Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membasuh Kaki dan Merebut Hati Kaum Marhaen, Melarung Jokowi

10 Januari 2024   09:50 Diperbarui: 10 Januari 2024   10:02 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis berdiskusi dengan Jacob Nuwa Wea terkait perburuhan ( dokumen pribadi ) 

Membasuh Kaki dan Merebut Hati Kaum Marhaen, Melarung Jokowi

Pada saat peringatan Hari Ulang Tahun PDI Perjuangan 10 Januari saya selalu terkenang dan merindukan kepada kawan-kawan yang teguh berjuang di jalan kerakyatan bersandar kepada ajaran Marhaenisme Bung Karno. Masih terbayang kuat di benak saya kawan-kawan itu, baik yang sudah almarhum maupun yang masih hidup.

Saya mengucapkan Selamat Hari Ulang Tahun ke-51 kepada segenap anggota, simpatisan dan pengurus PDI Perjuangan. 

 Menurut hemat saya, momentum peringatan HUT PDI Perjuangan sebaiknya digunakan untuk mawas diri. Saatnya membasuh kaki kaum Marhaen dan merebut hatinya. Sebagai bentuk bakti dan dukungan totalitas kepada wong cilik saat ini agar hidupnya tidak semakin sengsara karena selalu terpinggirkan dan tergilas pembangunan.

Peringatan tahun ini diwarnai dengan titik nadir relasi dengan Presiden Jokowi yang hingga kini oleh massa PDI Perjuangan dianggap  mengkhianati partainya. Jokowi dinilai tidak tahu diri dan tuna balas budi terhadap partai yang membesarkannya. Pada hakekatnya partai politik adalah penjelmaan dari rakyat, dengan demikian Jokowi secara tidak langsung telah mengkhianati rakyatnya.

Jokowi dan anak-anaknya yang telah dibesarkan dan diberi kedudukan oleh PDI Perjuangan ternyata telah berpaling.Bahkan telah nyata-nyata menjadi lawan politik PDI Perjuangan dalam Pemilu 2024 dengan taktik menggandeng kekuatan rezim orde baru.

Rakyat melihat Jokowi selama ini juga tidak memiliki ideologi Soekarnoisme yang kental. Nyatanya.corak ideologi Jokowi dan Gibran di mata rakyat lebih terlihat kekuning-kuningan, bukan merah berani. Semakin jelas, Jokowi bukan anak ideologi Soekarno dan tidak fasih bicara tentang ajaran Bung Karno. Massa tradisional PDI Perjuangan secara turun menurun memiliki genetika bertentangan dengan Golkar yang saat ini partai kuning itu menjadi induk semang Gibran Rakabuming Raka.

Menghadapi relasi politik dengan Jokowi dan keluarganya, sebaiknya pengurus PDI Perjuangan berjiwa besar dan bersikap sabar. Ditinggal Jokowi ora pateken ! Biarkan dia pergi, segala tetek bengek tentang Jokowi sebaiknya dilarung saja ke laut. Dibuang jauh-jauh ke laut untuk mengobati sakit hati segenap anggota dan simpatisan PDI Perjuangan.

Saatnya meneguhkan ajaran Bung Karno, Marhaenisme. Elit partai hendaknya jangan melupakan Marhaenisme yang merupakan ajaran utama Bung Karno. Pengurus partai mestinya reinventing hakikat Marhaenisme yang menghayati dan memperjuangkan wong cilik. PDIP mestinya berani menjadikan Marhaenisme sebagai roh kebijakan pembangunan.

Ajaran itu kini sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia. Apalagi kelas pekerja selama ini adalah pendukung utama PDIP. Ironis, masalah buruh dan ketenagakerjaan yang kini ruwet dan terus bergejolak mestinya menjadi perhatian serius bagi partai banteng itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun