Beberapa waktu lalu dalam kunjungan dinas ke beberapa lokasi perkebunan tempat saya bekerja, saya sempat menyaksikan adanya seorang yang tertangkap tangan oleh petugas security perkebunan sedang mencuri latex di lokasi perkebunan dengan barang bukti 4 liter latex. Saya menyaksikan bagaimana orang tersebut diinterogasi oleh pihak aparat kepolisian, selanjutnya dilakukan penahanan dengan pertimbangan bukti-bukti sudah cukup. Tidak lama kemudian saya dapat kabar dari rekan, proses hukum sudah selesai, yang bersangkutan sudah divonis bersalah di pengadilan dengan sanksi 7 bulan penjara.
Kejadian tersebut sebenarnya tidaklah ada yang khusus buat saya, tentu semua pihak setuju kalau tindakan pidana itu tetaplah melanggar hukum dan setiap pelanggar hukum haruslah diberi sanksi dengan mempertimbangkan asas keadilan.
Pada perayaan HUT Kemerdekaan RI lalu, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang shock dengan adanya adanya pemberian Grasi kepada beberapa terpidana korupsi, salah satunya adalah eks Bupati Kutai Kertanegara yang telah terbukti merugikan Negara sekitar Rp 93 miliar. Dengan alasan kemanusiaan, yang bersangkutan diijinkan menghirup udara segarmelalui selembar Surat Keputusan hukumannya berkurang dari 6 tahun menjadi 3 tahun dan langsung bebas!
Mengkuti berita pemberian grasi yang kontroversial ini, ingatan saya kembali ke peristiwa terdahulu. Tanpa ingin memperdebatkan aspek legalitas atas semua proses tersebut. Namun satu yang pasti, dengan kejadian-kejadian tersebut, jelas-jelas tidak ada lagi prinsip keadilan tersebut. Bagaimana seorang maling kelas teri akan meringkuk di ruang tahanan menjalani masa hukumannya demi sebuah “keadilan”, disaat yang lain, seorang koruptor yang telah merugikan Negara dengan jumlah yang sangat fanastis, ternyata sering “cuti” dari masa tahannya keluar dengan 1001 alasan. Ditambah lagi dengan fasilitas yang mereka nikmati di LP. Sungguh sangat tidak adil. Eks Bupati Kutai Kertanegara hanya salah satu contoh. Ada banyak kasus lain yang tidak mencuat ke publik. Sehingga sempat muncul pameo bahwa yang menikmati HUT Kemerdekaan RI lalu adalah para Koruptor. Cahaya keadilan itu sudah semakin redup dan sepertinya akan padam. Satu hal yang cukup menggelikan yakni bagaimana para pejabat pemerintah terkait membela keputusan ini dengan berbagai dalih pembenaran dan tanpa rasa malu bicara demi keadilan.
Sungguh ironis…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H