Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Energi Mereka, Daya Hidupku

2 November 2019   07:01 Diperbarui: 2 November 2019   07:04 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini cerita picisan, recehan orang bilang begitu. Jadi, jangan berharap ada kata atau kalimat inspiratif. Apalagi yang memotivasi. Hanya cerita orang kampung yang biasa kampungan. Bisa dibaca dengan jelas saja sudah bagus. Mungkin sedikit romantis, tapi tidak melankolis. Ada sinis, klimis tanpa kismis yang manis. Tak berarah jelas, meski bertujuan pasti.

Perjalanan hidup manusia acapkali membawa cerita yang patut direnungkan. Meski tidak seindah karya sastra, novel percintaan yang berakhir bahagia. Karena bahagia atau sedih, bukan tolak ukurnya. Tetapi kecewa yang cukup mendalam mungkin saja jadi prolog atau apapun istilahnya. Dan kisah ini ibarat perjalanan mendaki puncak gunung Merapi. Satu gunung api teraktif yang medan dan suasananya telah diketahui dari jalur pendakian manapun. Tidak mudah diprediksi, sesekali mengundang sensasi agar hidup ini lebih berarti.

Sumber gagasan datang menghampiri benak dalam suasana yang sebenarnya kurang segar. Untuk kesekian kalinya, anak-anak Kelas 3 yang pernah belajar bridge meminta berlatih kembali. Bahkan dengan nada merengek, mungkin karena keinginan yang luar biasa dan tak tertahankan lagi. Setiap kali bertemu, permintaan itu diulang. Tidak hanya dari satu atau beberapa anak. Hampir semua menyatakan hal serupa. Dengan nada khas anak jaman now dan gaya masing-masing tentunya. Ada sesuatu yang membekas. Enak...asyik kata mereka.

Kata sohibul hikayat yang pandai bersilat, 

lidah itu tak bertulang. 

Tak terbatas kata yang keluar. 

Tinggi gunung seribu janji, lain di bibir lain di hati. 

Di puncak Merapi ada bunga abadi

***

Firli dan Evan Pramudya. Dokpri
Firli dan Evan Pramudya. Dokpri
Firliana Nurulngaeni, putri sulung Bapak Nino Sutrisno. Kesehariannya sebagai pembuat kue basah jenis bakpao dan pukis yang dititip-jualkan di lapak kuliner Keposan dan pedagang kue-kue basah di Pasar Tumenggungan. Gadis mungil itu adalah pemantik daya hidup saya yang tengah meredup. Karena ulah orang-orang dewasa yang tak peka tanggung-jawab.

Dari depan rumahnya, di lingkungan padat penduduk Klenthengan. Dengan gaya khasnya, ia nyatakan hasrat dan semangatnya untuk berlatih kembali olahraga otak bridge yang pernah dipelajari bersama teman-teman sebaya. Jumlahnya delapan belas anak dari beberapa SD setahun lalu. Kata "kangen" yang senantiasa diucapkan setiap kali bertemu, sebenarnya cukup mewakili suara hatinya. Perempuan mungil yang berdaya hidup luar biasa.

Permintaan serupa dengan Firli, panggilan akrab Firliana datang dari hampir semua teman sekelas yang pernah berlatih bridge di rumah saya. Evan Pramudya, Aileen dan Amabel adalah sebagian diantaranya yang istiqamah. Konsisten menjaga api kehidupan dari redupnya suasana iklim pembinaan keolahragaan tidak kondusif bagi pengembangan cabang ini.

Aileen dan Amabel. Dokpri
Aileen dan Amabel. Dokpri
Sejak dihapus dari mata lomba POPDA di tahun 2014, semua pelatih bersertifikat Program Bridge Masuk Sekolah (BMS) yang diselenggarakan oleh PB GABSI lewat pengurus provinsi dan dinas pendidikan mundur teratur dari dunia kepelatihan dan pembinaan atlet potensial berprestasi pada kelompok umur usia dini. Mereka adalah para guru olahraga dari berbagai SD di Kabupaten Kebumen. Meski begitu, masih ada satu hasil positif dari Program pemasalan olahraga bridge yang dinilai terbaik oleh Federasi Bridge Dunia (WBF) itu. Jejak Juara I Popda Jawa Tengah. Atas nama pasangan Muftiani SB dan Lukman Hakim yang mewakili UPT Disdikpora Kecamatan Klirong pada tahun 2013. Lalu apa hubungannya dengan ide cerita ?

Muftiani SB dan Lukman Hakim, Juara I Popda Jateng 2013 cabor bridge dari Kebumen. Dokpri
Muftiani SB dan Lukman Hakim, Juara I Popda Jateng 2013 cabor bridge dari Kebumen. Dokpri
Firli dan kawan-kawan dapat diibaratkan energi kinetik. Mereka punya daya gerak luar biasa.  Di saat saya mengalami masa jenuh dan hampir patah arang, pelan tapi pasti, anak-anak SD ini menggelitik nurani berkali-kali. Sampai kejenuhan yang kian mendekat titik beku, cair sedikit demi sedikit. Semangat belajar mereka itulah yang menepis semua rasa mengasihani diri akibat iklim dan kultur orang dewasa yang tak menyehatkan jasmani-rohani. Semoga mereka, Firli dan kawan-kawan serta Muftiani cs tetap istiqomah, rendah hati dan menjadi diri mereka sendiri. Masa depan menanti di masa bonus demografi. Ketika masyarakat Indonesia memperingati seabad Sumpah Pemuda dan menyongsong hari-hari jelang seabad Bangsa Indonesia menyatakan: Merdeka !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun