Haji merupakan rukun islam yang kelima dalam ajaran agama islam, sehingga sangatlah wajar bila setiap muslim dengan pilihan profesi apapun memiliki cita-cita yang sama yaitu menyempurnakan rukum islam yang kelima tersebut. Islam sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, dibangun atas lima perkara yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan ramadhan dan berhaji ke baitullah.
Ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim yang memiliki kemampuan secara fisik dan finanasial dan pelaksanaanya hanya satu kali dalam seumur hidup sebagaimana disampaikan dalam Al Quraan surat Al Imran ayat 97, "mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam".
Begitu pun bagi seorang muslim yang berprofesi sebagai petani khususnya petani palawija, menunuaikan ibadah haji merupakan angan-angan yang senantiasa terus-menerus diikhtiarkan. Profesi petani sebagaimana orang tua kami dulu merupakan profesi yang tidak dapat diduakan sehingga hampir setiap hari ayah kami senantiasa pergi ke sawah meskipun hanya sekedar mencabuti rumput ataupun mengamati perkembangan tanaman.
Seorang petani palawija yang memiliki lahan sendiri dengan luas kurang lebih tiga ribu meter persegi akan memperoleh penghasilan kotor kurang lebih dua sampai lima juta setiap panen. Artinya dengan durasi waktu satu periode penanaman kurang lebih tiga bulan, maka penghasilan kotor setiap bulan bagi seorang petani palawija berkisar antara tujuh ratus ribu hingga satu juta tujuh ratus ribu.
Pertanyaannya, bila seorang petani palawija tadi dianalogikan sebagai seorang karyawan, berapa bayaran/upah yang diperoleh setiap harinya? Entahlah, meskipun secara matematika bisa dihitung tetapi moral saya tidak tega untuk menyampaikannya. Bahkan pada kondisi tertentu, pendapatan petani palawija lebih rendah dari pekerjanya yang membantu dalam proses penanaman hingga panen.
![dokumentasi: almadinahlandarrangement.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/02/09/kabah-5e3f47ae097f366c9e434362.png?t=o&v=770)
Dengan kata lain, profesi petani palawija tadi tetap dijalani untuk mempertahankan hidup sampai menunggu waktu anak keturunannya mandiri secara ekonomi. Selama menjalani proses menjadi petani palawija biasanya cita-cita yang terpatri adalah mencukupkan sandang pangan bagi keluarganya, sehingga menabung biaya haji sebagaimana diceritakan dalam sinetron atau film serasa cerita fiktif. Terus bagaimana cara petani palawija agar dapat pergi menunaikan ibadah haji?
Jurus pamungkas pun dikeluarkan, yakni menjual lahan sawah yang dimilikinya. Di desa kami sering disebut dengan haji "dosa", yaitu orang yang berhaji dengan cara "dodol sawah". Yah itulah cara yang sederhana dan biasa dilakukan oleh para petani palawija agar dapat mencapai cita-citanya, sehingga tidaklah mengherankan jika para petani palawija berangkat haji dengan usia yang relatif tua bahkan beberapa ada yang harus di badal oleh pegawai departemen agama karena keburu dipanggil Allah Subhanuwataala.
Sisa hasil penjualan tanah sawah biasanya digunakan untuk menyambung sisa hidup bila diberikan umur panjang oleh Sang Maha Pemberi. Secara pribadi sebagai bagian dari keluaraga besar seorang petani palawija, saya hanya dapat berdoa "mudah-mudahan Allah memberi kemudahan kepada kami untuk dapat menjalankan semua syariat-Nya". Aamiin...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI