Mohon tunggu...
Totok Triyadi
Totok Triyadi Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematik

math teacher - pembina osis - pramuka - pmr - satgas anti narkona giants - maafkan tulisan saya yang masih amburadul :D .. Ohya temukan saya di Instagram: @totoktriyadi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Matematika Itu Abstrak, Terus Gimana?

13 Februari 2012   22:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:41 3324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada pertentangan diantara matematikawan/wati... :) sendiri mengenai matematika sebagai ilmu. Pertentangan ini terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mengatakan bahwa semua yang ada dalam matematika itu sudah ada dari "sononya" bersifat mutlak/absolut sudah ada,artinya siapapun yang mempelajari matematika sesungguhnya hanya mempelajari mengenai kebenaran saja, dan penemuan berikutnya adalah kebenaran yang diturunkan dari kebenaran sebelumnya, alhasil tinggal menunggu saja pengungkapan kebenaran - kebenaran selanjutnya dalam matematika. Kelompok pertama ini dikenalkan filsuf terkemuka dunia yaitu Plato dan pahamnya disebut Platonisme.

Sementara, kelompok kedua mengatakan matematika tidak berbeda dengan ilmu yang lain. Seperti halnya fisika, kimia, sosiologi, psikologi dan lain-lain, sesungguhnya matematika adalah suatu ilmu yang didapat dengan pengalaman/penelitian/praktikum/empiris,.. yang nilai ilmunya ditentukan dengan pengalaman/empiris.  sebagai contoh misalnya sejak jaman yunani kuno telah mengenal untuk mengukur panjang keliling sebuah lingkaran adalah tiga kali panjang diameternya lebih sedikit. Bilangan pengali ini yang disebut dengan "phi" yang besarnya didekatkan dengan angka 22/7 atau 3,14. Kelompok kedua ini dikenalkan oleh filsuf terkemuka juga yang merupakan murid dari Plato sendiri yaitu Aristoteles dan pahamnya disebut Empirisme.

Matematika itu abstrak, tidak terlihat bentuk nyatanya, itu tidak dapat disangkal lagi, baik oleh kelompok pertama maupun kelompok kedua diatas. Apapun yang nyata jika didefinisikan akan terasa kaku, nah padahal di dalam matematika definisi adalah dasar pijakan pemformalan yang dijadikan acuan, walaupun hal ini sudah "diantisipasi" dengan aksioma (kebenaran yang tidak terbantahkan lagi). Hampir semua yang dibahas di dalam matematika itu adalah idealisasi dari yang nyata dalam bentuk simbol (boleh kita sebut sebagai bahasa matematika), Dan sebaliknya umumnya yang disajikan dalam matematika tidak dapat dinyatakan dalam kehidupan nyata secara langsug. Sebagai contoh misalnya penggambaran sebuah garis di dalam matematika "seharusnya" tanpa lebar/tebal (ketebalannya =0) dan tanpa putus (kontinyu) tetapi keadaan nyata susah untuk menggambar yang demikian. Bila digambar demikian maka nyaris garis itu tidak dapat terlihat bahkan oleh mokroskop yang paling canggih sekalipun :). Umumnya visualisasi yang dapat menggambarkan sebuah garis dengan menggunakan alat tulis apapun akan menghasilkan garis yang "tidak ideal" menurut matematika. Misalnya menggambar garis dengan menggunakan sebuah spidol akan dihasilkan garis yang terlihat dan tidak mungkin garis tersebut tidak  memiliki lebar.

Nah, karena abstrak berarti susah donk mempelajari matematika?,..  umumnya memang menjadi momok bagi sebagian orang untuk mempelajari matematika, walaupun sebagian menganggap mempelajari matematika mengasyikan bahkan cenderung sebagai hobi,.. trus gimana sebaiknya mempelajari matematika sebaiknya?...

Menurut Piaget perkembangan manusianya -walaupun dinegaranya teori ini masih menjadi perdebatan sampai sekarang-  bahwa perkembangan manusia terbagi dalam beberapa tahapan, tahapan manusia mulai bisa berfikir abstrak terletak pada sekitar usia-usia anak masuk Sekolah Menengah Atas, walaupun kemungkinan besar tidak sama untuk setiap manusia waktu memulainya.

Hal ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh guru-guru matematika terutama dalam menerapkan strategi mengajarnya. Pembelajaran di sekolah (dasar dan menengah) umumnya digunakan untuk membekali siswa dengan pengalaman belajar matematika. Pada tingkat yang rendah dimulai dengan mengenalkan hal-hal yang kongkret (terlihat) dahulu untuk mengenalkan konsep-konsep matematika. Misalnya ada gambar 3 buah kursi pada satu lingkaran dan 2 buah kuri di lingkaran yang lain, bila digabung maka siswa diajak untuk menghitungnya satu-satu dan akhirnya terdapat 5 buah kursi, untuk mengenalkan konsep penjumlahan. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi mulai "dilepaskan" gambaran kongkret nyata untuk mempelajari matematika yang lebih tinggi, seperti halnya untuk mempelajari kalkulus. Akan tetapi pembelajaran disini masih digunakan untuk memecahkan masalah.

Pada pembelajaran matematika di perguruan tinggi, proses belajar adalah pencarian ilmu secara mandiri. Berbeda dengan pembelajaran di sekolah sebelumnya, disini mahasiswa (diharapkan) tanpa bimbingan lagi sudah dapat berfikir abstrak. Bekal pembelajaran matematika di sekolah diharapkan sudah menjadi konsepsi mereka tentang matematika yang utuh, sehingga diharapkan pula arah berfikir mahasiswa dapat secara deduktif. Di perguruan tinggi, belajar matematika dikenalkan untuk memecahkan persoalan yang lebih luas. Misalnya Persamaan Differensial yang konsep dasarnya sudah dikenalkan semenjak Sekolah Menengah digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan di bidang teknik.

Bila dikembalikan lagi ke awal pembicaraan kita tentang perbedaan matematika sebagai ilmu, maka perbedaan pembelajaran matematika di sekolah dan di perguruan tinggi mengacu pada perbedaan tersebut. Matematika sebagai bentuk pengalaman (empiris)  digunakan sebagai pembelajaran di sekolah. Sedangkan matematika sebagai kebenaran absolut/mutlak digunakan sebagai pendekatan pengajaran matematika di perguruan tinggi khususnya yang jurusan matematika tentunya. Singkatnya proses belajar matematika dari tingkat yang dasar Induktif dan semakin tinggi levelnya menjadi deduktif.

Semoga tulisan ini bermanfaat membantu pembaca, terutama yang ingin mengajarkan matematika, :)

oleh: totok triyadi - dicintai matematika gara-gara mencintai matematika ... hehehe ... :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun