Paradoks Konsumsi Energi : Jargas Rumah Tangga Solusi Esensial
Hemat energi sekaligus hemat keuangan untuk rumah tangga yang paling esensial dan secara makro memberi keuntungan bagi ekonomi nasional yang signifikan adalah dengan membangun jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga seluas-luasnya.
Topik pilihan Kompasiana tentang Rumah Hemat Energi mengandung paradoks. Penggunaan energi listrik untuk rumah tangga sudah dihemat dengan produk-produk yang hemat energi.
Ironisnya hingga saat ini PT PLN (Persero) tengah mengalami kelebihan pasokan listrik yang sangat besar. BUMN plat merah ini juga mengalami denda oleh pemasok listrik swasta karena bermasalah dalam penggunaan pasokan listrik swasta sesuai dengan perjanjian.
Indonesia mengalami kelebihan pasokan Listrik hingga 6.000 Megawatt (MW) atau 6 Giga Watt (GW) sampai akhir tahun 2023. Namun, sayangnya situasi ini memiliki potensi dampak negatif yang signifikan terhadap PLN sebagai perusahaan penyedia listrik dan juga berdampak serius pada keuangan negara pada tahun ini.
Sungguh ironis, selama kelebihan pasokan listrik terjadi, PLN juga harus membayar denda atau penalti kepada pemasok listrik swasta atau Independent Power Producers (IPP). Ini terjadi karena kontrak jual beli listrik menggunakan skema "take or pay", di mana PLN harus mengambil listrik sesuai kontrak atau membayar denda jika tidak mengambilnya.
Menurut catatan Indef, dari kelebihan pasokan listrik 25% tersebut, PLN membayar beban sebesar rp 122,8 triliun pada 2021. Angka ini didasarkan pada asumsi biaya pokok perolehan listrik sebesar Rp. 1.333 per kwh, dan dengan kelebihan pasokan 26,3% pada 2021, maka terdapat potensi pemborosan akibat kelebihan pasokan sebesar Rp. 122,8 triliun pada 2021.
Pembangunan Jargas Seluas-luasnya
Masalah hemat energi dan hemat keuangan yang paling esensial dan berarti adalah dengan cara mengurangi konsumsi gas elpiji untuk rumah tangga. Pemborosan energi yang sangat besar adalah penggunaan gas elpiji melon yang disubsidi untuk keluarga tidak mampu namun salah sasaran atau disalahgunakan. Subsidi untuk impor elpiji yang terus membengkak dan memberatkan APBN mestinya diatasi dengan substitusi gas alam lewat distribusi jaringan gas rumah tangga. Dengan cara ini maka hemat energi dan hemat anggaran bisa dilakukan secara signifikan.