Pantura Disergap Banjir, Kutukan DAS dan Mangrove ?
Saat musim hujan maupun kemarau, daerah sepanjang pantai utara (Pantura) Pulau Jawa kondisinya seperti tergencet oleh dua kekuatan alam.  Kekuatan yang pertama adalah banjir rob akibat laut pasang dan ombak yang semakin menggerus tanggul dan garis pantai. Sedangkan kekuatan kedua merupakan banjir kiriman dari hulu DAS yang tiada henti akibat curah hujan ekstrim.  Akibatnya daerah Pantura yang meliputi Provinsi Jabar, Banten, Jateng dan Jatim  mengalami banjir dengan tingkat kerusakan yang cukup parah.
Kedua faktor alam itu seakan mengeluarkan kutukan untuk wilayah pantai. Kondisinya semakin parah ketika tanggul pada DAS sudah ringkih sehingga mudah dijebol oleh debit air yang meluap, Akibatnya terjadi banjir bandang seperti yang baru saja terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah (Jateng) seperti di Kabupaten Demak dan Kudus. Sebelumnya Kota Semarang juga telah disergap oleh banjir hingga mengganggu infrastruktur transportasi seperti terendamnya stasiun KA dan ruas jalan raya.
Tanpa adanya hujan kiriman dari hulu Sungai, sebenarnya pantura juga acapkali terkena banjir rob, atau pasang air laut. Kondisi pantura yang semakin telanjang akibat tidak ada tanaman pelindung Pantai seperti mangrove atau bakau yang bisa menjadi pelindung banjir rob.
Menjelang arus mudik lebaran 2024 perlu penanganan darurat untuk mengatasi rob.Yaitu pembuatan tanggul supaya jalur yang terkena limpahan banjir rob bisa tetap dilalui. Di sejumlah titik pada jalan pantura yang terdampak rob. Perlu dibuatkan tanggul sementara setinggi satu meter.
Banjir akibat rob dan banjir akibat kiriman dari hulu akibat kerusakan ekosistem tidak bisa diatasi hanya dengan membangun tanggul saja. Namun harus disertai dengan membenahi hutan bakau di sepanjang garis pantai. Banjir telah mengakibatkan berbagai kerusakan berat terhadap pemukiman, infrastruktur dan area pertanian dan pertambakan rakyat.Â
Berbeda dengan penanganan banjir di DKI Jakarta Utara yang juga terserang banjir rob namun bisa melakukan pemulihan atau perbaikan infrastruktur secara cepat. Tetapi banjir di Pantura selama ini hanya diatasi dengan tambal sulam. Sehingga semakin menimbulkan degradasi infrastruktur, lingkungan dan sosial. Besaran anggaran untuk mengatasi banjir pantura yang terus terjadi tidak mampu dipenuhi oleh pemerintah.Â
Manajemen Risiko Banjir
Ironisnya lagi, hingga saat ini pemerintah daerah juga belum menerapkan risk management atau manajemen risiko  secara benar guna meminimalkan kerugian akibat banjir. Pembenahan infrastruktur pasca banjir yang tambal sulam akan menjadi bulan-bulanan banjir lagi di waktu mendatang. Daerah langganan banjir membutuhkan infrastruktur yang memiliki tingkat keandalan untuk menghadapi banjir.Â