"Tak henti-hentinya rezim penguasa membuat suasana keruh di darat dan laut," kata orang bijak. Secanggih apapun teknologi kapal keruk yang digunakan untuk eksploitasi pasir laut, pada prinsipnya mekanisme pengerukan pasir laut dan seisi lautan menggunakan pipa besar yang memiliki daya aduk dan sedot yang luar biasa. Mekanisme dalam kapal tetap saja melakukan penyortiran material berharga sekaligus membuang kembali lumpur dan sampah ke dasar lautan.
Mekanisme pengerukan pasir laut itu menyebabkan kekeruhan abadi dan kiamat bagi makhluk hidup di lautan. Kekeruhan adalah bentuk kekejaman dan perampasan hak hidup biota laut dan penghancur ekosistem. Kondisi kekeruhan bukan mengada-ada, bisa diamati dari data lewat citra satelit. Kondisi kekeruhan tidak bisa ditutup-tutupi, warga dunia bisa mengambil data sekunder yang berupa total suspended solid dan klorofil-a antara lain dari citra satelit SNPP- VIIRS. Data sekunder sebaran konsentrasi klorofil-a dan total suspended solid laut di perairan tertentu melalui situs ocean color NASA.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Kebijakan ini akan membuka Kembali izin ekspor pasir laut. Pengelolaan hasil sedimentasi memiliki pengertian yang klise dan anti logika. Dampak negatif ekspor pasir semakin besar karena selama ini lemahnya pengawasan dan buruknya pengawasan UU RI No.27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Rezim penguasa menutup mata terhadap dampak kerusakan lingkungan termasuk kepentingan masyarakat lokal yang terdampak kebijakan penambangan pasir laut.Â
Pemberian izin ekspor pasir laut memberikan kontribusi yang tidak jelas pada penerimaan APBN khususnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Harga pasir laut sangat murah, di lain pihak dampak lingkungan dan sosial sangatlah mahal.Ekspor pasir dalam praktiknya mencuatkan upeti dan sogok suap disana-sini. Oknum pemerintah daerah tidak berdaya dan justru larut dalam permainan perijinan dan menutup mata terhadap kerusakan lingkungan dan sosial.
Pasir laut berbeda dengan pasir darat, dimana pasir laut mengandung komponen utama kalsium (Ca2+) yang berasal dari organisme laut seperti cangkang kerang dan terumbu karang. Selain kandungan utama tersebut juga terdapat magnesium (Mg2+) dan silica (SiO2-) yang berasal dari aliran air sungai yang menuju ke laut.Â
Pengerukan pasir laut dapat meningkatkan kekeruhan perairan, akibat pengadukan sedimen dasar laut. Kekeruhan perairan erat kaitannya dengan total suspended solid, dimana hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya mikrobiologi, organisme, dan sumber daya ikan di dalamnya. Kebutuhan material bahan tambang berupa pasir di dunia terus meningkat setiap tahunnya. PBB menyatakan bahwa dunia telah kehilangan hampir 30 miliar ton pasir laut per tahun hanya untuk memperluas daratan dan membuat konstruksi beton.
Rezim penguasa berdalih semu bahwa pengerukan pasir laut hanya dilakukan demi mencegah pendangkalan laut di perairan tertentu. Namun, dalam perkembangannya pasir itu kemudian ditawarkan sebagai komoditas ekonomi kepada negara tetangga. Berdasarkan survei sudah sekitar 300 juta meter kubik ekspor pasir dari Indonesia yang digunakan Singapura untuk memperluas wilayahnya. Aktivitas penambangan pasir laut yang terus menerus dapat menyebabkan ancaman serius bagi ekosistem di wilayah pesisir. Ancaman tersebut dapat berupa hilangnya keanekaragaman biodiversity dan penurunan jasa lingkungan.
Pada prinsipnya eksploitasi atau pengerukan pasir laut menggunakan jenis kapal Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD). Yakni kapal keruk yang biasa digunakan oleh para pelaku ekspor pasir. Pada prinsipnya trailing suction dredger (TSD) dapat melakukan pengerukan (menghisap) pada media berupa tanah liat,lumpur dan kerikil dan dengan mudah bergerak pada perairan. TSHD menyeret pipa penghisap dan mengisi material yang dihisap tersebut ke satu atau beberapa penampung (hopper) di dalam kapal.Â
Hasil isapannya berupa slurry (campuran pasir dengan air) sebagian tertampung di dalam hopper dan sebagian lagi keluar melalui saluran pembuangan yang ada di buritan. Setelah itu pasir akan mengalami pengendapan dan air keluar melalui pipa-pipa buangan yang ada. Banyaknya kedalaman material yang akan dikeruk ditunjukkan pada layar monitor peta elektronik di kapal, selain itu pada layar monitor juga menunjukkan posisi, arah dan perjalanan kapal. Namun semua parameter dan sistem monitoring diatas sangat mudah untuk dimanipulasi. Apalagi mentalitas para birokrat perairan di negeri ini sangat rentan terhadap berbagai modus korupsi.
Kegiatan penambangan pasir dengan menggunakan kapal isap TSHD sudah pasti meningkatkan tingkat kekeruhan air laut yang sangat serius. Tingginya tingkat degradasi lingkungan dan kemiskinan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin parah akibat operasional kapal keruk pasir laut yang amat rakus menyedot seisi laut. Apalagi, pada saat ini eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan intensitasnya sangat tinggi di sejumlah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Antara lain seperti minyak bumi dan gas, perikanan, ekowisata bahari, industri kelautan, bangunan kelautan, angkutan laut, serta jasa kelautan lainnya, termasuk eksploitasi harta karun/ barang berharga asal muatan kapal tenggelam (BMKT).