Partai Buruh dan Apinya Marsinah
Eksistensi partai nonparlemen masih adem ayem saja. Belum ada agenda kejutan yang membuat masyarakat terpana. Partai Buruh sebagai partai nonparlemen mestinya mampu membakar spirit publik. Partai harapan para pekerja itu jangan sampai kehilangan spirit perjuangan.
Partai Buruh perlu melakukan ziarah ke makam Marsinah sang pejuang dan pahlawan buruh di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. Spirit perjuangan Marsinah masih berkibar di hati rakyat. Partai Buruh jangan hanya mewarisi abunya, harus mewarisi apinya Marsinah.
Saat pemilu biasanya makam Marsinah sering dikunjungi para tokoh. Bahkan Gubernur Jawa Timur telah menyempatkan diri ziarah. Bupati Kabupaten Nganjuk Marhaen Djumadi telah meletakkan tradisi ziarah ke makam Marsinah dalam rangkaian Hari Buruh Nasional atau May Day.
Pada era kekuasaan rezim orde baru kaum buruh menghadapi kekuasaan yang sangat otoriter, keji dan tangan besi. Marsinah meninggal dunia setelah diculik dan dianiaya oleh aparat merupakan klimaks dan potret betapa sempurna kekejaman penguasa yang menjadikan buruh sebagai tumbal pertumbuhan ekonomi.
Marsinah adalah gadis desa yang lugu dan pekerja keras. Dia ingin menggapai kemajuan dengan bekerja keras sebagai buruh pabrik jam di Sidoarjo. Daya kritis Marsinah terhadap hak normatif buruh dan tekadnya untuk bergerak bersama kawan-kawannya guna meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi kerja justru dibayar dengan nyawanya.
Sebagai aktivis serikat pekerja dan juga berasal dari Nganjuk, saya melihat para pimpinan serikat pekerja/serikat buruh sekarang ini banyak yang mementingkan diri sendiri. Mereka hidup mewah karena dekat dengan kekuasaan.
Ditengah kondisi ketenagakerjaan di tanah air yang kian amburadul, kita semua menjadi rindu terhadap sosok Marsinah. Pada saat ini Marsinah patut dijadikan cermin besar untuk mawas diri bagi para aktivis buruh, utamanya bagi pimpinan organisasi buruh yang kini jumlahnya sudah menjamur. Dialektika perjuangan Marsinah yang menurut keluarga dan kawan-kawan bernuansa sepi ing pamrih, rame ing gawe bisa menjadi obat insyaf bagi pemimpin buruh yang selama ini berjuang sarat pamrih dan mengedepankan perutnya sendiri.