Mohon tunggu...
Toriq Furqon Al Mujaddid
Toriq Furqon Al Mujaddid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pertahanan Republik Indonesia

Mahasiswa Magister Program Studi Ekonomi Pertahanan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Unity Harmony Oceanic Ventures sebagai Penyeimbang Kekuatan dan Pendorong Kemajuan Ekonomi di Laut China Selatan

17 April 2024   12:47 Diperbarui: 17 April 2024   17:03 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Abstrak:

Laut China Selatan merupakan kawasan strategis secara ekonomi dan geopolitik, dengan sepertiga perdagangan dunia yang melewati perairan ini. Namun, wilayah ini juga menjadi sumber ketegangan akibat klaim teritorial yang tumpang tindih antara beberapa negara. Gagasan Unity Harmony Oceanic Ventures (UHOV) dirancang untuk mempromosikan kerjasama dan pembangunan berkelanjutan di kawasan kelautan, dengan fokus pada integrasi upaya konservasi, eksplorasi, dan pemanfaatan ekonomi sumber daya laut secara bertanggung jawab. UHOV bertujuan menciptakan platform kolaborasi antara negara-negara, organisasi internasional, dan sektor swasta untuk memperkuat keamanan energi, keberlanjutan sumber daya, dan stabilitas ekonomi di kawasan Laut China Selatan. Strategi UHOV meliputi diplomasi, pembangunan infrastruktur, dan kolaborasi ekonomi serta lingkungan, dengan harapan dapat mengurangi ketegangan regional dan mendorong kemajuan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Kata Kunci : Laut China Selatan, Kerjasama Regional, Pembangunan Berkelanjutan.

Pendahuluan

Laut China Selatan merupakan salah satu kawasan paling strategis di dunia, terutama karena peranannya dalam ekonomi dan keamanan regional serta global. Lebih dari sepertiga perdagangan dunia melalui laut, yang diperkirakan bernilai lebih dari $3 triliun, melewati perairan ini setiap tahun, menjadikannya salah satu jalur dagang terpenting di dunia (Erbas, 2022). Kawasan ini juga kaya akan sumber daya alam, termasuk cadangan minyak dan gas yang besar, yang menambah kompleksitas atas klaim teritorial dari enam negara yaitu China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.

China mengklaim sebagian besar wilayah melalui garis sembilan putus, klaim yang dianggap kontroversial dan telah menimbulkan ketegangan dengan negara-negara tetangga serta mendorong intervensi dari kekuatan global seperti Amerika Serikat yang berkepentingan dalam menjaga kebebasan navigasi. Khayat (2023) menjelaskan konflik ini tidak hanya menyangkut isu kedaulatan, tetapi juga keamanan maritim dan akses ke sumber daya penting, sehingga menjadikan Laut China Selatan sebagai pusat kepentingan geopolitik yang penting dalam dinamika kekuatan global saat ini.

Laut China Selatan merupakan wilayah yang penting secara strategis karena kekayaan sumber daya dan signifikansi geopolitiknya. Turker memperkirakan memiliki cadangan minyak yang signifikan, dengan sekitar 11 miliar barel minyak dan 190 triliun kaki kubik gas alam. Selain itu, Laut China Selatan merupakan salah satu wilayah perikanan terkaya di dunia, menyediakan sekitar 10% tangkapan ikan global (Turker, 2024). Sumber daya ini berkontribusi terhadap kekayaan dan potensi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang berbatasan.

Selat Malaka merupakan jalur pelayaran penting karena menghubungkan tiga negara dengan perekonomian terbesar di Asia—India, Tiongkok, dan Jepang—dan berfungsi sebagai jalur terpendek dan termurah untuk mengangkut barang antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Negara ini menangani sekitar 50.000 kapal per tahun dan bertanggung jawab atas seperempat perdagangan laut dunia, termasuk transportasi minyak dan sumber daya alam lainnya. Wilayah ini juga merupakan lokasi jalur laut strategis seperti Laut China Selatan, yang menyumbang seperlima hingga sepertiga perdagangan global dan melibatkan empat penggugat regional (Kennedy et al., 2024).

Ketidakstabilan di Laut China Selatan menimbulkan tantangan dan risiko yang signifikan terhadap keamanan regional dan global. Ketegangan dan aktivitas militer di kawasan meningkatkan risiko konflik militer yang dapat melibatkan kekuatan regional dan global, sehingga mengancam stabilitas Asia Tenggara dan keamanan internasional. Eskalasi konflik atau ketegangan apa pun berpotensi mengganggu jalur perdagangan penting yang melintasi Laut China Selatan, tempat berlangsungnya sekitar sepertiga perdagangan maritim global, termasuk transportasi energi penting dari Timur Tengah ke Asia Pasifik (Cossa, 1998).

Gangguan ini bisa mengakibatkan lonjakan harga-harga global, khususnya minyak dan gas, serta barang-barang yang bergantung pada rantai pasokan yang efisien, mengganggu ekonomi global yang sangat terkoneksi. Selain itu, konflik atau ketegangan berkelanjutan juga memperburuk risiko investasi dan kerjasama ekonomi di kawasan, menimbulkan ketidakpastian yang signifikan bagi negara-negara pesisir yang ekonominya sangat bergantung pada sumber daya alam dan perdagangan bebas di wilayah tersebut. Dampak yang lebih luas dari situasi ini meliputi pengaruh pada kebijakan keamanan dan pertahanan negara-negara di kawasan, memaksa mereka untuk memperkuat kemampuan militer dan mencari aliansi strategis, yang bisa memperdalam polarisasi regional dan mengurangi peluang untuk kerjasama dan perdamaian yang berkelanjutan.

Gagasan Unity Harmony Oceanic Ventures (UHOV)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun