Mohon tunggu...
Anuar Syukur
Anuar Syukur Mohon Tunggu... -

Berkarya dari pelosok Sulawesi Utara untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perang Ba'il

20 November 2011   10:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:26 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses pembuatan tepung sagu, bahan utama bail

[caption id="" align="alignright" width="368" caption="Walikota Kotamobagu, Drs. Hi. Djelantik Mokogompit mempersiapkan api tuk memasak binarundak yang prosesnya sama dengan membuat ba"][/caption] Menurut penuturan para orang tua, wilaya orang kota di masa lalu sungguh luar biasa karena para pemimpinnya bijaksana, terutama pada masa Punu. Masa Punu terjadi pada tahun 1400-an. Dinamakan masa Punu karena pemimpinnya digelari Punu atau Tompunuon atau Tule yang artinya Kawan Karib yang disegani. Punu memang seorang teman yang disegani karena dia dipilih oleh pemimpin rakyat disetiap wilayah yang disebut Bogani. Yah, pemimpin rakyat. Bogani diangkat oleh rakyat diantara diri mereka sendiri, semua rakyat bersaing sampai akhirnya ditemukan orang yang bijak, cerdas, kompetible, kuat. Bijak, cerdas, kompitable, kuat ini merupakan runtutan syarat untuk menjadi pemimpin rakyat. Jadi, para pemimpin yang hanya mengandalkan duit, mulut, muslihat jahat, menjatuhkan seperti masa sekarang jangan berharap bisa menjadi pemimpin rakyat yang dinamakan Bogani ini. Ya, mungkin seperti beberapa pemimpin maupun bakal pemimpin di masa sekarang--saya tak menyebut siapa loh yah, hehehe... Benar-benar wakil rakyat kan para Bogani ini? Nah para Bogani ini yang memilih Punu dari turunan para Punu. Memang bakal Punu' hanya dibatasi dari keturunan para Punu', tapi ini cukup demokratis juga mengingat piagam magna carta belum ada di Inggris, revolusi Perancis maupun revolusi industri di Amerika. Karena para pemimpin ini, termasuk Punu benar-benar bijak, cerdas dan merakyat maka tak mengherankan jika wilayah kePunu'an disegani. wilayahnya yang sampai Maadon atau Manarow atau lembe yang sekarang diberi nama Manado itu dapat terjaga. Bangsa yang mau menguasai wilayah kePunu'an Orang Kota harus berpikir dua kali. Bukan sekadar karena kuatnya para pemimpin serta bersatunya rakyat dikePunu'an orang Kota tapi juga karena kebijaksanaan serta kecerdasan para pemumpinnya. Salah satunya adalah kecerdasan dalam beradu siasat. Juga, kekurangan mereka tak bisa nampak karena kecerdasannya. Salah satu kekurangan adalah dalam persoalan senjata. Senjata Orang Kota di masa lalu, seperti pada daerah di nusantara lainnya hanya panah, tombak dan parang--tak ada baju besi yang menutupi sekujur tubuh serta senjata dari mesiu. Soal senjata dari mesiu ini, bahkan dipandang sama dengan ilmu hitam alias santet karena meledak di tempat satu tapi mati di tempat lainnya. Kalau dipikir-pikir, bisa dibenarkan juga ya, hehe... [caption id="" align="alignleft" width="384" caption="Proses pembuatan tepung sagu, bahan utama ba"]

Proses pembuatan tepung sagu, bahan utama bail
Proses pembuatan tepung sagu, bahan utama bail
[/caption] Para pemimpin Orang Kota di masa lalu tak menggunakan senjata ini, mereka lebih senang memakai parang, tombak maupun panah. Namun mereka juga sadar bahwa akibat dari senjata mesiu itu sungguh luar biasa sehingga harus dilawan. Terkisahkan, pada suatu saat orang-orang berambut api datang, demikian orang dulu menyebut bule. Patut diduga orang-orang berambut api ini berada di tempat yang jarang bertemu matahari sehingga kulitnya putih dan rambutnya jadi merah seperti api agar tetap panas. Dugaan yang tak perlu dipertanyakan dan dikaji kebenarannya,hehe.. Ketika orang-orang berambut api datang ke wilayah kePunu'an Orang Kota, mereka pun membawakan atraksi dengan menggunakan mesiu. Sunggu mempesona rakyat. Terlebih ketika dilakukan lomba berburu yang hasilnya seri tapi tetap saja orang berambut merah yang dipandang pemenang karena senjatanya mengeluarkan suara bergemuruh sementara panah dari prajurit piliha kePunu'an tak mengeluarkan suara apa-apa. Para pemimpin Orang Kota memandang ini sebagai pertanda bahaya. Rakyat nampaknya sangat kagum pada senjata  orang berambut api itu. Kalau hanya kagum pada senjatanya sih kagak masalah, gimana kalau mereka kagum pada orangnya. Maka diaturlah siasat yang dijalankan saat makan malam. Saat makan malam, makanan pun disajikan. Tentu makanannya adalah kuliner tempoe doeloe, yaitu makanan dari sagoe (maksudnya sagu). Sagu itu dibuat ba'il, yaitu sagu yang dimasak di dalam bambu. Temannya ba'il adalah lauk yang lezat-lezat, semua yang mereka dapatkan di laut kecuali kerang (lha siapa juga mau makan karang?), di sungai kecuali buaya karena pak ayah nanti marah kalau isterinya di makan--apa hubungannya? Juga yang berkaki empat kecuali kaki meja karena meja belum ada waktu itu. Anehnya, makanan yang lezat itu tak dibarengi minuman yang lezat juga. Losing (air nira) belum juga dikeluarkan. Maka mulailah mereka makan sampai kekenyangan. Ketika mereka sudah tak kuat lagi makan, dikeluarkanlah losing bertandai-tandai (tandai adalah tempat air dari bambu). Dan orang berambut api itu pun mulai minum. Apa yang terjadi kemudian? Sesak napas saudara-saudara, yah orang-orang berambut api itu sesak napas, termasuk komandannya. Sedang ribut-ribut karena sesak napas, tiba-tiba seorang yang tinggi besar seperti kesurupan. Dia mendesis seperti rusa yang kena tembakan mesiu dari orang-orang berambut api. "Dia' tarimaanku," teriak yang kesurupan yang artinya "tidak sya terima, dan dia pun mulai bicara melantur. [caption id="" align="alignright" width="384" caption="Emansipasi perempuan, perempuan juga bisa"]
Emansipasi perempuan, perempuan juga bisa
Emansipasi perempuan, perempuan juga bisa
[/caption] Intinya dia tak terima telah dimatikan oleh mesiu, dia merasa lebih baik jika mati karena tombak, panah atau parang. Dan dia berpesan agar hal serupa itu tak dilakukan pada anak-cucunya yang menghuni dataran dan lembah kePunu'an Orang Kota. Berarti dengan manusianya donk, tapi apa benar Orang Kota turunan rusa? diterima saja yah, dari pada turunan monyet, wakakak... Setelah beraksi berjam-jam, akhirnya orang yang kesurupan itu berhasil dibujuk. Diapun mau mengobati orang-orang berambut api yang sesak napas. Namun tetap ada yang meregang nyawa karena susah bernapas. Yang masih hidup mengubur kawan-kawannya tanpa bisa berbuat apa-apa. Justru mereka berterimakasih karena arwah rusa yang mereka tembak masih berkenan mengobati sehingga mereka tidak punah. Karena rahasia senjata dari ba'il belum terkuak maka ba'il terus dijadikan senjata yang mematikan sampai menjelang Indonesia merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun