Lihatlah Peluh Pekerja Utilitas, Mereka juga Butuh Jaminan Keselamatan Kerja
Publik sedang menyoroti masalah kabel utilitas, khususnya kondisi semrawut kabel serat optik dan kabel lain yang kondisinya bisa mencelakai pengguna jalan. Kesemrawutan dan kesalahan dalam pemasangan utilitas merupakan gambaran manajemen kota yang amburadul serta manajemen kontraktor yang buruk. Kondisi seperti itu pada gilirannya bisa mengancam jiwa dan mengganggu kesehatan masyarakat.
Para pekerja utilitas serta merta dijadikan kambing hitam terkait persoalan diatas. Padahal pekerja itu sering mendapat tekanan dan gangguan. Serta kurangnya alat keselamatan kerja untuk mereka, Apalagi pada musim kemarau yang menyengat kulit saat ini, derita pekerja utilitas bertambah besar karena mereka harus bekerja di tempat terbuka dan sarat polusi.
Sekedar catatan, utilitas adalah fasilitas atau infrastruktur yang menyangkut kepentingan umum seperti listrik, telekomunikasi, informasi, air, migas dan bahan bakar lain, sanitasi dan sebagainya. Utilitas didukung oleh bangunan dan jaringan utilitas agar bisa berfungsi secara baik dan optimal. Sebagai bagian dari kegiatan pembangunan, berbagai jenis bangunan dan jaringan utilitas banyak dibuat oleh pemerintah maupun swasta, baik di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Seringkali pula pembangunan bangunan dan jaringan utilitas harus dilakukan di lahan yang menjadi bagian dari ruang publik, misalnya jalan raya maupun trotoar.
Diantara pembaca mungkin ada yang beranggapan bahwa pekerjaan tarik menarik dan sambung menyambung kabel merupakan jenis pekerjaan sepele. Hal itu tidak benar adanya, pekerjaan yang terkait dengan serat optik (fiber optic) memerlukan keahlian khusus dan membutuhkan peralatan khusus. Proses penyambungan harus memenuhi standar dan prosedur yang sudah ditentukan. Kesalahan metode bisa mengulang pekerjaan dan menghabiskan waktu dan tenaga. Apalagi kondisi pemasangan baik yang bersifat dibawah tanah maupun di udara semua dalam kondisi di tempat publik yang posisinya seringkali susah atau sempit untuk melakukan prosedur kerja yang benar.
Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED. Kabel ini berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat optik tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit.
Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran telekomunikasi. Perkembangan teknologi serat optik saat ini memiliki bandwidth yang besar sehingga kemampuan dalam mentransmisikan data menjadi lebih banyak dan cepat dibandingkan dengan penggunaan kabel konvensional.
Â
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sangat penting dalam pelaksanaan proyek utilitas. K3 wajib dibuat dan dilakukan oleh pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan akibat kerja dengan cara mengenali hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan tempat kerja yang aman serta menekan serendah mungkin risiko kecelakaan kerja, baik yang menimpa pekerja maupun yang menimpa masyarakat.
Ketika dilakukan di lahan publik, pembangunan bangunan dan jaringan utilitas tentu perlu diatur agar tidak memunculkan gangguan ketertiban umum dan kenyamanan publik. Oleh karena itu, pemerintah sudah membuat peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan pembangunan bangunan maupun jaringan utilitas, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Termasuk juga di bagian-bagian tanah yang merupakan fasilitas umum seperti jalan dan trotoar.
Untuk pembangunan bangunan maupun jaringan utilitas di bagian-bagian jalan, khususnya yang berkaitan dengan jaringan fiber optic, peraturan yang relevan adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.
Tentunya semua kota di negeri ini sudah memiliki peraturan daerah terkait dengan kegiatan pekerjaan pembangunan bangunan dan jaringan utilitas,termasuk yang dilakukan di bagian-bagian jalan atau trotoar yang merupakan wilayah publik.
Namun dalam praktek dilapangan masalah pengawasan banyak yang masih lemah. Bahkan tata cara dan prosedur pelaksanaannya belum jelas diatur. Pemerintah daerah sering tidak berdaya ketika pemegang hak perizinan proyek utilitas tidak bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan mereka. Seringkali pihak kontraktor melanggar dan mengabaikan kerusakan yang terjadi akibat proyeknya. Jenis kerusakan yang sering terjadi adalah :
1. Pendodosan buis beton drainase menyebabkan terganggunya fungsi drainase dan menyebabkan banjir.
2. Kerusakan trotoar dan lubang-lubang yang menganga di jalur pedestrian dan bahu jalan sangat membahayakan bagi pejalan kaki.
3. Kekacauan pemasangan guiding block yang mengakibatkan pejalan kaki disabilitas tuna netra tidak dapat mengikuti petunjuk kode arah guide pola.
4. Pelaksanaan kegiatan yang lama dan berlarut-larut mengakibatkan pejalan kaki terpaksa berjalan di badan jalan, sehingga membahayakan keselamatannya.
5. Galian yang dibiarkan di sepanjang lokasi menyebabkan kemacetan.
6. Pengurugan dengan sampah membuat ambles dan membahayakan keselamatan pejalan kaki.
7. Penanaman jaringan utilitas yang terlalu dangkal (kurang dari 1,5 m) menyebabkan jaringan terpengaruh beban lalu lintas sehingga menjadi rusak.
Kita perlu menyimak hasil penelitian dari lembaga atau badan keselamatan dan kesehatan kerja Anmerika Serikat (OSHA) terkait penyebab kecelakaan kerja bagi pekerja utilitas, kasus yang sering terjadi antara lain :
1. Tergelincir, tersandung, dan jatuh.
Terpeleset, tersandung, dan jatuh adalah penyebab utama kematian di tempat kerja dalam konstruksi. Menurut OSHA pada tahun 2020 jumklah total tingkat kejadian terpeleset, tersandung, dan jatuh dalam konstruksi utilitas adalah 21 per 100.000 pekerja penuh waktu. Dalam kategori ini, jatuh pada tingkat yang sama adalah yang paling umum (tingkat kejadian 9,7) diikuti oleh jatuh ke tingkat yang lebih rendah (tingkat kejadian 6,0).
2. Tertabrak benda atau peralatan.
Tingkat insiden benda atau peralatan yang tertabrak adalah 11,9 per 100.000 pekerja penuh waktu, menjadikan mereka penyebab utama kematian terkait konstruksi. Menurut OSHA , sekitar 75 persen dari kematian akibat kecelakaan yang melibatkan alat berat. Sebagian besar kecelakaan kerja disebabkan oleh kendaraan, benda jatuh atau terbang, dan risiko dari membangun beton atau dinding batu.
3. Paparan zat atau lingkungan berbahaya.
Ancaman serius bagi pekerja utilitas, paparan zat atau lingkungan berbahaya memiliki tingkat kejadian total 8,2 pada tahun 2020, Pekerja utilitas dapat terpapar listrik, radiasi, kebisingan, dan suhu ekstrem, di antara bahaya lainnya.
4. Insiden di jalan raya yang melibatkan kendaraan bermotor.
Pekerja utilitas sering berada dalam bahaya di jalan raya. Dengan tingkat kejadian 6,2 per 100.000 pekerja penuh waktu, bahaya keselamatan ini harus menjadi fokus utama semua pemberi kerja.
5. Pengerahan dalam mengangkat atau menurunkan.
Pekerjaan utilitas biasanya melibatkan mengangkat atau menurunkan barang berat, jadi tidak mengherankan jika tingkat kejadian yang terkait dengan kelelahan adalah 5,8 per 100.000 pekerja penuh waktu. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H