Mohon tunggu...
Toto Sukisno
Toto Sukisno Mohon Tunggu... Auditor - Berlatih Berbagi Sambil Tertatih, Menulis Agar Membaca, Membaca Untuk Memahami

http://bit.ly/3sM4fRx

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa Harus Terlambat?

19 Agustus 2023   13:45 Diperbarui: 19 Agustus 2023   13:50 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.merdeka.com/trending/penyebab-pencemaran-udara-dan-5-cara-mengatasinya-kln.htmlInput sumber gambar

Tidak dapat dipungkiri, kemampuan kita untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan masih sering terlambat. Terbaru, kasus polusi udara yang terjadi di Jakarta. Biasanya, kejadian yang terjadi di ibu kota akan menular ke kota-kota besar provinsi lainnya (meskipun saya berharap tidak). Setidaknya, fenomena  pencemaran udara akan berpotensi dialami oleh kota-kota besar di Indonesia. Mengapa? Karena masyarakat Indonesia memiliki karakter yang tipikal kalau tidak dibilang serupa. So, bila Jakarta dan sekitarnya mengalami lebih dulu, maka tidak menutup kemungkinan daerah lain akan segera menyusul. Jadi hanya masalah menunggu  giliran.

Permasalahan lingkungan sangat lekat dengan persoalan energi. Bemula dari tingkat ekonomi yang semakin membaik, perubahan gaya hidup pun akan turut menyertai. Sebagian besar masyarakat Indonesia, saat memiliki kemampuan finansial yang cukup, kepemilikian moda transportasi pribadi menjadi misi wajib yang harus segera ditunaikan. Bahkan, tanpa sadar mereka rela mengeluarkan biaya operasional yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan biaya investasi diawal pembelian. Mengapa demikian, karena moda transportasi umum masih dirasa belum memenuhi standar kenyamanan yang diharapkan. Tradisi kulineran pun diduga menjadi stimulan mengapa masyarakat rela berlama-lama menginjak pedal gas ditengah kemacetan.

Menggunakan energi non energi bersih tentu akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Salah satu pengguna energi non energi bersih adalah kendaraan bermotor. Jumlah kepemilikian kendaraaan di Indonesia berdasarkan data yang direlease oleh Kepolisian Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 2022 dalam https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/polri-catat-15251-juta-kendaraan-di-indonesia-pada-2022  tercatat 152,51 juta unit. 

Bila dilihat dari jumlah penduduk Indonesia saat ini yang berjumlah 278,69 juta, maka dengan mengasumsikan satu keluarga rata-rata terdiri dari 4 orang, artinya setiap satu keluarga memiliki minimal 2 unit kendaraan. Dengan mengasumsikan setiap unit kendaraan rata-rata menghasilkan 0,078 kg CO2 setiap hari, maka dalam sehari CO2 yang disumbang oleh kendaraan bermotor berkisar 11 juta kg. Nilai CO2 ini masih terus bertambah karena disumbang oleh keberadaan pembangkit listrik yang masih didominasi oleh energi kotor dengan persentase 87 persen.

Pemanfaatan energi kotor yang masih mendominasi di negara kita, berpotensi mengakibatkan udara yang kita hirup menjadi kotor sebagaimana yang sekarang sedang dialami oleh saudara kita yang ada di Jakarta. Lantas apa yang dapat kita lakukan agar kondisi ini tidak menjalar ke daerah-daerah kota besar lainnya? Apakah harus menghirup udara kotor dulu baru bertindak?

Salah satu upaya untuk mengantisipasi terjadinya pencemaran udara adalah dengan mengurangi penggunaan energi fosil maupun turunannya. Gunakan energi seperlunya. sebagaimana tertuang dalam Permen ESDM No 13 tahun 2012 yang memiliki target 20 persen dihitung dengan membandingkan pemakaian tenaga listrik rata-rata 6 bulan sebelum berlakunya peraturan ini sehingga pemakaian tenaga listrik mencapai kriteria minimal efisien. Masih ingatkah nasehat Aa Gim tentang 3 M (mulailah dari diri sendiri, mulailah dari hal terkecil, dan mulailah dari sekarang). So, mengapa harus terlambat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun