar pukul 18.30 WIB.
Peristiwa ledakan yang disusul dengan kebakaran memberikan peringatan kepada semua pihak, baik itu di kalangan militer maupun sipil agar lebih berhati-hati dan selalu memperbaiki prosedur pergudangan baik menyangkut aspek keamanan gudang maupun aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Dalam situasi cuaca ekstrim sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik gudang maupun personil yang mengelola. Dalam kondisi apapun, mestinya tingkat kewaspadaan dan ketelitian dalam menjaga gudang penyimpanan bahan berbahaya seperti amunisi senjata dan bahan kimia reaktif tidak boleh kendor sedikitpun. Karena bisa berakibat fatal bagi lingkungan sekitarnya. Idealnya gudang amunisi dan bahan kimia reaktif harus terpencil dari pemukiman penduduk. Karena perkembangan kota yang pesat, bisa jadi di sekitar gudang menjadi padat penduduk.
Dalam kondisi cuaca ekstrem dan menjelang hari raya aspek pergudangan dan kegiatan bongkar muat bahan baku industri memang mengalami kendala yang berarti. Industri yang berkaitan dengan bahan kimia reaktif juga mesti ekstra hati-hati. Jangan lengah sedikitpun, karena bisa berakibat fatal.
Menurut regulasi penyimpanan bahan kimia untuk pembuatan produk kimia tidak tidak boleh sembarangan. Apalagi kebutuhan bahan kimia reaktif di seluruh dunia hingga kini cukup besar. Misalnya bahan seperti Amonium Nitrat yang banyak digunakan untuk kebutuhan industri pupuk, usaha pertambangan dan konstruksi.
Masalah Pergudangan Bahan Kimia Reaktif
Ledakan gudang amunisi TNI di Kabupaten Bogor, harus menyadarkan semua pihak bahwa kasus kebakaran yang disusul ledakan di gudang atau pabrik berpotensi terulang lagi di tempat lain. Apalagi regulasi atau tata kelola bahan kimia reaktif dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di pabrik atau kawasan industri masih bermasalah.
Bahan kimia reaktif dikategorikan sebagai bahan yang bisa bereaksi sendiri atau berpolimerisasi menghasilkan api atau gas toksik ketika ada perubahan tekanan atau suhu, gesekan, atau kontak dengan uap lembab, misalnya padatan flammable yang reaktif terhadap air.