Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mampukah Kontingen SEA Games 2019 Mengembalikan Kejayaan Indonesia di Era 1980 dan 1990-an? (Bag 2)

28 November 2019   03:53 Diperbarui: 28 November 2019   07:46 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kontingen SEA Games 2019 di depan Istana Bogor dilepas oleh Presiden Jokowi. Dokumen: tirto.id / antara

Pada tulisan pertama , pertanyaan amburadulnya prestasi (olahraga) Indonesia salah siapa. secara tersirat telah ada jawabannya. Lompatan prestasi sebagaimana dikatakan oleh Presiden Jokowi saat memberi bonus kepada para peraih medali di Istana Negara sehari setelah penutupan ajang olahraga prestasi terakbar se benua Asia 2018, secara kuantitatif memang meyakinkan.

Dari 31 emas yang disumbangkan, 14 di anataranya berasal dari cabor Pencaksilat. Cabor tradisional Indonesia yang telah naik kelas menjadi olahraga dunia memang layak mendapatkan kehormatan dan seharusnya begitu. 

Dan peristiwa spektakuler juga hadir di tengah pemberian tanda kehormatan atas prestasi yang diraih oleh Pesilat Hanifan Yudani yang mampu merangkul dua kandidat capres Pemilu 2019 yang sering diberitakan tengah berseteru adalah catatan khusus.  

Dalam beberapa tulisan sebelumnya, prestasi olahraga adalah satu diantara dua momen penting dalam menunjukkan jati diri sebagai bangsa berdaulat. Seorang juara pertama atau peraih medali emas dalam pesta olahraga antar bangsa, selain naik di podium tertinggi, ia atau tim itu akan diberi penghormatan khusus dengan Lagu Kebangsaan dan pengibaran bendera nasionalnya.

Momen lain adalah penghormatan bagi tamu negara (Presiden/ Wakil Presiden atau pejabat tinggi yang mewakili). Masih ingat peristiwa penganugerahan medali emas cabor Pencaksilat di arena Asian Games 2018 yang dapat menyatukan dua capres dalam rangkulan merah putih ? Hanya atlet yang mampu melakukannya.

SEA Games 2019 yang secara resmi baru akan dibuka Jumat lusa adalah momentum bagi Indonesia untuk berupaya maksimal memperbaiki citra olahraga prestasi yang sempat membuat "kejutan" di ajang Asian Games 2018 lalu dengan menempatkan diri di jajaran lima besar. Dan memunculkan berbagai peristiwa memalukan yang menyeret para pejabat teras dua organisasi besar penyelenggara kegiatan olahraga prestasi di Indonesia yakni Kemenpora dan KONI.  

Jumlah atlet yang akan mengikuti SEA Games ke-30 tahun 2019 adalah sebanyak 841 atlet dengan didampingi pelatih dan ofisial sebanyak 256 orang dan dukungan tim medis, tim keolahragaan dan berbagai unsur pendukung lainnya sehingga totalnya berjumlah 1.303 orang.

Sasaran antara untuk meraih prestasi di Asian Games dan Olimpiade yang menjadi target utama. "Komposisi kontingen SEA Games ke-30 ini terdiri dari 60% atlet junior dan 40% atlet senior hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi atlet-atlet muda kita untuk merasakan atmosfir multievent internasional sehingga dapat berprestasi di masa yang akan datang, ujar Menpora sebagaimana dikutip dari laman Kemenpora. 

Di tengah maraknya berita ketidak-siapan tuan rumah Filipina menyelenggarakan Pesta Olahraga se Asia Tenggara ke 30 tahun 2019 yang tersebar di dunia maya maupun media daring, dengan komposisi atlet seperti di atas, justru Presiden Jokowi menargetkan posisi runner up.

Barangkali akan muncul pertanyaan, realistis-kah penetapan sasaran itu? Bagi orang awam mungkin tidak. Sebaliknya buat para atlet, pelatih dan pembina olahraga prestasi, ini adalah tantangan serius yang harus dijawab dengan capaian-capaian prestasi riil di arena yang digelar. 

Di cabor atletik misalnya, dengan menyimpan Lalu Mohammad Zohri yang disebut-sebut telah masuk kelas Asia dan dunia dan memasukkan atlet-atlet lapis berikutnya, selain memberi kesempatan menambah jam terbang juga sebagai ajang pembuktian bagi mereka.

Banyak atlet daerah yang masuk pelatnas masih berusia muda. Mereka sebagian besar telah berprestasi secara nasional di berbagai ajang kejuaraan semisal Popnas (Pekan Olahraga Pelajar Nasional) maupun Pomnas (Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional). Baik yang dibina oleh klub maupun pusat-pusat pelatihan olahraga yang tersebar di hampir semua provinsi.

Ada yang dibina di PPLP/ PPOP, pemusatan latihan daerah (pelatda) di ibukota provinsi serta klub-klub atletik seperti Dragon Salatiga dan sebagainya. 

Keputusan mengedepankan kesempatan bagi atlet junior (60%) akan membawa dampak psikologis yang memotivasi pengurus cabang-cabang olehraga prestasi, pelatih dan para pembina di berbagai tingkatan yang dikordinasikan oleh KONI untuk kian bersemangat dalam mengoptimalkan sumber-sumber daya keolahrgaan yang masih tergolong langka terutama di daerah. Khususnya daerah yang dikategorikan "miskin" seperti Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Ada sejumlah atlet potensial berprestasi yang masuk dalam pelatnas dari cabor atletik, hockey dan lainnya. Kebijakan pemerintah pusat ini setidaknya memberi sinyal bagi pemerintah daerah untuk melakukan hal yang sama. Sekaligus menjawab pertanyaan bahwa pembinaan atlet berprestasi adalah langkah strategis dengan pendekatan manajemen dan teknologi keolahragaan yang maju. 

Tentang target menjadi runner up, Presiden Jokowi nampaknya ingin memberi pesan kepada seluruh pemangku kepentingan olahraga prestasi nasional dan daerah (utamanya) untuk senantiasa bersikap optimis dan berpikir positif. 

Bahwa, selain faktor-faktor teknikal seperti ketersediaan fasillitas keolahragaan yang memadai untuk menyongsong perjalanan ke puncak prestasi tertinggi dan sistem keolahragaan nasional yang dikelola dengan pendekatan terdepan.

Hal terpenting dari semua kriteria obyektif (biasa disebut begitu), faktor budaya harus dijadikan landasan utama dalam penyelenggaraan sistem keolahragaan nasional. 

Sebagaimana kita tahu, semangat gotong royong yang merupakan ciri khas manusia Indonesia akhir-akhir ini kian meredup dengan maraknya perilaku saling curiga, berprasangka buruk, pesimistik dan sebagainya. 

Sesuai sifat dasarnya, olahraga adalah membangun jiwa dan raga yang sehat. Mens sana incorpore sano. Demikian juga tujuan Bangsa Indonesia yang sejatinya ingin membangun jiwa dan raga manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Berolahraga artinya membangun diri sehat jiwa (senantiasa berpikir positif, strategis dan lainnya) serta raga yang tak hanya kuat fisik dan tahan atas beragam ancaman penyakit. Semoga demikian isi tangkapan layar penulis atas pesan Presiden Jokowi kepada anggota Kontingen Indonesia untuk SEA Games 2019 ini. He..he..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun