Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Restrukturisasi TNI, Disorientasi Fungsional atau Kegagalan Sistem?

17 Februari 2019   06:58 Diperbarui: 17 Februari 2019   07:12 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prajurit TNI AL di atas KRI Badik. Gambar @jurnaljakarta.com

Menurut  tirto.id Hadi mengatakan saat ini ada surplus sekitar 500 perwira tinggi. Jika terserap ke kementerian/lembaga, ia berharap ada 150 hingga 200 perwira tinggi yang tak lagi non-job. Mengapa sampai terjadi kondisi itu? Seperti biasa, anggota DPR Fahri Hamzah menyalahkan pemerintah yang dinilai tak mampu membuat sibuk TNI. Jika sibuk, para tentara tak akan mengalami disorientasi. 

Jika ini terjadi, siapa yang paling bertanggung jawab? Pemerintah kah seperti tuduhan Fahri ? Atau kalangan internal TNI yang gagal membuat rencana strategis pembangunan sumber daya manusianya? 

Tentara aktif masuk ranah sipil selain menumbuhkan kegelisahan lama dalam wajah baru pasca reformasi. Masih banyak orang yang belum mampu menghilangkan jejak ketakutan akan kehadiran Kopkamtib yang diduga ada di belakang operasi Petrus (penembak misterius), sejumlah ormas pemuda yang (seolah) berlindung di bawah kesatuan atau tokoh yang  berkesan berandalan. 

Serta pengenaan sebutan "Ndan " atau posko untuk menandai pengaruh seseorang dan tempat tertentu. Bagi orang tertentu, mengganti sebutan ketua atau tokoh berpengaruh dengan komandan (Ndan) mungkin dianggap hal biasa yang tak pernah dirisaukan. 

Tapi tidak bagi yang lainnya. Kultur militer yang (masih) melekat pada kalangan sipil acapkali menimbulkan "kesan khusus". Tentu tidak semua bersikap seperti itu.

Menjadi militer, baik tentara maupun polisi adalah pilihan pribadi dengan konsekuensi kehilangan sementara hak-hak sipilnya sepanjang masa aktif (belum purna, berhenti atau diberhentikan). Wajar jika seseorang yang telah mengikatkan diri sebagai TNI maupun Polri sepantasnya menjaga kehormatan diri untuk setia di jalur karir yang telah dipilih. 

Di sisi ini kualitas dan kapasitasnya sebagai profesional terukur. Pengecualian hanya berlaku dalam situasi darurat perang khususnya.  Bila hal ini dilanggar, saya sangat risau dengan ungkapan " apa kata dunia?". 

Kembali ke soal surplus perwira tinggi yang akan "dikarya-sipilkan" , satu pertanyaan yang senantiasa mengganggu benak ini adalah "apakah militer telah kehilangan sentuhan khas-nya sebagai ahli strategi..?" dan handal dalam bertahan hidup (survival)..?? Jika jawaban pentingnya : tidak, mengapa sampai terjadi surplus yang begitu banyak dan memintas jalan di jalur sipil? 

Dengan kata lain, apakah hal itu mencerminkan realitas yang sesungguhnya terjadi? Jika jawaban pastinya: ya, kerisauan tadi terbukti kuat. Sehingga patut diajukan pertanyaan lanjutan, apakah hal itu menjadi bukti kegagalan sistem rekrutmen prajurit karir pada jalur utama di akademi dan atau sesko ? Atau ada hal lain yang tersembunyi?

Tentara sekarang bukan seperti di jaman perang kemerdekaan yag multi talenta dan bersikap bak "jagoan" karena situasi saat itu memang memaksa harus demikian. Kemajuan teknologi mestinya telah diantisipasi jauh sebelum muncul di ruang-ruang publik.

Banyak produk teknologi yang masuk ke pasar berawal dari hasil riset dan pengembangan di fasilitas atau laboratorium militer. Produk teknologi yang ada di ranah sipil biasanya tertinggal satu dua langkah di belakang militer. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun