Pada cerita anak jaman kompeni (Jakom) tentang pelukis kondang Raden Saleh ,  kali ini saya pilih agar menguatkan gambaran yang lebih utuh tentang satu upaya literasi pada jaman yang acapkali diilustrasikan penuh dengan cerita kesengsaraan. Apapun maksud dan tujuan utamanya, buku bacaan anak terbitan J. B. Wolter - Batavia yang ditulis dalam Bahasa Jawa ngoko dan dengan ejaan jaman itu (sekitar 1930-1937 an, perkiraan) telah membuka pintu literasi bagi murid-murid SD di jamannya.Â
***
Cerita asli berjudul : Poetri Timoer lan Gadjah Poetih, disusun dalam empat tulisan (4 seri). Tapi akan saya coba ringkas jadi satu atau dua tulisan .Â
-----
Di satu kerajaan negeri antah berantah, Sang Raja memelihara sejumlah gajah yang ditempatkan di sisi belakang lingkungan kerajaan yang berpagar tembok tinggi. Di sekitar kandang ada kolam besar berisi ikan mas dengan beragam tanaman bunga nan indah mengelilingi kolam. Banyak pohon rindang berjajar rapi, memberi kesan teduh dan damai.Â
Satu di antara gajah peliharaan sang raja diberi nama Paing, gajah putih berumur lebih dari satu abad. Gajah pendongeng, tentang petualangan dirinya semasa muda.Â
" Aku berasal dari negeri yang sangat jauh", Paing membuka cerita.
" Sewaktu kecil, aku suka bermain di hutan lebat bersama gajah-gajah dewasa. Karena itu, ibuku sering marah dan menghukum cambuk dengan belalainya yang panjang dan keras", Paing melanjutkan ceritanya.Â
Suatu saat memasuki usia dewasa, ia dijauhi oleh teman-temannya. Paing merasa tak berbuat salah dan selalu mengikuti nasihat ibunya. Agar dalam berteman selalu hati-hati, sikap baik dan ramah. Meski begitu, ia tetap dijauhi oleh gajah-gajah lain terutama yang sebaya atau lebih tua.Â
Ketika mandi di sungai yang sangat jernih, Paing baru tahu alasan mengapa ia dikucilkan oleh kawan-kawannya. Karena kulit tubuhnya yang putih. Saat itu juga, ia bawa gundahnya melewati hutan lebat. Lari menjauh sekuat tenaga. Tiba-tiba langkahnya terhenti demi mendengar suara dedaunan yang tersibak sesuatu.Â
Ia terus memandangi satu sosok aneh di depannya. Berkaki dua seperti burung, tapi bukan. Karena malam mulai datang, Paing masuk hutan untuk beristirahat. Ia akan kembali ke tempat itu esok hari , pikirnya.Â