"Tentu juga bidang olahraga yang masih harus dorong untuk berprestasi di tingkat internasional, regional. Kita ini prihatin, bangsa yang besar tapi tidak sebanding [prestasi olahraganya]".
Penunjukan politisi Partai Golkar, Zainudin Amali, selaku Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) oleh Presiden Jokowi dalam susunan Kabinet Indonesia Maju dengan titipan pesan: jangan lupa sepak bola-nya, Pak!
Tentu merupakan satu di antara banyak prioritas program kerja Kementerian Pemuda dan Olahraga selain penyelenggaraan PON Papua 2020. Pengembangan sumber daya manusia (SDM Keolahragaan - pen) terutama kreativitas kaum mudanya nampaknya akan menjadi fokus perhatian menteri ini.Â
Sebagaimana dikatakannya setelah dipanggil Jokowi, Zainudin mengungkapkan bahwa potensi besar yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia belum sebanding dengan prestasi olahraganya. Entah acuannya apa, kenyataan yang ada memang demikian.Â
Lompatan prestasi yang diraih dalam ajang Asian Games 2018 secara kuantitatif ditinjau dari perolehan medali dan peringkat terakhir di posisi lima besar tidak terbantahkan.Â
Tetapi, jika dibedah lebih dalam dengan tolak ukur cabang-cabang olahraga olimpik, hasil yang dicapai oleh Kontingen Indonesia belum termasuk dalam kategori membanggakan.Â
Di kawasan Asia Tenggara, persaingan merebut posisi terhormat sebagai juara umum SEA Games tidak hanya dari Thailand dan Malaysia yang secara tradisi senantiasa membayangi Indonesia.Â
Perkembangan olahraga prestasi pada cabang-cabang olimpik di dua negara tersebut maju pesat karena telah menerapkan ilmu dan teknologi keolahragaan.Â
Thailand bahkan cenderung meniru "gaya China" yang menerapkan pemanduan bakat atlet sejak usia dini. Kini, Vietnam dan Myanmar mulai berbenah serius dan siap menjadi ancaman bagi Indonesia. Begitu juga dengan Filipina dan Singapura.Â
Begitu gencarnya usaha memajukan dunia olahraga prestasi di negara- negara tersebut dengan segenap masalah internal yang dihadapi, nampaknya ada satu acuan sama. Bahwa prestasi olahraga adalah kehormatan diri pribadi maupun bangsa.Â
Nilai inilah yang semestinya menjadi tolak ukur manajemen keolahragaan dengan implementasi yang dapat berbeda antara satu dan lain cabang olahraga.
Satu cabang di beberapa titik pengembangan dan seterusnya. Dengan berpedoman pada manajemen keolahragaan, proses pembinaan prestasi akan berlangsung sistematis dan berkelanjutan.
Tantangan dan Harapan bagi MenporaÂ
Belajar dari kegagalan Satlak Prima melakukan pembinaan prestasi olahraga secara sistematis, ada tulisan yang sangat inspiratif dari Kompasianer Zaini K. Saragih berjudul Satlak Prima Dibubarkan, Olahraga Indonesia Mau Kemana ?Â
Memberi gambaran singkat tentang masalah klasikal pembinaan olahraga yang cenderung berujung kisruh (dan memalukan - pen). Sekaligus solusi jangka pendek dalam konteks persiapan menghadapi ajang Asian Games 2018.
Masalah utama olahraga Indonesia adalah ketiadaan Renstra (Rencana Stategik)Â dalam pembinaan prestasi secara memadai dan berkelanjutan.Â
Para pembina, pemangku kepentingan dan khususnya pengambil kebijakan keolahragaan cenderung terburu-buru ingin mendapatkan hasil terbaik dalam waktu singkat. Berorientasi pada hasil, ketimbang proses.
Sementara itu, pembinaan olahraga prestasi ibarat memasak menu khas yang harus berproses dalam tahapan tertentu untuk mendapatkan nilai kecukupan gizi dan penyajian yang mengundang selera.Â
Hal yang terpenting adalah hasilnya menyehatkan jasmani serta rohani. Bukan seperti memasak mi instan yang berisiko obesitas dan lainnya.
Tantangan pertama dan utama Menpora baru dalam Kabinet Jokowi Jilid II yang berorientasi pada hasil adalah keyakinan diri yang bersangkutan. Tentu berbekal pengetahuan dan pengalaman pribadinya yang cukup memadai sebagai politisi maupun pengusaha.Â
Sebagai politisi yang berpengalaman selama empat periode tentu beliau cukup mahfum menyikapi potensi konflik yang senantiasa membayangi pengelolaan induk cabang-cabang olahraga prestasi. Terutama cabang sepakbola yang secara khusus "dititipkan" Presiden Jokowi kepadanya.Â
Masalah lain yang masih berkaitan dengan politik, adalah saran Staf Biro Hukum Kemenpora Yusuf Suparman saat mempertahankan desertasinya.Â
Bahwa untuk pemajuan keolahragaan Indonesia, perlu dilakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional beserta peraturan pelaksanaannya.
Ada tujuh hal yang menjadi alasan yang mendasarinya. Dua diantaranya saya beri warna merah sebagai fokus perhatian. Pemerintah perlu memahami Sport Law/ les sportiva dalam merevisi undang-undang tersebut. Agar kewenangan negara tidak melampaui kedaulatan komunitas olahraga.Â
Di lapangan, komunitas olahraga diwakili oleh KONI dan KOI untuk cabang-cabang prestasi. Ada komunitas lain yang juga perlu diintroduksi kepentingannya yaitu komunitas olahraga pendidikan dan rekreasi.Â
Pada cabang prestasi, kedua lembaga itu juga sangat perlu dibenahi dengan regulasi yang jelas dan tegas.
Jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan seperti yang muncul dalam Kongres KOI 2019Â di cabang olahraga tenis meja yang ada friksi sampai menjadi tiga induk.
Juga pada cabang Kempo di mana seorang Plt Sekretaris dapat memberi rekomendasi masuknya kepengurusan induk cabang olahraga beladiri tersebut.Â
Dengan pengalaman lain sebagai pengusaha yang cukup sukses, semua tantangan yang telah dipaparkan di atas saya yakin akan menjadi energi positif dalam menjalankan amanahnya selaku Menpora saat ini.Â
Pembenahan induk cabang olahraga sepakbola yang menjadi salah satu cabang favorit masyarakat Indonesia perlu langkah tegas dan bijak. PR mengawal Kongres PSSI hendaknya bukan sekadar pada pemilihan pengurus baru yang nuansa panasnya makin terasa.
Ketegasan diperlukan untuk memastikan bahwa ajang itu bukan "sekadar berebut jabatan", tapi kehormatan olahraga. Hanya orang-orang terhormat secara mental yang pantas mengelola PSSI dan cabang-cabang olahraga lainnya.
Menpora tak perlu ragu untuk senantiasa menggelorakan core value olahraga: Mens Sana Incopore Sano (di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat).Â
Dengan berpegang teguh pada jiwa yang sehat, harapan menggapai prestasi emas akan ditorehkan dengan tinta emas pula. Menpora Zainudin Amali memang tidak berkumis dan beroman muka muda seperti beberapa Menpora sebelumnya.
Dengan menggandeng Mendagri yang mantan Kapolri, berbagai tantangan yang dihadapi semestinya mudah dipetakan dan dapat diurai lebih gamblang untuk menghasilkan jalan keluar terbaik.Â
Kasus mafia sepak bola yang masih menggelantung di benak publik misalnya, Â bisa dibicarakan sambil ngopi bareng di belakang Istana Negara. Juga masalah dan tantangan pemajuan olahraga lainnya. Jangan lupa, ajak diskusi Kang Yusuf Suparman agar gayung bersambut.
Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H