Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Banyak atau Baik?

21 Oktober 2009   19:36 Diperbarui: 28 November 2018   18:49 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: anak-anak peserta bimbel tengah mengaktualisasikan nilai kebersamaan. Dokpri.

Dalam catatan harian ibu saya ketika akan pindah tempat mengabdi selaku guru SD dari kota kelahiran Ibu Kartini ke kota kelahirannya di Purworejo, ada tulisan atau lebih tepat disebut pesan pribadi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah saat itu.  Isinya pendek saja. " Bukan yang banyak itu baik, tapi yang baik pastilah yang banyak". 

Berkali-kali saya tanyakan arti dan maknanya, ibu selalu berkata, " coba kamu pikir dan renungkan sendiri". Secara umum, arti banyak itu lebih dari satu. Dan baik sama dengan tidak buruk. Suatu yang banyak tidak selalu mengandung kebaikan. Apalagi jika berlebihan. Contoh sederhana adalah makan. Naluri kemanusiaan ini jika diisi untuk satu atau dua porsi mungkin masih cukup baik bagi tubuh kita.  Lebih dari itu, biasanya menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan manusia pada umumnya. 

Keluhan demi keluhan akan bermunculan dalam jangka pendek atau panjang. Baik merupakan wujud penilaian. Ada  yang obyetif, subyektif  atau transesdental. Nilai obyektif dan subyektif adalah bagian dari hubungan antar manusia. Sementara itu, nilai transedental merupakan wujud hubungan antara manusia dan Tuhan yang Maha Pencipta. Keduanya acapkali dipisahkan dengan beragam alasan. 

Dalam tulisan ini, kedua pola hubungan tidak dipisahkan sesuai pandangan hidup bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Akhir-akhir ini banyak disebut dalam berbagai kesempatan, bahwa bangsa Indonesia tengah mengalami situasi krisis multidimensional. Kata berhuruf miring ini berarti banyak. Ketika harus bersanding dengan kata krisis maknanya jadi tidak baik. Dari sini kita dapatkan kesimpulan bahwa yang banyak itu tidak baik. Apakah semua hal dan selamanya akan muncul kesimpulan seperti itu ? Tentu saja tidak. 

Ada banyak kebaikan yang dapat  kita lakukan di dunia ini. Memberi seteguk air bagi yang kehausan, menunjukkan arah yang benar ketika ditanyakan tujuan yang kita tahu, dan banyak hal lain yang berujung pada  kebaikan untuk diri sendiri serta orang lain. Jika kebanyakan orang Indonesia berbuat satu kebaikan saja, niscaya krisis yang mencakup banyak dimensi ini akan berakhir dengan banyak kebaikan. 

Sebaliknya, jika kebanyakan dari kita mengabaikan satu kebaikan saja, dapat dipastikan krisis multidimensional yang tengah mengelilingi kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat Indonesia akan menimbulkan masalah yang lebih besar, rumit dan berkepanjangan. Pilihan ada di tangan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun