Hilangnya Sopan Santun Politik Gibran dan Kesabaran Revolusioner PDI Perjuangan
Gibran Rakabuming Raka, sosok yang hingga detik ini masih menjadi kader PDI Perjuangan yang telah diberi berbagai amanah telah "mengkhianati" partainya sejak menerima surat dari Partai Golkar terkait pencalonan bakal calon wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto.
Betapa sakit hati pengurus PDI Perjuangan dari tingkat pusat hingga ranting. Begitupun dengan basis massa akar rumput dan simpatisan PDI Perjuangan sangat marah dan kecewa melihat kelakukan Gibran yang sangat keterlaluan.
Kelakuan Gibran nyata-nyata tidak memiliki sopan santun politik dan mengelabui segenap pengurus, anggota dan simpatisan partai banteng. Orang seusia Gibran mestinya punya sopan santun dan berani bicara baik-baik dengan sikap yang ksatria. Dia mestinya datang ke partainya dan menyerahkan surat pengunduran diri secara baik-baik dan bersikap gentleman. Bagaimanapun juga politik itu harus dituntun oleh etika dan sopan santun.
Cara Gibran berpolitik telah menjadikan preseden buruk bagi demokrasi di negeri ini. Langkah Gibran yang sangat oportunis dan menghalalkan segala cara dalam berpolitik membuat banyak orang marah. Publik melihat sikap petinggi PDI Perjuangan menghadapi Gibran selalu mengurut dada. Bu Megawati Soekarnoputri terkait hal ini menunjukkan "kesabaran revolusioner". Pengurus Pusat PDI Perjuangan tampaknya masih tidak ambil pusing dan bisa menahan diri untuk tidak menanggapi ulah Gibran secara berlebihan.
Namun, massa akar rumput PDI Perjuangan melihat kondisi politik saat ini bagaikan "Banteng Ketaton". Massa arus bawah PDI Perjuangan yang saat ini hidupnya masih sengsara berpotensi untuk mengamuk dan membalas dendam terhadap pengkhianatan diatas.Nampaknya tahapan Pemilu 2024 telah mencuatkan sakit hati yang tiada tara dan berpotensi menyebatkan perpecahan bangsa yanh hebat. Pemilu yang mestinya dilangsungkan dengan suka cita dan damai jutru rusak oleh kelakuan Gibran dan invisible hand.
Partai Golkar dan koalisi Indonesia maju telah menyakiti hati segenap banteng-banteng ketaton. Kezaliman semacam itu akan menyebabkan perpecahan dan silang sengketa kebangsaan yang tiada tara.
Publik heran kenapa Jokowi sebagai orangtua Gibran tidak mengajari budi pekerti dan sopan santun politik dan justru memperuncing kondisi politik dengan pernyataan klise. Regenerasi politik Indonesia ditentukan oleh politisi muda. Namun sayang, regenerasi politik diwarnai dengan hilangnya sopan santun politik. Kelangsungan regenerasi dan narasi politisi muda juga masih belum menggembirakan.
Padahal bobot politisi muda dunia semakin memiliki kekuatan narasi dan fatsoen politik yang dijunjung tinggi saat meraih kekuasaan dalam sistem demokrasi. Politik narasi kini menjadi senjata yang ampuh bagi politisi muda untuk merebut kekuasaan. Bahkan kekuataan narasi kini sangat menentukan ekosistem politik di Amerika Serikat dan merupakan cara yang ampuh untuk mengalahkan oligarki, jejaring pelobi dan politik dinasti.
Salah satu bukti kekuatan narasi politisi muda juga terlihat dari kemenangan Gabriel Boric. Dalam pilpres Chile, Boric bersama koalisinya memproduksi besar-besaran narasi progresif untuk mengalahkan rezim status quo. Hal serupa juga terjadi di Thailand, Kekuatan narasi lewat media sosial oleh kalangan politisi muda terlihat pada pemilu Thailand yang diselenggarakan pada Mei 2023. Yang memenangkan Pita Limjaroenrat (42 tahun) dari Partai Bergerak Maju (Phak Kao Klai). Berdasarkan data dari alat ukur media sosial Social Eye pada hari pemilihan, Partai Bergerak Maju disebut telah mengunggah lebih dari 245.000 konten di media sosial.