Mungkin tak pernah terbayang dalam benaknya ketika ia pertama kali jadi mahasiswa di STIE YKPN Yogyakarta jurusan Akuntansi angkatan 1981 akan berubah haluan seperti sekarang ini.
Pada umumnya, setelah selesai kuliah, mahasiswa jurusan akuntansi akan mengejar karir sebagai akuntan. Setidaknya, chief accounting di perusahaan besar atau multi nasional. Ternyata, tidak demikian dengan jalan hidup yang ditempuh oleh Iskadar Hardjodimuljo atau Iskandar Hd.Â
Pria kelahiran Jogja 58 tahun lalu, terkesan pendiam dan acuh jika belum mengenalnya. Seperti kebanyakan mahasiswa saat itu, kami saling mengenal cukup akrab. Tidak hanya dalam satu angkatan, tapi dengan angkatan di atas atau di bawahnya.
Suasana kekeluargaan terjalin cukup baik dalam kuliah dan keseharian. Tidak hanya antar mahasiswa, tapi juga dengan dosen, karyawan dan office boy maupun para penjaga parkir. Keistimewaan Jogja cukup terasa dan membekas sampai sekarang.
Meski bukan sahabat dekatnya, saya dan Iskandar memiliki banyak kesamaan. Hobi berpetualang di alam bebas, naik gunung dan panjat tebing. Ia yang mengenalkan saya dengan dunia panjat tebing.
Di bidang kesenian, kami agak berbeda jalur. Iskandar punya perhatian serius di dunia teater, saya di seni musik. Sesekali kami ngobrol perkembangan kelompok teater yang diikutinya, Teater Gandrik yang sohor itu.Â
Sosok sederhana dengan senyum khasnya ternyata terus mengeksplor potensi diri di luar jalur pendidikan formalnya. Ketika ada acara reuni di TMII Jakarta 2013, saya sempat bertemu dan menyapa. Ia tetap tampil bersahaja dengan senyum khasnya.
Iskandar mengaku tinggal di bantaran Kali Ciliwung di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Profesi yang diakuinya adalah sebagai pemulung. Tapi dari cerita teman-teman, ia sekarang jadi pelukis wayang.Â
Seperti biasa, jawabannya sidat (singkat dan padat). Ia otodidak alias sinau nganggo karepe dhewe. Tidak ada yang mengarahkan. Dari suka, jadi hobi dan sekarang profesi. Begitu ringkasnya. Dinikmati saja apa yang telah dianugerahkan dariNya.Â