Area kampus UNS Solo konon bekas kerkop (kuburan Belanda), begitu cerita pengemudi ojol yang saya tumpangi saat menuju stasiun Solo Balapan untuk kembali ke rumah Sabtu pagi sehabis shalat Subuh.Â
Sang pengemudi bertutur, bahwa area kampus ini cukup membuat bingung karena semua konstruksi jalan sama dan tanpa penunjuk arah yang memadai.Â
Dia mengira saya ada di pintu masuk depan, sementara posisi sebenarnya ada di dekat pintu belakang kampus. Karenanya, ia kehilangan titik  jemput. Dengan sedikit panduan via telepon, sang pengemudi ojol akhirnya menemukan calon penumpangnya.Â
Kejadian serupa kami alami ketika akan kembali dari Fakultas Teknik ke Student Center. Beberapa kali menemui jalan buntu atau dihalangi portal. Ini jadi bahan bercanda antara yang memilih berjalan kaki dan berkendara ketika mereka lebih dulu di tempat tujuan.Â
Pagi itu, suasana jalanan di Kota Solo masih lancar. Ada beberapa hambatan kecil karena harus melewati lampu pengatur lalu lintas sebelum sampai Stasiun Balapan.Â
Pengemudi ojol yang saya ajak berkomunikasi dengan logat setempat memang sempat merasa heran. Biasanya, nek ora ngapak ora kepenak (kalau tidak memakai logat ngapak yang identik dengan warga masyarakat Kulonan antara Kebumen dan Tegal, kurang sreg/pas ).Â
Ya..begitulah, lidah saya mungkin ada bunglonnya..he..he. Banyak hal yang diceritakan di sepanjang perjalanan, intinya : mengisi waktu dan mengelola suasana.
Menyempatkan diri ngopi dan menjajal makanan ringan di warung yang tengah dikerubuti para crew kereta yang akan saya tumpangi dalam perjalanan pulang ini.Â
Lumayan buat menghangatkan dan mengganjal perut. Sambil menikmati hangatnya kopi dan arem-arem, ada momen menyalurkan hobi fotografi.