Kurang lebih sepekan yang lalu, tepatnya 24 Januari 2020, Mas Menteri Nadiem selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) telah meluncurkan kebijakan "Kampus Merdeka".Â
Ada empat poin pokok dalam kebijakan tersebut, yakni kemudahan membuka program studi baru, akreditasi perguruan tinggi, perubahan status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), dan terakhir hak belajar tiga semester di luar program studi. Paket kebijakan ini tidak berlaku untuk bidang kesehatan dan pendidikan.Â
Arah kebijakan ini tentu bermuara pada visi Presiden Jokowi periode 2019-2024, yakni pembangunan sumber daya manusia khususnya peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta.
Penunjukan Mas Nadiem sebagai Mendikbud dengan latarbelakang yang secara vektoral tidak searah dengan dunia pendidikan diharapkan mampu membuat terobosan guna merubah dan mempercepat perkembangan dunia pendidikan. Saat ini, predikat menara gading yang melekat pada perguruan tinggi masih belum bisa dilepaskan.Â
Menara gading dalam hal ini didefinisikan sebagai tempat yang mulia, enak dan menyenangkan yang memberi kesempatan untuk bersikap masa bodoh terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Predikat ini memang senantiasa dijaga dan dirawat oleh civitas akademika di perguruan tinggi dengan alasan mengacu kepada tujuan pendidikan sebagaimana disebutkan dalam UU No 20 Tahun 2003 yaitu mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Serangkaian kegiatan pengusulan program studi baru tersebut memerlukan waktu yang tidak singkat, meskipun informasi terakhir yang saya peroleh, keputusan ijin pendirian program studi baru dapat diketahui kurang lebih lima belas hari setelah borang usulan program studi baru diupload di portal silemkerma.ristekdikti.Â
Tidak sedikit upaya memoles data sebagai upaya memperoleh poin maksimal dalam setiap instrumen borang akreditasi dilakukan sehingga antara realitas keseharian dan narasi di atas kertas menjadi berseberangan.
 Kisah ekstrem terkait akreditasi pun pernah terjadi, dimana seorang penyusun borang akreditasi yang hyper kecapaian meninggal saat dalam perjalanan pulang di tengah malam akibat mengalami kecelakaan tunggal dan tentunya masih banyak kisah yang tidak bisa diceritakan dalam tulisan ini tentang lika-liku penyusunan borang akreditasi.Â