Berkebun memang baru sebatas hobi. Jauh sebelum terjadi pandemi Covid 19, halaman belakang rumah saya jadikan sebagai lahan penyaluran hobi berkebun. Dengan luas sekitar 150 M2, beberapa jenis tanaman keras semisal nangka, jambu biji, mangga, alpukat, kelapa dan daun salam tumbuh cukup baik dan terawat. Pisang batu, Ambon, kepok dan susu ada juga beranak pihak. Tentu buah atau daunnya dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Beberapa jenis tanaman obat keluarga (toga) diantaranya jahe (biasa, emprit dan merah), kencur, kunyit (kuning dan putih), sereh dan Temu Ireng tumbuh subur.Â
Sebelum kena
kram perut di akhir tahun 2020, sekitar 20 batang telah berbunga dan dimanfaatkan untuk membuat teh herbal maupun bahan pewarna makanan. Klepon jadi tambah cantik dengan warna ungu. Disandingkan teh herbal berwarna kebiruan yang berbaur dengan jahe merah, hmmm.. pagi hari lebih bergairah. Apalagi sambil menatap kuning anggrek Air Terjun atau Catleya. Aglonema, Calatea, Butterfly dan beberapa jenis tanaman hias murah meriah semacam Kenikir, Gembel dan entah apalagi namanya. Warna warni bunga berbaur semburat sinar mentari pagi sungguh jadi suasana batin luar biasa.
Saat daun kupu-kupu masih terawat. Dokpri
Menjalani hobi acapkali membuat kita lupa diri. Ada batas tertentu yang diperhatikan dengan segenap kesadaran manusiawi. Bahwa pada titik puncaknya, kemampuan manusia akan dibatasi usia misalnya. Daya juang akan berbatasan dengan kemampuan fisik dan sebagainya. Batasan- batasan itulah yang terlupakan saat kita merasa baik - baik saja. Ketika batasan itu sangat nyata, kita tak lagi mampu menembusnya. Menghindar pun terasa amat berat.
Anggrek Air Terjun (waterfalls orchidae) yang banyak tumbuh di halaman belakang dan samping rumah. Dokpri
Kejadiannya persis di depan mata. Siang hari di pertengahan November 2020, saya dan istri sedang memanen tomat dan parea. Dua dari sejumlah sayuran yang kami tanam. Di antara beberapa jenis sayuran lain yaitu kacang panjang, suring, cabe rawit, kangkung darat dan sawi hijau. Tiba-tiba terdengar bunyi ranting pohon Albasia berderak keras dan patah. Menimpa genteng gudang. Nalar kami harus segera mengambil keputusan cepat dan tepat. Akhirnya saya segera mengambil alat- alat potong yang ada di rumah yakni parang dan gergaji manual. Semangat juang membara. Mengejar rasa khawatir hujan deras akan segera jatuh membasahi genteng dan tanah. Singkat cerita, sebelum hari gelap, semua dahan dan ranting yang mungkin akan menggangu aliran air hujan dapat dibersihkan.
Tiga jenis sayuran yang dibudidayakan di polybag samping rumah: kangkung darat, sawi hijau dan terong ungu. Dokpri
Selang dua pekan setelah kejadian di atas, satu dahan besar di sebelahnya patah dan menimpa pohon kelapa yang tumbuh di samping kiri gudang. Saat hujan lebat disertai angin kencang, pohon kelapa yang menyangga dahan pohon Albasia tadi berguncang hebat. Suara berderak dari dahan yang mengenai pagar tetangga membuat rasa was-was bertambah besar. Sementara menunggu tenaga pembersih nampaknya tidak akan sanggup lagi. Lagi - lagi harus turun tangan sendiri. Di sinilah awal munculnya kram perut yang saya alami sampai sekarang.
Pohon Albasia ku di awal pagi. Dokpri
Haruskah Berhenti di Tengah Jalan?
Ibarat satu perjalanan, ketika ada kendala di tengahnya, haruskah berhenti sebelum mencapai tujuan? Itulah pertanyaan yang senantiasa menggelantung di benak setiap kali menatap tanaman itu dari balik jendela kamar. Banyak yang terkikis dimakan hama, terutama belalang dan siput (bekicot). Ada juga yang layu dan mati tak tertangani. Namun tidak sedikit justru tumbuh subur seperti jahe merah, lengkuas merah dan kunyit putih. Ketiga jenis tanaman obat keluarga ini seolah berlomba dengan rerumputan liar yang tumbuh di sekitarnya.Â
Melihat realita tadi, asa menyelesaikan satu titik tujuan perjalanan tak harus terjadi dalam kejapan mata. Hujan yang turun tiap hari memang merontokkan dedaunan. Menumbuhkan rumput dan pohon liar di manapun. Seolah memberi tahu kalau alam tengah berhikmah. Menebar berita kesuburan yang membawa kegembiraan di hari nanti.Â
Rumput atau pepohonan liar yang ternyata membawakan pesonanya. Dokpri
Penantian yang harus dilandasi kesadaran pentingnya makna kesabaran. Terus berusaha memperbaiki diri tak hanya atas kesembuhan sang penyakit perut apapun namanya. Karena perut adalah pusat kendali diri. Nafsu, ambisi, obsesi dan lain sebagainya. Dari perut muncul energi yang menggerakkan daya hidup manusiawi. Konsisten menjaga arah keutamaan tujuan lebih bermakna dari pada tujuan itu sendiri.
Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Hobby Selengkapnya