Ini cerita picisan, recehan orang bilang begitu. Jadi, jangan berharap ada kata atau kalimat inspiratif. Apalagi yang memotivasi. Hanya cerita orang kampung yang biasa kampungan. Bisa dibaca dengan jelas saja sudah bagus. Mungkin sedikit romantis, tapi tidak melankolis. Ada sinis, klimis tanpa kismis yang manis. Tak berarah jelas, meski bertujuan pasti.
Perjalanan hidup manusia acapkali membawa cerita yang patut direnungkan. Meski tidak seindah karya sastra, novel percintaan yang berakhir bahagia. Karena bahagia atau sedih, bukan tolak ukurnya. Tetapi kecewa yang cukup mendalam mungkin saja jadi prolog atau apapun istilahnya. Dan kisah ini ibarat perjalanan mendaki puncak gunung Merapi. Satu gunung api teraktif yang medan dan suasananya telah diketahui dari jalur pendakian manapun. Tidak mudah diprediksi, sesekali mengundang sensasi agar hidup ini lebih berarti.
Sumber gagasan datang menghampiri benak dalam suasana yang sebenarnya kurang segar. Untuk kesekian kalinya, anak-anak Kelas 3 yang pernah belajar bridge meminta berlatih kembali. Bahkan dengan nada merengek, mungkin karena keinginan yang luar biasa dan tak tertahankan lagi. Setiap kali bertemu, permintaan itu diulang. Tidak hanya dari satu atau beberapa anak. Hampir semua menyatakan hal serupa. Dengan nada khas anak jaman now dan gaya masing-masing tentunya. Ada sesuatu yang membekas. Enak...asyik kata mereka.
Kata sohibul hikayat yang pandai bersilat,Â
lidah itu tak bertulang.Â
Tak terbatas kata yang keluar.Â
Tinggi gunung seribu janji, lain di bibir lain di hati.Â
Di puncak Merapi ada bunga abadi
***
Dari depan rumahnya, di lingkungan padat penduduk Klenthengan. Dengan gaya khasnya, ia nyatakan hasrat dan semangatnya untuk berlatih kembali olahraga otak bridge yang pernah dipelajari bersama teman-teman sebaya. Jumlahnya delapan belas anak dari beberapa SD setahun lalu. Kata "kangen" yang senantiasa diucapkan setiap kali bertemu, sebenarnya cukup mewakili suara hatinya. Perempuan mungil yang berdaya hidup luar biasa.
Permintaan serupa dengan Firli, panggilan akrab Firliana datang dari hampir semua teman sekelas yang pernah berlatih bridge di rumah saya. Evan Pramudya, Aileen dan Amabel adalah sebagian diantaranya yang istiqamah. Konsisten menjaga api kehidupan dari redupnya suasana iklim pembinaan keolahragaan tidak kondusif bagi pengembangan cabang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H