Satu cabang di beberapa titik pengembangan dan seterusnya. Dengan berpedoman pada manajemen keolahragaan, proses pembinaan prestasi akan berlangsung sistematis dan berkelanjutan.
Tantangan dan Harapan bagi MenporaÂ
Belajar dari kegagalan Satlak Prima melakukan pembinaan prestasi olahraga secara sistematis, ada tulisan yang sangat inspiratif dari Kompasianer Zaini K. Saragih berjudul Satlak Prima Dibubarkan, Olahraga Indonesia Mau Kemana ?Â
Memberi gambaran singkat tentang masalah klasikal pembinaan olahraga yang cenderung berujung kisruh (dan memalukan - pen). Sekaligus solusi jangka pendek dalam konteks persiapan menghadapi ajang Asian Games 2018.
Masalah utama olahraga Indonesia adalah ketiadaan Renstra (Rencana Stategik)Â dalam pembinaan prestasi secara memadai dan berkelanjutan.Â
Para pembina, pemangku kepentingan dan khususnya pengambil kebijakan keolahragaan cenderung terburu-buru ingin mendapatkan hasil terbaik dalam waktu singkat. Berorientasi pada hasil, ketimbang proses.
Sementara itu, pembinaan olahraga prestasi ibarat memasak menu khas yang harus berproses dalam tahapan tertentu untuk mendapatkan nilai kecukupan gizi dan penyajian yang mengundang selera.Â
Hal yang terpenting adalah hasilnya menyehatkan jasmani serta rohani. Bukan seperti memasak mi instan yang berisiko obesitas dan lainnya.
Tantangan pertama dan utama Menpora baru dalam Kabinet Jokowi Jilid II yang berorientasi pada hasil adalah keyakinan diri yang bersangkutan. Tentu berbekal pengetahuan dan pengalaman pribadinya yang cukup memadai sebagai politisi maupun pengusaha.Â
Sebagai politisi yang berpengalaman selama empat periode tentu beliau cukup mahfum menyikapi potensi konflik yang senantiasa membayangi pengelolaan induk cabang-cabang olahraga prestasi. Terutama cabang sepakbola yang secara khusus "dititipkan" Presiden Jokowi kepadanya.Â
Masalah lain yang masih berkaitan dengan politik, adalah saran Staf Biro Hukum Kemenpora Yusuf Suparman saat mempertahankan desertasinya.Â