Jangan ambil sendiri
Tanah pertiwi anugerah Ilahi
Jangan makan sendiri
.......
( Perahu Retak )
Beberapa bait lagu Perahu Retak yang dinyanyikan oleh Franky Sahilatua diatas  sangat relevan dengan kondisi sosial di negeri ini. Ibarat pisau bermata dua, Gentrifikasi perlu kearifan negara supaya tidak menimbulkan penderitaan rakyat serta mencegah sengketa tanah dan konflik horizontal maupun vertikal.
Fenomena gentrifikasi memiliki sisi positif dan negatif terhadap masyarakat akibat pembangunan wilayah dan kota. Dari aspek agraria atau penguasaan tanah, gentrifikasi banyak menimbulkan konflik sosial. Bahkan ada anggapan publik bahwa konflik pertanahan merupakan bentuk penjajahan baru akibat datangnya modal kapital yang menggusur kampung-kampung lama. Salah satu konflik yang aktual adalah kasus Proyek Rempang Eco City.
Fenomena gentrifikasi bisa terbebas dari konflik hebat jika masalah status pertanahan sudah disosialisasikan dan ditata dengan baik tanpa adanya intimidasi. Hak-hak penduduk lokal harus dilindungi. Negara mesti hadir untuk melindungi kampung lama, bukan malah membela investor asing dengan cara menggusur secara sewenang-wenang lalu melakukan relokasi terhadap penduduk lama ke tempat yang kurang layak.
Masalah pertanahan sejak Indonesia merdeka hingga kini masih krusial.Pemerintah perlu reinventing atau menggali kembali nilai dan esensi UUPA 1960. Pada tanggal 24 September 1960 Presiden Soekarno menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan UUPA 1960.
Tanah air milik masyarakat lokal bukan lantas diubah penguasaannya seenak udelnya, lalu dikapling-kapling untuk investor dengan dalih klise proyek strategis. Pemerintah harus menghayati cita-cita yang melandasi ditetapkannya UUPA adalah untuk menciptakan pemerataan struktur penguasaan tanah demi mengangkat martabat dan kesejahteraan kaum tani. Program landreform atau pembaruan agraria yang menjadi substansi utama dalam UUPA 1960, oleh Bung Karno disebut sebagai satu bagian mutlak dari jalannya revolusi Indonesia.
Tanah dan petani adalah satu kesatuan dan satu jiwa. Selain mewujudkan pembaruan agraria yang berdasarkan semangat UUPA 1960, pemerintah juga berkewajiban menyediakan infrastruktur yang andal untuk bertani, seperti prasarana irigasi, mekanisasi, bibit, dan pupuk.