Perfectur Kagawa dikenal sebagai Provinsi Sanuki selama dua belas abad. Terrletak di sebelah timur laut PulauShikoku, berbatasan langsung dengan Prefektur Ehime di sebelah Barat dan Prefektur Tokushima di Selatan. Luas wilayahnya 1.786 km2.Â
Menurut cerita, di satu bagian Prefektur Kagawa terdapat beberapa pusat lahir dan berkembangnya beladiri. Yakni Shorinji Kempo yang diajarkan oleh So Doshin dan karate dari berbagai aliran. Wilayah itu bernama Todatsu . So Doshin pernah belajar beladiri asal Tiongkok kepada salah satu biksu di Kuil Shaolin di Provinsi Hainan saat mengembara pada saat terjadinya Perang Boxer. Setelah kembali ke Jepang, beliau menjadikan rumahnya sebagai pusat belajar dan pengembangan Shorinji Kempo.
Kobayashi-san telah kembali ke Jepang menumpang kapal perang Amerika Serikat yang akan menuju Okinawa. Sarno menyelundupkan penolongnya dengan kapal kayu yang akan ke Singapura. Di sana ada perwakilan kekaisaran Jepang yang mengurus para anggota bala tentara Dai Nippon yang akan pulang ke negeri matahari terbit.Â
Tadao Kobayashi tinggal di sebuah pulau kecil bernama Pulau Zaitun. Sebenarnya ia berasal dari wilayah Todatsu. Beberapa tahun kemudian ia menikahi Kimiko dan dikaruniai seorang putri cantik yang diberi nama Sinem Michiyo Kobayashi. Sinem adalah nama ibu kandung Sarno.Â
***
Sementara itu, setelah penyerahan kedaulatan ke tangan Ibu Pertiwi, Sarno mengundurkan diri dari dunia militer. Iapun telah menikah dengan Suminten, anak Pak Kadus desa Karangduwur. Mereka bertemu saat pak Kadus Sidobunder mengundangnya pada pesta pernikahan anak bungsu. Kedua Kadus beda desa ini berkerabat dekat. Suminten termasuk yang sedikit perempuan berpendidikan di desanya meskipun hanya SR ongko loro , setara SD dua tahun. Mempelai baru itu memutuskan pindah ke desa Piyungan dekat Candi Prambanan. Mereka tinggal di rumah warisan orang tua Sarno. Suminten yang pandai menganyam iratan bambu menjadi beraneka barang kerajinan di waktu senggangnya. Uang pensiun Sarno sebagian dipakai untuk modal berdagang dan beternak unggas.Â
Setelah usia pernikahan mereka memasuki tahun ke lima, pasangan itu dikaruniai anak kembar perempuan dan laki-laki. Namanya Susanti dan Susanto.Â
Suasana siang di dekat pelataran Candi Prambanan sangat terik. Serombongan turis mancanegara turun dari minibus dan mengeluarkan kipas lipat dari tas masing-masing. Dua laki-laki, tiga perempuan dan seorang remaja perempuan yang bergerak lincah. Oleh pemandu wisata, rombongan itu dibawa ke sebuah warung minuman yang menyediakan kelapa muda. Nampaknya mereka memang sangat haus, ada yang minta tambah.Â
Tiba-tiba, remaja perempuan itu berteriak dan menarik kuat tangan seorang lelaki paruh baya.Â
" Ayah.... ayah .. itu foto Saruruno -san...", sambil menunjuk sebuah foto laki-laki yang tergantung di dinding dalam warung.Â
Sang ayah tergopoh-gopoh mendekati foto itu dan memberi hormat ala Jepang. Iapun menghampiri penunggu warung dan berkata: